Instrumen Kebijakan Makroprudensial

Start;Home;Fungsi Utama;Stabilitas Sistem Keuangan;bukan default.aspx

​​Insentif Makroprudensial

​​Insentif makroprudensial merupakan insentif yang diberikan oleh Bank Indonesia berupa pelonggaran atas kewajiban pemenuhan giro Rupiah bank di Bank Indonesia yang diberikan kepada bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas, UMKM dan/atau memenuhi target RPIM, serta sektor hijau. Pemberian insentif tersebut diharapkan dapat mendorong intermediasi perbankan, khususnya kepada sektor-sektor prioritas yang belum pulih, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit/pembiayaan hijau, dalam rangka mendukung pemulihan perekonomian.

Ketentuan terkini mengenai kebijakan Insentif Makroprudensial dapat mengacu pada: 
  1. PBI No.24/5/PBI/2022 tentang Insentif bagi Bank yang Memberikan Penyediaan Dana untuk Kegiatan Ekonomi Tertentu dan Inklusif. 
  2. PADG No.1 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur No. 24/4/PADG/2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Insentif bagi Bank yang Memberikan Penyediaan Dana untuk Kegiatan Ekonomi Tertentu dan Inklusif (PADG Perubahan Kedua Insentif).

RPIM

​​Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM)
Kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) merupakan inovasi kebijakan untuk mendorong pertumbuhan kredit, khususnya kepada UMKM, Korporasi UMKM, dan Perorangan Berpenghasilan Rendah (PBR), sehingga dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi serta memperkuat inklusi keuangan. RPIM adalah rasio yang menggambarkan porsi pembiayaan inklusif bank. Pemenuhan RPIM oleh bank disesuaikan dengan keahlian dan model bisnis masing-masing, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, serta kontribusi bank dalam meningkatkan inklusi keuangan. 

Terdapat tiga modalitas pembiayaan RPIM, yaitu: 
  1. pembiayaan langsung dan rantai pasok; 
  2. pembiayaan melalui lembaga keuangan/badan layanan; dan 
  3. pembiayaan melalui pembelian Surat Berharga Pembiayaan Inklusif. 

Ketentuan terkini mengenai RPIM diatur pada: 
  1. PBI No.24/3/PBI/2022 tentang Perubahan atas PBI No.23/13/PBI/2021 tentang ketentuan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. 
  2. PADG No.24/6/PADG/2022 tanggal 31 Mei 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah (PADG RPIM).

LTV/FTV

Rasio Loan to Value atau Financing to Value (LTV/FTV) adalah rasio antara nilai kredit/pembiayaan yang diberikan oleh Bank Umum Konvensional maupun Syariah terhadap nilai agunan, berupa properti pada saat pemberian kredit/pembiayaan berdasarkan hasil penilaian terkini. Sedangkan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor adalah pembayaran di muka sebesar persentase tertentu dari nilai harga kendaraan bermotor yang sumber dananya berasal dari debitur atau nasabah. 

Instrumen kebijakan Makroprudensial ini bersifat countercyclical dengan tujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik. Dalam stance kebijakan makroprudensial akomodatif, juga bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan yang seimbang, berkualitas, dan berkelanjutan, dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan. 

Ketentuan terkini mengenai Rasio LTV/FTV diatur pada: 
  1. PBI No.23/2/PB​I/2021 tentang Perubahan Ketiga atas PBI No.20/8/PBI/2018 Tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. 
  2. PADG No.24/16/PADG/2022 tentang Perubahan Keempat atas PADG No.21/25/PADG/2019 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.


 
Tanggal
Pengumuman
  Besaran Tanggal Berlaku Ketentuan Siaran Pers
15/03/2012
  1. Penetapan rasio LTV sebesar 70%.
  2. Penetapan DP min sebesar 30% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 25% (roda 2)
15/03/2012 SE No.14/10/DPNP Pranala
24/09/2013
  1. Penetapan rasio LTV/FTV sebesar 60% s.d. 90%.
  2. Penetapan DP min sebesar  30% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 25% (roda 2).
24/09/2013 SE No.15/40/DKMP Pranala
18/06/2015
  1. Penetapan rasio LTV/FTV sebesar 60% s.d. 90%.
  2. Penetapan DP min sebesar  25% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 20% (roda 2).
18/06/2015 PBI No.17/10/PBI/2015 Pranala
26/08/2016
  1. Penetapan rasio LTV/FTV sebesar 60% s.d. 90% (tiering 5%).
  2. Penetapan DP min sebesar  25% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 20% (roda 2).
29/08/2016 PBI No.18/16/PBI/2016 Pranala
30/07/2018
  1. FK 1 diserahkan kpd kebijakan masing-masing bank; FK 2 dst LTV dikisaran 80% s.d 90%.
  2. Penetapan DP min sebesar  25% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 20% (roda 2).
01/08/2018 PBI No.20/8/PBI/2018 Pranala
26/11/2019
  1. Rasio Loan to Value / Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan Properti sebesar 5%.
  2. Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor pada kisaran 5 sampai 10%, serta
  3. Tambahan keringanan rasio LTV/FTV untuk kredit atau pembiayaan properti dan Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor yang berwawasan lingkungan masing-masing sebesar 5%.
02/12/2019 PBI No. 21/13/PBI/2019 Pranala
26/2/2021
  1. Penyesuaian batasan rasio LTV/FTV untuk KP/PP sebesar 0% bagi Bank dengan NPF <5%, termasuk properti berwawasan lingkungan, dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko bank.

