No.22/87/DKom
Rapat Dewan
Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 November 2020 memutuskan untuk
menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi
3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,00%, dan
suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%. Keputusan ini mempertimbangkan
prakiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan
sebagai langkah lanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Bank
Indonesia tetap berkomitmen untuk mendukung penyediaan likuiditas, termasuk
dukungan Bank Indonesia kepada Pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN Tahun 2020. Di samping keputusan
tersebut, Bank Indonesia menempuh pula langkah-langkah sebagai berikut:
Melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.
Memperkuat strategi operasi moneter untuk mendukung stance kebijakan moneter akomodatif.
Mempercepat pengembangan pasar valas domestik melalui penguatan pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) untuk meningkatkan likuiditas dan mendorong pendalaman pasar keuangan sebagai implementasi Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025.
- Melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0%, Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94% dengan parameter disinsentif sebesar 0%, rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, dan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan properti sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.
- Memperkuat kebijakan makroprudensial untuk mendorong pembiayaan inklusif, khususnya kepada UMKM.
Memperkuat digitalisasi sistem pembayaran untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi melalui berbagai inisiatif transformasi digital, seperti:
- perluasan akses UMKM dan masyarakat kepada layanan ekonomi dan keuangan digital dengan dukungan kolaborasi antara bank dan fintech di seluruh Indonesia;
- perluasan akseptasi digital secara spasial dengan memperkuat sinergi kebijakan elektronifikasi keuangan dengan seluruh Pemerintah Daerah dan melanjutkan perluasan akseptasi pembayaran digital melalui kampanye Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di seluruh wilayah Indonesia.
- Mendukung pemulihan ekonomi melalui kebijakan sistem pembayaran:
- perpanjangan masa berlaku kebijakan penurunan biaya layanan SKNBI dan penurunan batas minimum pembayaran serta nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit;
- penurunan biaya layanan Sistem BI-RTGS.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus
mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan global serta penyebaran
COVID-19 dan dampaknya terhadap prospek perekonomian Indonesia dari waktu ke
waktu untuk menentukan langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan dalam
mempercepat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Koordinasi kebijakan yang
erat dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus
diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta
mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Perbaikan perekonomian
global berlanjut setelah pada triwulan III 2020 tumbuh lebih baik.
Pertumbuhan ekonomi dunia pada triwulan III 2020 di banyak negara mulai membaik
didorong oleh stimulus kebijakan dan
peningkatan mobilitas. Ekonomi Tiongkok tumbuh positif, sedangkan perbaikan
ekonomi Amerika Serikat (AS), kawasan Eropa, dan Jepang lebih tinggi dari
prakiraan awal. Sejumlah
indikator dini pada Oktober 2020 mengindikasikan berlanjutnya perbaikan ekonomi
global. Hal ini tercermin dari meningkatnya mobilitas masyakarat, berlanjutnya
ekspansi PMI manufaktur dan jasa di AS dan Tiongkok, serta membaiknya keyakinan
konsumen dan bisnis di AS dan kawasan Eropa. Ke depan, perbaikan ekonomi global
diperkirakan terus berlanjut didukung oleh
meningkatnya mobilitas masyarakat dan berlanjutnya
stimulus kebijakan. Perbaikan
ekonomi global ini mendorong kenaikan volume perdagangan dunia dan harga
komoditas yang lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya. Sementara itu,
ketidakpastian pasar keuangan global menurun didorong oleh ekspektasi positif
terhadap prospek perekonomian global dan meredanya ketidakpastian pemilu AS.
Perkembangan ini kembali meningkatkan aliran modal ke negara berkembang dan
mendorong penguatan mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi domestik
juga membaik sejalan meningkatnya realisasi stimulus fiskal dan mobilitas
masyarakat, serta membaiknya permintaan global.
Ekonomi Indonesia pada triwulan III 2020 membaik yang tercermin pada pertumbuhan sebesar 5,05% (qtq) dari kontraksi 4,19%
(qtq), atau berkurangnya kontraksi pertumbuhan menjadi 3,49% (yoy) dari
5,32% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Meningkatnya realisasi stimulus dan
membaiknya mobilitas masyarakat menopang perbaikan permintaan domestik secara
bertahap baik konsumsi maupun investasi. Sementara itu, kinerja ekspor juga membaik, didorong permintaan global
terutama dari AS dan Tiongkok. Perbaikan ekonomi domestik yang terus berlanjut
tercermin pada perkembangan positif sejumlah indikator pada Oktober 2020,
seperti mobilitas masyarakat, penjualan eceran nonmakanan dan online, PMI Manufaktur, serta pendapatan
masyarakat. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan
meningkat pada 2021 didorong oleh membaiknya perekonomian global serta
akselerasi realisasi anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kemajuan
dalam program restrukturisasi kredit, serta berlanjutnya stimulus moneter dan
makroprudensial Bank Indonesia. Bank Indonesia melalui bauran
kebijakannya akan terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dan otoritas
terkait agar berbagai kebijakan yang ditempuh semakin efektif mendorong
pemulihan ekonomi.
Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI) tetap baik sehingga mendukung ketahanan sektor
eksternal. NPI triwulan III 2020 diprakirakan mencatat
surplus, didorong oleh perbaikan transaksi berjalan dan transaksi modal dan
finansial yang kembali surplus. Surplus neraca
perdagangan meningkat yang bersumber dari perbaikan ekspor
seiring dengan pemulihan ekonomi global dan penyesuaian impor akibat permintaan
domestik yang belum kuat. Sementara itu, surplus transaksi modal dan finansial
didorong oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing sejalan dengan besarnya
likuiditas global, tingginya daya tarik aset
keuangan domestik, dan terjaganya keyakinan investor terhadap prospek
perekonomian domestik. Perkembangan positif ini berlanjut pada Oktober 2020 didukung oleh neraca perdagangan yang
kembali mencatat surplus sebesar 3,61 miliar dolar AS dan berlanjutnya aliran masuk modal asing. Pada periode Oktober hingga
16 November 2020, investasi portofolio mencatat net inflows sebesar 3,68
miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Oktober 2020
tetap tinggi, yakni 133,7 miliar dolar AS, setara pembiayaan 9,7 bulan impor
atau 9,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada
di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan,
defisit transaksi berjalan keseluruhan tahun 2020 diprakirakan tetap rendah, di
bawah 1,5% dari PDB. Pada 2021, defisit
transaksi berjalan diprakirakan tetap terkendali sehingga terus mendukung
ketahanan sektor eksternal.
Nilai tukar Rupiah menguat
didukung langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia dan berlanjutnya aliran
masuk modal asing ke pasar keuangan domestik. Nilai
tukar Rupiah pada 18 November menguat 3,94% (ptp) dibandingkan dengan level
Oktober 2020. Perkembangan ini melanjutkan penguatan pada bulan sebelumnya
sebesar 1,74% (ptp) atau 0,67% secara rerata dibandingkan dengan level
September 2020. Penguatan Rupiah didorong peningkatan aliran
masuk modal asing ke pasar keuangan domestik seiring dengan turunnya
ketidakpastian pasar keuangan global dan persepsi positif investor terhadap
prospek perbaikan perekonomian domestik. Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai
dengan 18 November 2020 mencatat depresiasi sekitar 1,33% (ytd)
dibandingkan dengan level akhir 2019. Ke depan, Bank Indonesia memandang
penguatan nilai tukar Rupiah berpotensi berlanjut seiring levelnya yang secara
fundamental masih undervalued. Hal
ini didukung defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah dan
terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko
Indonesia yang menurun, serta likuiditas global yang besar. Bank Indonesia
terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan
fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter
dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap rendah
sejalan permintaan yang belum kuat dan pasokan yang memadai.
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Oktober 2020 tercatat 0,07% (mtm) sehingga
inflasi IHK sampai Oktober 2020 tercatat 0,95% (ytd). Secara tahunan, inflasi
IHK tercatat rendah, yakni sebesar 1,44% (yoy), sedikit meningkat dari inflasi
September 2020 sebesar 1,42% (yoy). Inflasi inti
melambat sejalan pengaruh permintaan domestik yang belum
kuat, konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi
pada kisaran target, harga komoditas dunia yang rendah, dan stabilitas nilai
tukar yg terjaga. Inflasi kelompok administered prices tetap
rendah terutama didorong oleh penurunan tarif listrik dan berlanjutnya
penurunan tarif angkutan udara. Sementara itu, inflasi kelompok volatile
food meningkat karena faktor musiman akibat
kenaikan harga komoditas hortikultura seiring dengan berlalunya musim panen.
Bank Indonesia memprakirakan inflasi 2020 lebih rendah dari batas bawah target
inflasi dan kembali ke sasarannya 3,0% ± 1% pada 2021. Bank Indonesia konsisten
menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah,
baik di tingkat pusat maupun daerah, guna mengendalikan inflasi sesuai kisaran
targetnya.
