Instrumen Kebijakan Makroprudensial

Start;Home;Fungsi Utama;Stabilitas Sistem Keuangan;bukan default.aspx

​​Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM)

Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) merupakan penyempurnaan dari Insentif Makroprudensial yang telah diterapkan sejak Maret 2022​. Dalam rangka mendorong intermediasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, diperlukan penguatan stimulus kebijakan makroprudensial yang berbasis likuiditas, salah satunya melalui implementasi KLM. KLM merupakan insentif yang ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui pengurangan giro Bank di Bank Indonesia dalam rangka pemenuhan GWM yang wajib dipenuhi secara rata-rata. Pemberian insentif dilakukan berdasarkan pencapaian penyaluran kredit/pembiayaan bank kepada sektor-sektor tertentu secara targeted.​ ​

Kebijakan ini telah melalui beberapa tahapan reformulasi sejak penerapannya pertama kali pada 2022. Pada awal tahun 2025 Bank Indonesia kembali memperkuat KLM untuk terus mendorong kredit/pembiayaan perbankan dengan fokus kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau. Dorongan melalui stimulus insentif likuiditas ini dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Dengan terbitnya Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21 tahun 2024, KLM masih diberikan dalam bentuk pengurangan giro bank di Bank Indonesia dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) yang wajib dipenuhi secara rata-rata, paling tinggi sebesar 4% (400bps). Berlaku per 1 Januari 2025, sektor ekonomi pendukung penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat yang dicakup dalam pemberian KLM yaitu:

  1. sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan,
  2. sektor transportasi, pergudangan, pariwisata, dan ekonomi kreatif, serta
  3. sektor konstruksi, real estate, dan perumahan rakyat.

Rincian Besaran Insentif (KLM)

CAKUPAN SEKTOR​ INSENTIF MAKSIMUM
Pembiayaan Sektor Tertentu:
  1. Sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan
  2. Sektor transportasi, pergudangan, pariwisata, dan ekonomi kreatif
  3. Sektor konstruksi, real estate, dan perumahan rakyat​
2,2%
Pembiayaan Inklusif
1,0%
Pembiayaan Ultra Mikro 0,3%
Pembiayaan Berwawasan Lingkungan
0,5%​
​​

Selain itu, cakupan kredit/pembiayaan berwawasan lingkungan yang mendapat KLM diperluas dengan menambahkan kredit/pembiayaan kepada subsektor terkait pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang.
Bank Indonesia dapat menambahkan besaran KLM paling banyak sebesar 0,3% untuk masing-masing sektor tertentu dan/atau kredit/pembiayaan inklusif berdasarkan pencapaian RPIM jika rata-rata pertumbuhan kredit/pembiayaan memenuhi kriteria:
  1. bagi sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan, memiliki nilai rata-rata pangsa kredit/pembiayaan lebih besar dari 10% dan nilai rata-rata pertumbuhan kredit/pembiayaan lebih besar dari 5%,
  2. bagi sektor transportasi, pergudangan, pariwisata, dan ekonomi kreatif, memiliki nilai rata-rata pangsa kredit/pembiayaan lebih besar dari 5% dan nilai rata-rata pertumbuhan kredit/pembiayaan lebih besar dari 5%,
  3. bagi sektor konstruksi, real estate, dan perumahan rakyat, memiliki nilai rata-rata pangsa kredit/pembiayaan lebih besar dari 10% dan nilai rata-rata pertumbuhan kredit/pembiayaan lebih besar dari 5%, dan
  4. bagi capaian RPIM yang lebih besar dari atau sama dengan 30%.

Dalam hal ini, tambahan besaran KLM dapat diberikan sepanjang besaran KLM bank belum mencapai 4% sehingga besaran KLM secara keseluruhan paling tinggi tetap sebesar 4%.

