No. 22/39/DKom
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Mei 2020
memutuskan untuk mempertahankan
BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR)
sebesar 4,50%, suku bunga Deposit
Facility sebesar 3,75%, dan suku bunga Lending
Facility sebesar 5,25%. Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian pasar keuangan global, meskipun Bank
Indonesia melihat adanya ruang penurunan suku bunga seiring rendahnya
tekanan inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama
pada tahun 2020. Bank
Indonesia juga terus memperkuat bauran kebijakan yang diarahkan untuk memitigasi
risiko penyebaran COVID-19, menjaga stabilitas pasar uang dan sistem keuangan,
serta bersinergi dengan Pemerintah dan otoritas terkait dalam mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional.
Di samping
langkah-langkah yang telah dilakukan, Bank Indonesia menempuh langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Menyediakan likuiditas bagi perbankan
dalam restrukturisasi kredit UMKM dan usaha ultra mikro yang memiliki pinjaman
di lembaga keuangan.
2. Mempertimbangkan pemberian jasa giro GWM kepada semua
Bank.
3. Memperkuat operasi moneter dan pendalaman pasar keuangan
syariah melalui instrumen Fasilitas Likuiditas Berdasarkan Prinsip Syariah
(FLisBI), Pengelolaan Likuiditas Berdasarkan Prinsip Syariah (PaSBI), dan
Sertifikat Pengelolaan Dana Berdasarkan Prinsip Syariah Antar Bank (SiPA).
4. Mendorong percepatan implementasi ekonomi dan keuangan
digital sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi melalui kolaborasi antara
bank dan fintech untuk melebarkan
akses UMKM dan masyarakat kepada layanan ekonomi dan keuangan.
Ke depan, Bank
Indonesia akan terus mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan global
serta penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari
waktu ke waktu, serta mengambil langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan
secara terkoordinasi yang erat dengan Pemerintah dan KSSK untuk menjaga
stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta pemulihan ekonomi nasional.
Pandemi
COVID-19 menurunkan pertumbuhan ekonomi dunia, sementara pengaruhnya terhadap
ketidakpastian pasar keuangan dunia mulai mereda. Sejalan meluasnya pandemi COVID-19 dan disertai berbagai
upaya penanggulangan pembatasan aktivitas masyarakat, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2020 di banyak negara di dunia menurun
tajam. Pertumbuhan ekonomi seperti
di Tiongkok, Eropa, Jepang, Singapura, dan Filipina mengalami kontraksi di
triwulan I-2020, sementara pertumbuhan ekonomi AS turun dalam menjadi 0,3%. Perkembangan
April 2020 menunjukkan risiko resesi ekonomi global tetap besar tercermin pada
kontraksi berbagai indikator dini seperti kinerja sektor manufaktur dan jasa
serta keyakinan konsumen dan bisnis. Perkembangan ini mengakibatkan volume
perdagangan dunia mengalami kontraksi dan diikuti menurunnya harga komoditas
dan harga minyak. Dengan proyeksi kontraksi ekonomi berlanjut sampai dengan
triwulan III-2020, Bank Indonesia memprakirakan ekonomi global 2020 mencatat
pertumbuhan negatif 2,2%. Pertumbuhan ekonomi dunia diprakirakan kembali meningkat
pada tahun 2021 menjadi 5,2% didorong dampak positif kebijakan yang ditempuh di
banyak negara dan faktor base effect.
Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan global mulai mereda. Kondisi ini secara
perlahan mendorong mulai berkurangnya intensitas aliran modal keluar dari
negara berkembang dan kemudian diikuti menurunnya tekanan nilai tukar mata uang
negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pandemi COVID-19 juga telah memengaruhi pertumbuhan ekonomi
domestik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan
I-2020 tercatat 2,97% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 4,97% (yoy). Penurunan terutama berasal dari melambatnya
ekspor jasa, khususnya pariwisata, konsumsi non-makanan, dan investasi, dengan sektor
yang paling terdampak terjadi di sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), sektor
industri pengolahan, sektor konstruksi, dan sub-sektor transportasi. Sementara
itu, kinerja komponen dan sektor yang terkait dengan penanganan COVID-19 tetap
baik, seperti tercermin pada konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga
untuk makanan kesehatan dan pendidikan, serta sektor informasi dan komunikasi,
jasa keuangan, jasa kesehatan dan jasa lainnya. Data April 2020 mengindikasikan
perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia berlanjut, seperti tercermin dari kembali
menurunnya Survei Penjualan Eceran dan Purchasing Manager Index. Bank Indonesia memprakirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 akan menurun sejalan dengan dampak COVID-19. Pada 2021,
pertumbuhan ekonomi diprakirakan kembali meningkat didorong ekonomi dunia yang membaik dan dampak positif stimulus
kebijakan yang ditempuh. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi
dengan Pemerintah dan Otoritas terkait agar berbagai kebijakan yang ditempuh
dapat makin efektif dalam mendorong pemulihan ekonomi selama dan pasca
COVID-19.