  2. Penyesuaian batasan Uang Muka untuk KKB/PKB paling sedikit 0% bagi Bank dengan NPF <5%, termasuk kendaraan bermotor berwawasan lingkungan, , dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko bank

26/02/2021 PBI No. 23/2/PBI/2021 Pranala

CCyB

​​Countercyclical Capital Buffer (CCyB) adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit dan/atau pembiayaan perbankan yang berlebihan (excessive credit growth) sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. 

Risiko ini terkait dengan perilaku prosiklikalitas penyaluran kredit perbankan, yakni cenderung meningkat saat periode ekonomi ekspansi (boom) dan melambat pada periode ekonomi kontraksi (bust). CCyB perlu diimplementasikan di Indonesia karena adanya perilaku prosiklikalitas, yang ditunjukkan oleh antara pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi yang berbanding lurus. 

Tambahan modal yang wajib dibentuk bank pada periode ekspansi dapat digunakan ketika bank menghadapi tekanan saat ekonomi sedang kontraksi, sehingga keberlanjutan fungsi intermediasi bank diharapkan tetap dapat terjaga. Besaran CCyB bersifat dinamis yaitu berkisar antara 0% sampai 2,5% dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bank. Bank Indonesia melakukan evaluasi besaran CCyB tersebut secara berkala paling kurang satu kali dalam enam bulan.

Secara umum, Bank Indonesia akan meningkatkan besaran CCyB pada saat ekonomi sedang ekspansi, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan besaran CCyB pada saat ekonomi sedang kontraksi. Kebijakan ini tidak terpisahkan dari ketentuan permodalan perbankan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diharapkan akan memperkuat daya tahan perbankan.

Ketentuan terkini mengenai CCyB diatur pada PBI No.17/22/PBI/2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer.
 

Data Countercyclical Capital Buffer

Tanggal Pengumuman

Besaran Tanggal Berlaku Siaran Pers
28 Des 2015 0% 1 Jan 2016 Pranala Siaran Pers
23 Mei 2016​ ​0% ​23 Mei 2016 ​Pranala Siaran Pers
21 Nov 2016​ ​0% ​21 Nov 2016 Pranala Siaran Pers
​19 Mei 2017 ​0% ​19 Mei 2017 Pranala Siaran Pers
16 Nov 2017 0% 16 Nov 2017 Pranala Siaran Pers
​17 Mei 2018 ​0% ​17 Mei 2018 Pranala Siaran Pers
​15 Nov 2018
​0%
​15 Nov 2018
Pranala Siaran Pers
​16 Mei 2019 ​0%
​16 Mei 2019
​Pranala Siaran Pers
​21 Nov 2019 ​0%
​21 Nov 2019
​​Pranala Siaran Pers
​19 Mei 2020 ​0%
​19 Mei 2020
​Pranala Siaran Pers
​19 Nov 2020 ​0% ​19 Nov 2020 ​Pranala Siaran Pers
​20 Apr 2021
​0% ​20 Apr 2021
​Pranala Siaran Pers
​19 Okt 2021
​0% ​19 Okt 2021
​​Pranala Siaran Pers
​19 April 2022
​0% ​19 April 2022
​​Pranala Siaran Pers
20 Okt 2022
​0% ​20 Okt 2022 ​​Pranala Siaran Pers
​18 April 2023
​0%
​18 April 2023
Pranala S​iaran Pers
​​

Keterangan :
  • Tanggal Pengumuman pada tanggal diundangkan PBI
  • Belum ada perubahan PBI terkait CCyB dan masih mengacu ke PBI No.17/22/PBI/2015

RIM dan RIM Syariah

Sebagai bagian dari Keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia April 2023 , untuk mendorong bank-bank dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan tetap menjaga SSK, kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial/Rasio Intermediasi Makroprudensial Syariah (RIM/RIMS) tetap pada kisaran 84-94% dengan disinsentif berupa kewajiban giro RIM/RIMS bagi bank-bank dengan RIM/RIMS yang tidak memenuhi batas bawah yang ditetapkan.

Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Rasio Intermediasi Makroprudensial Syariah (RIM Syariah) merupakan instrumen makroprudensial yang ditujukan pada pengelolaan fungsi intermediasi perbankan agar sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan perekonomian serta tetap menjaga prinsip kehati-hatian.

makro.JPG
Kebijakan RIM dan RIM Syariah mengakomodasi adanya keberagaman bentuk intermediasi perbankan dengan memasukkan investasi bank pada surat berharga. RIM/RIM Syariah juga mendorong terciptanya fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, sehingga dapat mencegah dan mengurangi risiko dan perilaku perbankan yang cenderung prosiklikal. Instrumen kebijakan Makroprudensial ini bersifat countercyclical dan dapat disesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi dan keuangan. 