Bank Indonesia akan terus memperkuat efektivitas implementasi KLM dengan sinergi kebijakan bersama Pemerintah, KSSK, perbankan, serta pelaku dunia usaha guna mendukung peningkatan kredit/pembiayaan yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.​ 


Ketentuan Terkini Mengenai Kebijakan Insentif Makroprudensial (KLM)

Peraturan Bank Ind​onesia (PBI) 

​:
​​PADG No. 11 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial. ​​​

Peraturan Anggota ​Dewan Gubernur (PADG)
​:
​​Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 11 Tahun 2023 ​tentang Peraturan Pelaksanaan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial.​

Amandemen : 
PADG Nomor 4 Tahun 20​24 
PADG Nomor 21 Tahun 2024​


Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM)


​​Kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) merupakan inovasi kebijakan untuk mendorong pertumbuhan kredit, khususnya kepada UMKM, Korporasi UMKM, dan Perorangan Berpenghasilan Rendah (PBR), sehingga dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi serta memperkuat inklusi keuangan. RPIM adalah rasio yang menggambarkan porsi pembiayaan inklusif bank. Pemenuhan RPIM oleh bank disesuaikan dengan keahlian dan model bisnis masing-masing, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, serta kontribusi bank dalam meningkatkan inklusi keuangan. 
RPIM-ID.png

Bank dapat memenuhi RPIM melalui pembiayaan inklusif berupa:

  1. pembiayaan langsung dan rantai pasok (Modalitas 1);
  2. pembiayaan melalui lembaga jasa keuangan, badan layanan umum, dan/atau badan usaha (Modalitas 2);
  3. pembelian Surat Berharga Pembiayaan Inklusif (SBPI) (Modalitas 3); dan/atau
  4. pembiayaan inklusif lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.​
RPIM-ID2.png

Bank menetapkan target RPIM dalam RBB berdasarkan hasil penilaian mandiri bank. Target RPIM merupakan besaran kewajiban pemenuhan RPIM bagi bank. Besaran kewajiban pemenuhan RPIM ditetapkan harus meningkat dibandingkan RPIM bank posisi akhir bulan Desember tahun sebelumnya. Dalam hal RPIM bank pada posisi akhir bulan Desember tahun sebelumnya sebesar 30% atau lebih maka besaran kewajiban pemenuhan RPIM paling sedikit sebesar pemenuhan RPIM posisi akhir bulan Desember tahun sebelumnya.

Ketentuan Terkini Mengenai RPIM  

Peraturan Bank Ind​onesia (PBI) 

​:
​​PBI Nomor nomor 23/13/PBI/2021​ tentang ketentuan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. 

Amandemen: PBI Nomor 24/3/P​BI/2022

Peraturan Anggota ​Dewan Gubernur (PADG)
​:
​​PADG No.24/6/PADG/2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. 


​Loan to Value(LTV)/Financing to Value(FTV) dan Uang Muka


Rasio Loan to Value atau Financing to Value (LTV/FTV) adalah rasio antara nilai kredit/pembiayaan yang diberikan oleh Bank Umum Konvensional maupun Syariah (termasuk Unit Usaha Syariah) terhadap nilai agunan, berupa properti pada saat pemberian kredit/pembiayaan berdasarkan hasil penilaian terkini. Sedangkan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor adalah pembayaran di muka sebesar persentase tertentu dari nilai harga kendaraan bermotor yang sumber dananya berasal dari debitur atau nasabah. 
LTV-ID.png

Instrumen kebijakan makroprudensial ini bersifat countercyclical dengan tujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dengan memitigasi risiko sistemik yang berasal dari peningkatan harga properti yang tidak sesuai dengan fundamental perekonomian. Dalam stance kebijakan makroprudensial akomodatif, instrumen ini bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan yang seimbang, berkualitas, dan berkelanjutan, dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan. Kebijakan ini ditujukan tidak hanya untuk mengatur penawaran kredit perbankan (supply side) tetapi juga untuk mengatur permintaan masyarakat terhadap kredit (demand side), khususnya di sektor properti. 