Ketahanan sektor eksternal ekonomi Indonesia tetap baik. Defisit transaksi berjalan triwulan
I-2020 menurun menjadi di
bawah 1,5% PDB dari 2,8% PDB pada triwulan IV-2019. Kondisi ini dipengaruhi menurunnya
impor sejalan melambatnya permintaan domestik, sehingga meminimalkan dampak
berkurangnya ekspor akibat kontraksi pertumbuhan ekonomi dunia. Sementara itu, transaksi
modal dan finansial mengalami
penurunan signifikan karena besarnya aliran modal keluar akibat kepanikan pasar
keuangan global terhadap pandemi COVID-19. Aliran
masuk modal asing kembali membaik mulai April 2020 didorong meredanya ketidakpastian
pasar keuangan global serta tingginya daya saing aset keuangan domestik dan tetap
baiknya prospek perekonomian Indonesia. Investasi portofolio sejak April 2020
hingga 14 Mei 2020 mencatat net inflow
4,1 miliar dolar AS, setelah pada triwulan I 2020 mencatat net outflow 5,7 miliar dolar AS. Posisi cadangan
devisa akhir April 2020 meningkat menjadi 127,9 miliar dolar AS, setara
pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri
pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3
bulan impor. Bank Indonesia menilai posisi
cadangan devisa ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan impor dan
pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebutuhan untuk stabilisasi nilai
tukar Rupiah. Bank Indonesia memprakirakan defisit transaksi berjalan 2020
menurun menjadi di bawah 2,0% PDB, dari prakiraan sebelumnya 2,5%-3,0% PDB.
Nilai tukar Rupiah menguat seiring
dengan meredanya ketidakpastian
pasar keuangan global dan terjaganya kepercayaan terhadap kondisi ekonomi
Indonesia. Setelah menguat pada April
2020, Rupiah pada bulan Mei 2020 kembali mengalami apresiasi. Sampai 18 Mei
2020, Rupiah menguat 5,1% secara rerata dan 0,17% secara point to point dibandingkan dengan level
akhir April 2020. Namun demikian, Rupiah masih mencatat depresiasi sekitar 6,52%
dibandingkan dengan level akhir 2019 akibat depresiasi yang dalam pada Maret
2020. Penguatan Rupiah didorong oleh aliran masuk modal asing dan
besarnya pasokan valas dari pelaku domestik. Bank Indonesia memandang level nilai tukar Rupiah dewasa ini secara fundamental
tercatat undervalued sehingga berpotensi terus menguat dan mendukung pemulihan
ekonomi. Untuk mendukung efektivitas
kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus mengoptimalkan operasi moneter guna
memastikan bekerjanya mekanisme pasar dan ketersediaan likuiditas baik di pasar
uang maupun pasar valas.
Inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Inflasi IHK pada April 2020 tercatat 0,08% (mtm), lebih
rendah dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,10% (mtm). Inflasi yang rendah dipengaruhi oleh melemahnya permintaan sejalan dengan
dampak COVID-19 serta tetap memadainya pasokan barang dan lancarnya rantai
distribusi, seperti tergambar pada dinamika komponen inflasi. Inflasi
inti menurun dipengaruhi konsistennya Bank Indonesia dalam mengarahkan
ekspektasi inflasi sesuai target dan melambatnya permintaan domestik. Kelompok volatile food mencatat
deflasi terutama dipengaruhi oleh koreksi harga di beberapa
komoditas akibat melambatnya permintaan serta memadainya pasokan. Sementara itu, kelompok administered
prices juga mencatat deflasi terutama didorong oleh berlanjutnya koreksi
tarif angkutan udara. Dengan perkembangan tersebut, secara
tahunan inflasi IHK April 2020 tercatat 2,67% (yoy), menurun dibandingkan
dengan inflasi bulan lalu sebesar 2,96% (yoy). Ke depan, Bank Indonesia terus konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat
koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah,
untuk mengendalikan inflasi tetap rendah dan stabil dalam sasarannya sebesar
3,0%±1% pada 2020 dan 2021. Koordinasi dengan Pemerintah
tersebut termasuk dalam mengendalikan inflasi pada bulan Ramadhan dan hari raya
Idul Fitri 1441 H.