Giro RIM/RIM Syariah adalah saldo giro dalam rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia yang wajib dipelihara oleh Bank Umum Konvensional dan Unit Usaha Syariah, serta Bank Umum Syariah untuk pemenuhan RIM/RIM Syariah, sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia.

Keterangan :

N​PL/NPF KPMM Parameter Disinsentif Bawah Parameter Disinsentif Atas

≥ 5% - 0,00 0,00
< 5% KPMM ≤ 14% 0,00 0,00
14% < KPMM ≤ 19% 0,10 0,00
KPMM > 19% 0,15 0,00

 

Ketentuan terkini mengenai RIM / RIM Syariah dapat dilihat pada:
  1. PBI No.24/16/PBI/2022 tentang Perubahan Keempat atas PBI No.20/4/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konve​nsional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.
  2. PADG No.24/14/PADG/2022 tanggal 31 Oktober 2022 tentang Perubahan Kelima atas PADG No.21/22/PADG/2019 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.​​

PLM

​Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial Syariah (PLM Syariah) merupakan cadangan likuiditas minimum dalam Rupiah yang wajib dipelihara oleh Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah dalam bentuk surat berharga dalam Rupiah yang dapat digunakan dalam operasi moneter, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga bank dalam Rupiah. 

​PLM dan PLM Syariah juga memiliki fitur fleksibilitas, yang berarti pada kondisi tertentu surat berharga tersebut dapat digunakan untuk transaksi repo kepada Bank Indonesia dalam Operasi Pasar Terbuka sebesar persentase tertentu dari DPK bank dalam Rupiah.

Kebijakan PLM/PLM Syariah diharapkan mengatasi permasalahan prosiklikalitas likuiditas serta menjadi instrumen makroprudensial berbasis likuiditas yang berlaku untuk seluruh bank. Ketentuan terkini mengenai PLM/PLM Syariah dapat dilihat pada:

  1. PBI No.24/16/PBI/2022 tentang Perubahan Keempat atas PBI No.20/4/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.
  2. PADG No.24/14/PADG/2022 tanggal 31 Oktober 2022 tentang Perubahan Kelima atas PADG No.21/22/PADG/2019 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.

Perkembangan PLM/PLM Syariah
 
Tgl. Pengumuman ​Tgl. Berlaku ​Ketentuan Siaran Pers
​Instrumen ​Besaran ​Fleksibilitas
​3 Apr 2018
​16 Jul 2018
PBI No.20/4/PBI/2018 ​Pranala Siaran Pes
​PLM ​4% ​2%
​PLM Syariah ​4% ​4%
15 Nov 2018 ​30 Nov 2018 PADG No.20/31/PADG/2018 ​​Pranala Siaran Pers
​PLM ​4% ​2%
​PLM Syariah ​4% 4%​
​19 Nov 2020 ​30 Sep 2020 ​PBI No.22/17/PBI/2020 PLM​ ​6% ​6%
PLM Syariah​ ​4,5% ​4,5%
​20 Apr 2021
​30 Sep 2020
​PBI No.22/17/PBI/2020
​Pranala Siaran Pers
​PLM ​6% ​6%
​PLM Syariah
​4,5% ​4,5%
​19 Okt 2021 ​30 Sep 2020 ​PBI No.22/17/PBI/2020 Pranala Siaran Pers ​PLM ​6% ​6%
​PLM Syariah ​4,5% ​4,5%
​19 April 2022 ​30 Sep 2020 ​PBI No.22/17/PBI/2020 Pranala Siaran Pers ​PLM ​6% ​6%
​PLM Syariah ​4,5% ​4,5%
20 Oktober 2022 ​30 Sep 2020 ​PBI No.22/17/PBI/2020 Pranala Siaran Pers PLM 6% 6%
​PLM Syariah 4,5% 4,5%
18 April 2023
31 Okt 2022
​​​PBI No.24/​16/PBI/2022
Pranala Siaran Pers
PLM 6%
6%

PLM Syariah
4,5% 4,5%


PLJP dan PLJP Syariah

Sebagai bank sentral, Bank Indonesia secara konsisten menjalankan fungsinya sebagai Lender of Last Resort (LoLR). Dalam kerangka LoLR, Bank Indonesia dapat memberikan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek dan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek Syariah (PLJP) dan Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Syariah (PLJPS). PLJP/PLJPS ini ditujukan untuk mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek yang dialami bank agar stabilitas sistem keuangan dan kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Kesulitan likuiditas jangka pendek adalah keadaan yang dialami bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar dalam rupiah yang dapat membuat bank umum tidak dapat memenuhi kewajiban GWM.

Ketentuan mengenai PLJP dapat dilihat di :

  1. PBI No. 22/15/PBI/2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/3/PBI/2017 tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional.
  2. PADG No. 22/31/PADG/2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 19/6/PADG/2017 tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional. ​​​​​​

Baca Juga