Dengan tujuan memitigasi risiko spekulatif yang dapat mendorong terciptanya harga properti yang tidak wajar maka ditetapkan rasio LTV/FTV berjenjang dan lebih ketat terhadap pemilikan properti lebih dari satu dan pemilikan properti yang belum tersedia. Selain itu, pengaturan batas minimum uang muka kredit/pembiayaan kendaraan bermotor dilakukan untuk memitigasi risiko gagal bayar yang disebabkan oleh kemudahan persyaratan yang ditetapkan dalam pemilikan kendaraan bermotor dan unsur spekulatif dari nasabah yang tidak memiliki kapasitas keuangan yang memadai.

Saat ini, rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti ditetapkan paling tinggi sebesar 100% dan uang muka kredit/pembiayaan kendaraan bermotor paling rendah sebesar 0%.

Ketentuan Terkini engenai Rasio LTV/FTV dan Uang Muka 

Peraturan Bank Ind​onesia (PBI) 

​:
​PBI Nomor 20/8/PBI/2018 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. 

Amandemen:

  • PBI Nomor 21/13/PBI/2019
  • PBI Nomor 22/13/PBI/2020
  • PBI Nomor 23/2/PBI/2021​​​​ 
Peraturan Anggota ​Dewan Gubernur (PADG)
​:
P​​ADG Nomor 21/25/PADG/2019 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. 

Amandemen:
​​​ 
  • PADG Nomor 22/21/PADG/2020
  • PADG Nomor 23/6/PADG/2021
  • PADG Nomor 23/26/PADG/2021
  • PADG Nomor 24/16/PADG/2022
  • PADG Nomor 19 Tahun 2023​
  • PADG Nomor 19 Tahun 2024 
Ketentuan ini juga mengatur rasio LTV/FTV dan uang muka untuk kredit/pembiayaan properti dan kendaraan bermotor berwawasan lingkungan.

​Perkembangan Ketentuan LTV, FTV, dan Uang Muka
Tanggal
Pengumuman
  Besaran Tanggal Berlaku Ketentuan Siaran Pers
15/03/2012
  1. Penetapan rasio LTV sebesar 70%.
  2. Penetapan DP min sebesar 30% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 25% (roda 2)
15/03/2012 SE No.14/10/DPNP Pranala
24/09/2013
  1. Penetapan rasio LTV/FTV sebesar 60% s.d. 90%.
  2. Penetapan DP min sebesar  30% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 25% (roda 2).
24/09/2013 SE No.15/40/DKMP Pranala
18/06/2015
  1. Penetapan rasio LTV/FTV sebesar 60% s.d. 90%.
  2. Penetapan DP min sebesar  25% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 20% (roda 2).
18/06/2015 PBI No.17/10/PBI/2015 Pranala
26/08/2016
  1. Penetapan rasio LTV/FTV sebesar 60% s.d. 90% (tiering 5%).
  2. Penetapan DP min sebesar  25% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 20% (roda 2).
29/08/2016 PBI No.18/16/PBI/2016 Pranala
30/07/2018
  1. Penetapan rasio LTV/FTV FK 1 diserahkan kpd kebijakan masing-masing bank; FK 2 dst. sebesar 80% s.d 90%.
  2. Penetapan UM min. sebesar 25% (roda 3 atau lebih), 20% (roda 3 atau lebih produktif), 20% (roda 2)

01/08/2018 PBI No.20/8/PBI/2018 Pranala
26/11/2019
  1. Penetapan rasio LTV/FTV FK 1 diserahkan kpd kebijakan masing-masing bank; FK 2 dst. sebesar 85% s.d 95%.
  2. Penetapan UM min. sebesar 15% (roda 3 atau lebih), 10% (roda 3 atau lebih produktif), 15% (roda 2).
  3. Tambahan keringanan rasio LTV/FTV untuk kredit/pembiayaan properti dan UM KKB berwawasan lingkungan masing-masing sebesar 5%.​ 
02/12/2019 PBI No. 21/13/PBI/2019 Pranala
26/2/2021
  1. Penetapan rasio LTV paling tinggi sebesar 100%, termasuk properti berwawasan lingkungan.
  2. Penetapan UM min. 0%, termasuk KKB berwawasan lingkungan.

