Start;Home;Fungsi Utama;Moneter;bukan default.aspx

Definisi Inflasi​​

Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. 


Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia. BPS melakukan survei untuk mengumpulkan data harga dari berbagai macam barang dan jasa yang dianggap mewakili belanja konsumsi masyarakat. Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung tingkat inflasi dengan membandingkan harga-harga saat ini dengan periode sebelumnya.

Pengukuran IHK

IHK adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi. Berdasarkan the Classification of Individual Consumption by Purpose (COICOP) 2018, IHK dikelompokkan ke dalam 11 (sebelas) kelompok pengeluaran, yaitu

  1. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau;
  2. Kelompok pakaian dan alas kaki;
  3. Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga;
  4. Kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga;
  5. Kelompok kesehatan;
  6. Kelompok transportasi;
  7. Kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan;
  8. Kelompok rekreasi, olahraga dan budaya;
  9. Kelompok pendidikan;
  10. Kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran dan
  11. Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya.​

Disagregas​i Inflasi

Selain pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan lain yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.


  1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung stabil atau persisten (persistent component) dalam pergerakannya dan dipengaruhi faktor fundamental. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi inti meliputi:

    • Interaksi permintaan-penawaran
    • Lingkungan eksternal, seperti: nilai tukar, harga komoditi internasional, dan perkembangan ekonomi global
    • Ekspektasi inflasi di masa depan.

  2. Inflasi non-inti yaitu komponen inflasi yang cenderung memiliki volatilitas yang tinggi karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti  terdiri dari:
    • Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun komoditas pangan internasional.
    • Inflasi Komponen Harga yang Diatur oleh Pemerintah (Administered Prices): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dan sejenisnya. 

Penyebab Inflasi

Penyebab inflasi dapat disebabkan oleh hal-hal berikut.

  1. Tekanan dari sisi penawaran (Cost Push Inflation) : Terjadi ketika inflasi disebabkan oleh tekanan dari sisi penawaran atau peningkatan biaya produksi.​

    Beberapa faktor penyebabnya meliputi:

    • Depresiasi nilai tukar: Jika mata uang suatu negara mengalami depresiasi terhadap mata uang asing, harga impor akan naik, sehingga meningkatkan biaya produksi dan akhirnya mendorong inflasi.
    • Dampak inflasi luar negeri: Inflasi di negara mitra dagang atau di pasar global dapat berdampak pada harga-harga impor, yang dapat meningkatkan biaya produksi di dalam negeri.
    • Peningkatan harga komoditas yang diatur Pemerintah: Jika Pemerintah mengatur harga komoditas yang penting, kenaikan harga tersebut dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi secara umum.
    • Negative supply shocks : Bencana alam atau gangguan dalam distribusi barang dan jasa dapat mengurangi penawaran, yang berpotensi menyebabkan kenaikan harga 
  2. Tekanan dari sisi permintaan (Demand Pull Inflation): Terjadi ketika inflasi disebabkan oleh tekanan dari sisi permintaan atau meningkatnya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian hal tersebut dapat mendorong kenaikan harga.

  3. Ekspektasi Inflasi: Ekspektasi inflasi adalah faktor yang dipengaruhi oleh persepsi dan harapan masyarakat serta pelaku ekonomi terhadap tingkat inflasi di masa depan. Faktor ini dapat mempengaruhi keputusan konsumen, investor, dan pelaku ekonomi lainnya.

    Ada dua jenis ekspektasi inflasi:

    • Ekspektasi inflasi adaptif: Ekspektasi inflasi yang didasarkan pada pengalaman masa lalu atau data historis.
    • Ekspektasi inflasi forward-looking: Ekspektasi inflasi yang didasarkan pada analisis dan perkiraan terhadap faktor-faktor ekonomi dan kebijakan yang mempengaruhi inflasi di masa depan.

Pentingnya Kestabilan Harga

Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai Rupiah. Keempat, kestabilan harga memiliki peran penting dalam mendukung upaya menjaga stabilitas sistem keuangan.


Sasaran Inflasi

Melalui amanat yang tercakup di Undang Undang tentang Bank Indonesia, tujuan Bank Indonesia yaitu mencapai stabilitas nilai Rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas nilai Rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. 

​​​Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai oleh Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah. Dalam upaya pencapaian tujuannya, Bank Indonesia menyadari bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi perlu diselaraskan untuk mencapai hasil yang optimal dan berkesinambungan dalam jangka panjang.

Pengendalian Inflasi​​

Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan agregat (demand management) relatif terhadap kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespons kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan dan bersifat sementara (temporer) yang akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. 

Sementara itu, inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan harga minyak dunia dan adanya gangguan panen atau banjir. Dari bobot dalam keranjang IHK, bobot inflasi yang dipengaruhi oleh faktor penawaran dan kejutan diwakili oleh kelompok Volatile Food dan Administered Prices yang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK. 

Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi relatif terbatas apabila terdapat kejutan yang sangat besar, seperti ketika terjadi kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008, sehingga menyebabkan adanya lonjakan inflasi. 

Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerja sama dan koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Lebih jauh, karakteristik inflasi Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan dari sisi penawaran memerlukan kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut. 

Dalam tataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indo​nesia telah diwujudkan dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan kementerian teknis terkait di Pemerintah seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,  Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Sekretaris kabinet, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008, pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.​

Penetapan Target Inflasi​​

Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang akan dicapai oleh Bank Indonesia dengan berkoordinasi dengan Pemerintah. Dalam Perjanjian Kerja Sama antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan,   usulan sasaran inflasi dibahas bersama dalam rapat koordinasi tingkat kementerian dan lembaga dalam TPIP dan kemudian ditetapkan oleh Pemerintah untuk kurun waktu tertentu melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK No.101/PMK.010/2021 tanggal 28 Juli 2021 tentang Sasaran Inflasi tahun 2022, tahun 2023, dan tahun 2024, sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk tiga tahun ke depan, yaitu periode 2022 – 2024, masing-masing sebesar 3,0%, 3,0%, dan 2,5%, dengan deviasi masing-masing ±1%.

Angka target inflasi dapat dilihat pada situs Bank Indonesia atau situs instansi Pemerintah lainnya seperti Kementerian Keuangan, Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, atau Kementerian PPN/Bappenas.



Baca Juga