Kondisi likuiditas perbankan
tetap memadai dan mendukung berlanjutnya penurunan suku bunga. Likuiditas perbankan yang memadai tercermin pada rerata
harian volume PUAB April 2020 yang tetap tinggi yakni Rp9,2 triliun serta rasio
Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tetap
besar yakni 24,16% pada Maret 2020. Perkembangan ini berdampak positif pada penurunan
suku bunga. Pada April 2020, rata-rata suku bunga PUAB O/N dan suku bunga JIBOR tenor 1
minggu bergerak stabil di sekitar level BI7DRR yakni 4,31% dan 4,60%. Rerata tertimbang suku bunga deposito dan kredit
masing-masing tercatat 5,92% dan 10,17%, menurun masing-masing 11bps dan 19bps
dari level Maret 2020. Perkembangan kondusif ini dipengaruhi strategi Bank
Indonesia dalam menjaga kecukupan likuitas. Sejak awal 2020, Bank Indonesia
telah melakukan injeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan hingga mencapai Rp583,5
triliun antara lain melalui pembelian SBN dari pasar sekunder, penyediaan likuiditas
perbankan melalui transaksi term-repo
SBN, swap valas, serta penurunan GWM
Rupiah. Penurunan suku bunga tersebut berdampak pada kenaikan pertumbuhan
besaran moneter M1 dan M2 pada Maret 2020 yang masing-masing menjadi 15,6%
(yoy) dan 12,1% (yoy). Bank Indonesia akan terus memastikan
kecukupan likuiditas di
pasar uang dan perbankan dalam mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional,
khususnya dalam rangka restrukturisasi kredit perbankan.
Stabilitas
sistem keuangan tetap terjaga, meskipun potensi risiko dari dampak makin
meluasnya penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan perlu terus
diantisipasi. Stabilitas sistem keuangan terjaga tercermin
dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Maret
2020 yang tinggi yakni 21,63%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing
Loan/NPL) yang tetap rendah yakni 2,77% (bruto) dan 1,02% (neto). Sementara itu, fungsi intermediasi
tetap menjadi perhatian sejalan dampak melemahnya permintaan domestik dan makin
berhati-hatinya perbankan dalam menyalurkan kredit akibat meluasnya COVID-19.
Pertumbuhan kredit pada Maret 2020 tetap lemah, meskipun meningkat dari 5,93%
(yoy) pada Februari 2020 menjadi 7,95% (yoy). Sejalan dengan itu, pertumbuhan
Dana Pihak Ketiga (DPK) juga belum kuat, meskipun naik dari 7,77% (yoy) pada
bulan sebelumnya menjadi 9,54% (yoy). Ke depan, Bank Indonesia tetap menempuh
kebijakan makroprudensial yang akomodatif sejalan dengan bauran kebijakan yang
telah diambil sebelumnya, termasuk berbagai upaya untuk memitigasi risiko di sektor
keuangan akibat penyebaran
COVID-19.
Kelancaran Sistem Pembayaran baik tunai maupun
nontunai tetap terjaga. Pertumbuhan Uang
Kartal Yang Diedarkan (UYD) tercatat melambat menjadi 6,3% (yoy) dipengaruhi
strategi bank yang menyimpan lebih sedikit persediaan uang kartal. Sementara
itu, transaksi nontunai menggunakan ATM, Kartu Debit, Kartu Kredit, dan Uang
Elektronik (UE) pada Maret 2020 menurun 4,7% (yoy), sejalan melambatnya
aktivitas ekonomi. Di sisi lain, transaksi UE pada Maret 2020 tetap tumbuh
tinggi yakni 67,9% (yoy), dan volume transaksi digital banking juga tumbuh lebih cepat mencapai 60,8% (yoy). Kedua
perkembangan terakhir ini dipengaruhi meningkatnya transaksi ekonomi dan
keuangan digital (EKD) di era pandemi COVID-19. Ke depan, Bank Indonesia terus
meningkatkan peran Sistem Pembayaran dalam mendukung upaya pemulihan ekonomi di
periode pandemi COVID-19. Untuk itu, Bank Indonesia terus mendorong
digitalisasi layanan keuangan dengan memperluas akses dan literasi keuangan
melalui pembayaran digital, termasuk kelanjutan dukungan BI pada penyaluran
Program Bansos Non Tunai. Sebagai persiapan menyambut Hari Raya Idul Fitri,
Bank Indonesia terus memperkuat kesiapan operasional, kelancaran, keamanan, dan
keandalan Sistem Pembayaran, baik yang diselenggarakan Bank Indonesia maupun
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, serta memastikan penyediaan Uang Layak
Edar yang higienis.
Kepala Departemen Komunikasi
Onny Widjanarko
Direktur Eksekutif