26/02/2021 PBI No. 23/2/PBI/2021 Pranala

Countercyclical Capital Buffer (CCyB)

​​Countercyclical Capital Buffer (CCyB) adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit dan/atau pembiayaan perbankan yang berlebihan (excessive credit growth) sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. 

Risiko ini terkait dengan perilaku prosiklikalitas penyaluran kredit perbankan, yakni cenderung meningkat saat periode ekonomi ekspansi (boom) dan melambat pada periode ekonomi kontraksi (bust). CCyB perlu diimplementasikan di Indonesia karena adanya perilaku prosiklikalitas, yang ditunjukkan oleh antara pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi yang berbanding lurus. 

Tambahan modal yang wajib dibentuk bank pada periode ekspansi dapat digunakan ketika bank menghadapi tekanan saat ekonomi sedang kontraksi, sehingga keberlanjutan fungsi intermediasi bank diharapkan tetap dapat terjaga. Dengan demikian CCyB dapat meningkatkan ketahanan perbankan dengan cara mengurangi prosiklikalitas yakni meredam pertumbuhan kredit yang berlebihan pada fase ekspansi dan mendukung pertumbuhan kredit pada fase kontraksi.

Secara umum, Bank Indonesia akan meningkatkan besaran CCyB pada saat ekonomi sedang ekspansi, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan besaran CCyB pada saat ekonomi sedang kontraksi. Kebijakan ini tidak terpisahkan dari ketentuan permodalan perbankan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diharapkan akan memperkuat daya tahan perbankan. Besaran CCyB bersifat dinamis yaitu berkisar antara 0% sampai 2,5% dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bank. Saat ini, rasio CCyB yang wajib dipenuhi oleh bank adalah sebesar 0%.

Ketentuan terkini mengenai Countercyclical Buffer (CCyB)

Peraturan Bank Ind​onesia (PBI) 

​:
PBI No.17/22/PBI/2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer. 
 

Perkembangan Ketentuan Countercyclical Capital Buffer

Tanggal Pengumuman

Besaran Tanggal Berlaku Siaran Pers
28 Des 2015 0% 1 Jan 2016 Pranala Siaran Pers
23 Mei 2016​ ​0% ​23 Mei 2016 ​Pranala Siaran Pers
21 Nov 2016​ ​0% ​21 Nov 2016 Pranala Siaran Pers
​19 Mei 2017 ​0% ​19 Mei 2017 Pranala Siaran Pers
16 Nov 2017 0% 16 Nov 2017 Pranala Siaran Pers
​17 Mei 2018 ​0% ​17 Mei 2018 Pranala Siaran Pers
​15 Nov 2018
​0%
​15 Nov 2018
Pranala Siaran Pers
​16 Mei 2019 ​0%
​16 Mei 2019
​Pranala Siaran Pers
​21 Nov 2019 ​0%
​21 Nov 2019
​​Pranala Siaran Pers
​19 Mei 2020 ​0%
​19 Mei 2020
​Pranala Siaran Pers
​19 Nov 2020 ​0% ​19 Nov 2020 ​Pranala Siaran Pers
​20 Apr 2021
​0% ​20 Apr 2021
​Pranala Siaran Pers
​19 Okt 2021
​0% ​19 Okt 2021
​​Pranala Siaran Pers
​19 April 2022
​0% ​19 April 2022
​​Pranala Siaran Pers
20 Okt 2022
​0% ​20 Okt 2022 ​​Pranala Siaran Pers
​18 April 2023
​0%
​18 April 2023
Pranala S​iaran Pers
​19 Oktober 2023
​0%
19 Oktober 2023​
Pranala Siaran Pers​​
​24 April 2024
​0%
​24 April 2024
Pranala S​iaran Pers
​16 Okt 2024
​0%
​16 Okt 2024
Pranala Siaran Pers​​​ ​
​​

Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Rasio Intermediasi Makroprudensial Syariah (RIM Syariah)
Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Rasio Intermediasi Makroprudensial Syariah (RIM Syariah) merupakan instrumen makroprudensial yang ditujukan untuk mengurangi build-up risiko sistemik melalui pengelolaan fungsi intermediasi perbankan agar sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan perekonomian serta tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Instrumen kebijakan makroprudensial ini bersifat countercyclical dan dapat disesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi dan keuangan. Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) serupa dengan rasio kredit terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio) namun dengan perluasan sehingga komponen pembiayaan mencakup surat berharga yang dimiliki oleh bank dan menambahkan surat berharga yang diterbitkan ser​ta pinjaman yang diterima pada komponen pendanaan. Dengan demikian RIM dapat lebih mencerminkan kemampuan intermediasi bank. 

RIM dan RIM Syariah dihitung dengan formula sebagai berikut:
RIM-ID.png

Giro RIM/RIM Syariah adalah saldo giro dalam rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia yang wajib dipelihara oleh Bank Umum Konvensional dan Unit Usaha Syariah, serta Bank Umum Syariah untuk pemenuhan RIM/RIM Syariah yang diatur sebagai berikut:

  1. Dalam hal RIM/RIM Syariah berada dalam kisaran target RIM/RIM Syariah maka Giro RIM ditetapkan sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam Rupiah.
  2. Dalam hal RIM/RIM Syariah < batas bawah target RIM maka:
    Giro RIM/Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Bawah x (batas bawah target RIM/RIM Syariah – RIM/RIM Syariah) x DPK dalam Rupiah
  3. Dalam hal RIM/RIM Syariah > batas atas Target RIM/Target RIM Syariah maka:
    Giro RIM/Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Atas x (RIM/RIM Syariah - batas atas target RIM/RIM Syariah) x DPK dalam Rupiah

 
Keterangan:
a.     Parameter Disinsentif Atas

KPMM​ Parameter Disinsentif Atas
KPMM < 14%
0
KPMM ≥ 14%
0

b.     Parameter Disinsentif Bawah

NPL/NPF KPMM Parameter Disinsentif Bawah
≥ 5%
-​ 0
< 5%
KPMM s.d. 14%
0
  14% < KPMM ≥ 19%
0,1
  KPMM > 19%
0,15

 

Pengetatan kebijakan melalui pengurangan batas atas rasio intermediasi atau peningkatan parameter disinsentif atas diterapkan untuk mencegah perilaku risk-taking berlebih dari penyaluran kredit berlebihan ketika kondisi ekonomi ekspansif. Sebaliknya, kebijakan akomodatif melalui peningkatan batas minimum rasio intermediasi atau peningkatan parameter disinsentif bawah dilakukan untuk mendorong penyaluran kredit ketika kondisi ekonomi kontraktif.

Untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan, kebijakan RIM/RIM Syariah saat ini tetap pada kisaran 84-94% dengan disinsentif berupa kewajiban giro RIM/RIM Syariah bagi bank-bank dengan RIM/RIM Syariah yang tidak memenuhi target RIM yang ditetapkan.

Ketentuan Terkini Mengenai RIM/RIM Syariah

Peraturan Bank Ind​onesia (PBI) 

​:
PBI Nomor 20/4/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. 

Amandemen: 
  • ​PBI Nomor 21/12/PBI/2019
  • PBI Nomor 22/17/PBI/2020
  • PBI Nomor 23/17/PBI/2021
  • PBI Nomor 24/16/PBI/2022 

Peraturan Anggota ​Dewan Gubernur (PADG)
​:
PADG Nomor 21/22/PADG/2019 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. 
Amandemen: 
  • PADG Nomor 22/11/PADG/2020
  • PADG Nomor 22/30/PADG/2020
  • PADG Nomor 23/7/PADG/2021
  • PADG Nomor 23/31/PADG/2021
  • PADG Nomor 24/14/PADG/2022
  • PADG Nomor 10 Tahun 2023
  • PADG Nomor 18 Tahun 2023 

Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial Syariah (PLM Syariah)

​Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial Syariah (PLM Syariah) merupakan cadangan likuiditas minimum dalam Rupiah yang wajib dipelihara oleh Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah dalam bentuk surat berharga dalam Rupiah yang dapat digunakan dalam operasi moneter, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga bank dalam Rupiah. 
​PLM dan PLM Syariah juga memiliki fitur fleksibilitas, yang berarti pada kondisi tertentu surat berharga tersebut dapat digunakan untuk transaksi repo kepada Bank Indonesia dalam Operasi Pasar Terbuka sebesar persentase tertentu dari DPK bank dalam Rupiah.

Kebijakan PLM/PLM Syariah diharapkan mengatasi permasalahan prosiklikalitas likuiditas serta menjadi instrumen makroprudensial berbasis likuiditas yang berlaku untuk seluruh bank. Dengan penyesuaian besaran PLM yang mempertimbangkan kondisi likuiditas agregat perbankan, PLM dapat ditingkatkan dalam kondisi likuiditas perbankan yang tinggi dan perilaku risk-taking yang mulai terjadi sehingga bank dapat meningkatkan buffer likuiditasnya. Sebaliknya dalam kondisi likuiditas yang lebih rendah, PLM dapat diturunkan sehingga bank dapat menggunakan buffer likuiditas yang dimiliki. 

Saat ini, Bank Indonesia memperkuat implementasi kebijakan makroprudensial longgar untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan antara lain melalui penetapan rasio PLM sebesar 5% dengan fleksibilitas repo sebesar 5%, dan rasio PLM Syariah sebesar 3,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5%.


Ketentuan terkini mengenai PLM/PLM Syariah

Peraturan Bank Ind​onesia (PBI) 

​:
PBI No.24/16/PBI/2022 tentang Perubahan Keempat atas PBI No.20/4/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. 
Peraturan Anggota ​Dewan Gubernur (PADG)
​:
PADG No. 18 Tahun 2023 tanggal 29 November 2023 tentang Perubahan Ketujuh atas PADG No.21/22/PADG/2019 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. 
Perkembangan PLM/PLM Syariah
 
Tgl. Pengumuman ​Tgl. Berlaku ​Ketentuan Siaran Pers
​Instrumen ​Besaran ​Fleksibilitas
​3 Apr 2018
​16 Jul 2018
PBI No.20/4/PBI/2018 ​Pranala Siaran Pes
​PLM ​4% ​2%
​PLM Syariah ​4% ​4%
15 Nov 2018 ​30 Nov 2018 PADG No.20/31/PADG/2018 ​​Pranala Siaran Pers
​PLM ​4% ​2%
​PLM Syariah ​4% 4%​
​19 Nov 2020 ​30 Sep 2020 ​PBI No.22/17/PBI/2020 PLM​ ​6% ​6%
PLM Syariah​ ​4,5% ​4,5%
​20 Apr 2021
​30 Sep 2020
​PBI No.22/17/PBI/2020
​Pranala Siaran Pers
​PLM ​6% ​6%
​PLM Syariah
​4,5% ​4,5%
​19 Okt 2021 ​30 Sep 2020 ​PBI No.22/17/PBI/2020 Pranala Siaran Pers ​PLM ​6% ​6%
​PLM Syariah ​4,5% ​4,5%
​19 April 2022 ​30 Sep 2020 ​PBI No.22/17/PBI/2020 Pranala Siaran Pers ​PLM ​6% ​6%
​PLM Syariah ​4,5% ​4,5%
20 Oktober 2022 ​30 Sep 2020 ​PBI No.22/17/PBI/2020 Pranala Siaran Pers PLM 6% 6%
​PLM Syariah 4,5% 4,5%
18 April 2023
31 Okt 2022
​​​PBI No.24/​16/PBI/2022
Pranala Siaran Pers
PLM 6%
6%



PLM Syariah
4,5% 4,5%
19 Oktober 2023​
31 Okt 2022​
PBI No.24/​16/PBI/2022
Pranala Siaran Pers
PLM​​
5%
5%


PLM Syariah
3,5%
3,5%
24 April 2024
​31 Okt 2022
PBI No.24/​16/PBI/2022
Pranala Siaran Pers
​PLM
5%​ ​5%



​PLM Syariah
​3,5%
​3,5%
​16 Okt 2024
​31 Okt 2022
PBI No.24/​16/PBI/2022 
Pranala Siaran Pers 
​PLM
​5%
​5%


​PLM Syariah
​3,5%
​3,5%


PLJP dan PLJP Syariah

Bank Indonesia selaku otoritas di sektor keuangan turut menjaga stabilitas sistem keuangan salah satunya melalui penyediaan dana dalam menjalankan fungsi lender of the last resort di antaranya melalui penyediaan dana Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) kepada Bank Umum Konvensional dan Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek berdasarkan prinsip syariah (PLJPS) kepada Bank Umum Syariah yang mengalami kesulitan likuiditas.

Dalam hal ini, kesulitan likuiditas didefinisikan sebagai kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan arus dana keluar (mismatch) sehingga bank umum tidak dapat memenuhi kewajiban GWM. Bank Indonesia dapat memberikan PLJP/PLJPS untuk jangka waktu paling lama 30 hari kalender untuk setiap periode pemberian PLJP/PLJPS yang dapat diperpanjang secara berturut-turut paling banyak 2 (dua) periode (secara keseluruhan maksimum 90 hari kalender).


Ketentuan Terkini PLJP dan PLJPS

Peraturan Bank Ind​onesia (PBI) 

​:
  1. PBI Nomor 10 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional
  2. PBI Nomor 5 tahun 2023 tentang Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek berdasarkan Prinsip Syariah bagi Bank Umum Syariah​
Peraturan Anggota ​Dewan Gubernur (PADG)
​:
  1. PADG Nomor 21 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional.
  2. PADG Nomor 1 Tahun 2024​ tentang Peraturan Pelaksanaan Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek berdasarkan Prinsip Syariah bagi Bank Umum Syariah.​


Posisi Devisa Neto (PDN)

Instrumen PDN bertujuan untuk mengendalikan risiko nilai tukar dan mengatasi currency mismatch yang berlebihan sehingga menjaga ketahanan likuiditas bank. PDN membatasi gap antara aset dan kewajiban dalam mata uang asing yang dimiliki oleh bank sehingga risiko akibat volatilitas pergerakan mata uang asing menjadi terkendali. Selain itu, penerapan ketentuan PDN mendorong bank lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi valuta asing dan menghindari transaksi yang sifatnya spekulatif.

PDN dalam Rupiah dihitung dengan formula sebagai berikut:

PDN* = |( aktiva dan pasiva valas dlm neraca) + ( tagihan dan kewajiban valas dalam rekening administratif)|

Kebijakan ini mewajibkan bank untuk mengelola dan memelihara PDN pada akhir hari kerja secara keseluruhan maksimal 20% dari modal (berdasarkan kurs penutupan). Dengan ketentuan ini maka diharapkan bahwa kerugian yang muncul karena perubahan kurs masih dapat diserap modal bank dan tidak berpengaruh besar terhadap kegiatan perbankan.

​PDN pertama kali diatur tahun 1989 dengan tujuan untuk menciptakan iklim perbankan yang sehat. Pengaturan terkini dari PDN dimulai dengan penerbitan PBI Nomor 5/13/PBI/2003 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum pada tahun 2003 yang telah diamandemen sebanyak 4 (empat) kali pada tahun 2004, 2005, 2010, dan 2015.


Ketentuan Terkini Mengenai Po​sisi Devisa Neto (PDN)


Peraturan Bank Ind​onesia (PBI) 

​:

PBI Nomor 5/13/PBI/2003 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum

Amandemen:

  1. PBI Nomor 6/20/PBI/2004 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 Tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum
  2. PBI Nomor 7/37/PBI/2005​ tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 Tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum
  3. PBI Nomor 12/10/PBI/2010 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 Tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum
  4. PBI Nomor 17/5/PBI/2015 tentang Perubahan Keempat atas PBI Nomor 5/13/PBI/2003 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum​​​

Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN)

Dalam kapasitasnya sebagai lembaga intermediasi keuangan, bank memanfaatkan utang luar negeri bank dan kewajiban bank lainnya dalam valuta asing sebagai salah satu sumber pendanaan luar negeri jangka pendek yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan kegiatan penyaluran kredit/pembiayaan bank. Kebijakan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) merupakan inovasi instrumen makroprudensial kontrasiklikal untuk memperkuat pendanaan luar negeri jangka pendek bank sesuai dengan kebutuhan perekonomian. RPLN mengatur batas maksimum kewajiban jangka pendek bank terhadap modal bank. Kewajiban jangka pendek yang diperhitungkan dalam RPLN terdiri atas utang luar negeri bank jangka pendek, Surat Utang Valas Domestik jangka pendek, dan/atau Transaksi Partisipasi Risiko jangka pendek.

Terdapat dua fitur kebijakan RPLN:

  1. Kontrasiklikal (countercyclical): Batasan RPLN bersifat dinamis melalui penetapan parameter kontrasiklikal yang dievaluasi secara berkala, dengan mempertimbankan siklus keuangan dan pertumbuhan ULN bank secara industri.
  2. Risk-based approach: Penerapan parameter kontrasiklikal memperhitungkan risiko eksternal dan stabilitas sistem keuangan, termasuk penerapan pinsip kehati-hatian yang mencakup kapasitas permodalan, risiko kredit, dan risiko pasar.

Dengan mekanisme ini, RPLN diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan pendanaan luar negeri Bank tanpa meningkatkan faktor risiko pada sistem perbankan Indonesia

RPLN adalah rasio kewajiban jangka pendek terhadap modal bank yang dihitung secara harian.

Formula RPLN:

Formula-RPLN.png

Bank Indonesia menetapkan batasan RPLN paling tinggi sebesar 30% dengan penambahan atau pengurangan persentase parameter kontrasiklikal. Parameter kontrasiklikal merupakan suatu persentase yang menjadi faktor penambah atau faktor pengurang dalam batasan RPLN. Besaran parameter kontrasiklikal yaitu sebesar positif 5%, 0%, atau negatif 5%. Saat ini, parameter kontrasiklikal ditetapkan sebesar 0% sehingga batasan RPLN menjadi sebesar 30%.

Selain itu, bank yang memiliki kewajiban jangka pendek wajib menerapkan prinsip kehati-hatian yang dilaksanakan melalui pemenuhan indikator yang ditetapkan oleh Bank Indonesia meliputi:

  1. kapasitas permodalan berupa rasio kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko bank,
  2. risiko kredit berupa rasio kredit atau pembiayaan bermasalah secara bruto lebih kecil dari 5%, dan
  3. risiko pasar berupa posisi devisa neto dengan besaran persentase posisi devisa neto sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai posisi devisa neto.

Ketentuan Terkini Mengenai RPLN

Peraturan Bank Ind​onesia (PBI) 

​:
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2024 tentang Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank
Peraturan Anggota ​Dewan Gubernur (PADG)
​:
Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 7 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Rasio Pendanaan Luar Neger i Bank​


Baca Juga