Sejalan dengan kebijakan
moneter dan makroprudensial akomodatif yang ditempuh Bank Indonesia, kondisi
likuiditas tetap longgar sehingga mendorong suku bunga terus menurun dan
mendukung pembiayaan perekonomian. Hingga 17 November
2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sekitar Rp680,89 triliun,
terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155
triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp510,09 triliun. Longgarnya kondisi
likuiditas mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga
(AL/DPK) yakni 30,65% pada Oktober 2020 dan rendahnya rata-rata suku bunga PUAB
overnight, sekitar 3,29% pada Oktober
2020. Longgarnya likuiditas serta penurunan BI7DRR berkontribusi menurunkan
suku bunga deposito dan kredit modal kerja pada Oktober 2020 dari 5,18% dan
9,44% pada September 2020 menjadi 4,93% dan 9,38%. Imbal hasil SBN 10 tahun
turun dari 6,58% pada akhir Oktober 2020 menjadi 6,13% per 18 November 2020.
Dari besaran moneter, pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Oktober 2020
meningkat, yaitu sebesar 18,5% (yoy) dan 12,5% (yoy). Ke depan, ekspansi
moneter Bank Indonesia serta percepatan realisasi anggaran dan program
restrukturisasi kredit perbankan diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit
dan pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional.
Sinergi ekspansi moneter
Bank Indonesia dengan akselerasi stimulus fiskal Pemerintah dalam mendorong
pemulihan ekonomi nasional terus diperkuat. Bank
Indonesia melanjutkan komitmen untuk pendanaan APBN Tahun 2020 melalui
pembelian SBN dari pasar perdana dalam rangka pelaksanaan UU No.2 Tahun 2020,
baik berdasarkan mekanisme pasar maupun secara langsung, sebagai bagian upaya
mendukung percepatan implementasi program PEN, dengan tetap menjaga stabilitas
makroekonomi. Sampai dengan 17 November 2020, Bank Indonesia telah membeli SBN
di pasar perdana melalui mekanisme pasar sesuai dengan Keputusan Bersama
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 April 2020, sebesar
Rp72,49 triliun, termasuk dengan skema lelang utama, Greenshoe Option (GSO) dan Private Placement. Sementara
itu, realisasi pendanaan dan pembagian beban untuk pendanaan Public Goods dalam APBN Tahun 2020 oleh Bank Indonesia melalui
mekanisme pembelian SBN secara langsung sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7 Juli 2020, berjumlah Rp270,03
triliun. Selain itu, Bank Indonesia juga telah merealisasikan pembagian beban
dengan Pemerintah untuk pendanaan Non
Public Goods-UMKM sebesar Rp114,81 triliun sesuai dengan Keputusan Bersama
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7 Juli 2020. Dengan
sinergi ini, Pemerintah dapat lebih memfokuskan pada upaya akselerasi realisasi
APBN Tahun 2020 untuk mendorong pemulihan
perekonomian nasional.
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga, meskipun risiko
dari berlanjutnya dampak COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus
dicermati. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy
Ratio/CAR) perbankan triwulan III 2020 tetap tinggi yakni 23,41%, dan rasio
kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni 3,15%
(bruto) dan 1,07% (neto). Namun demikian, fungsi intermediasi dari sektor
keuangan masih lemah sejalan dengan permintaan domestik yang belum kuat dan
kehati-hatian perbankan akibat berlanjutnya pandemi COVID-19. Pertumbuhan
kredit pada triwulan III 2020 tercatat sebesar 0,12% (yoy) sedangkan
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat 12,88% (yoy). Perkembangan terkini
menunjukkan pertumbuhan kredit terkontraksi 0,47% (yoy) pada Oktober 2020,
sedangkan DPK tumbuh 12,12% (yoy). Ke depan, intermediasi perbankan
diprakirakan mulai membaik sejalan dengan prospek pemulihan ekonomi nasional. Kinerja korporasi membaik, tercermin pada peningkatan
indikator penjualan dan kemampuan bayar di mayoritas dunia usaha pada triwulan
III 2020, dan diprakirakan berlanjut didorong oleh perbaikan ekonomi domestik dan global. Bank
Indonesia akan melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif, dengan
senantiasa memperkuat sinergi dan
koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas keuangan lainnya, untuk
mendorong pemulihan kinerja intermediasi
perbankan dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi.
Transaksi Sistem Pembayaran baik tunai maupun nontunai menunjukkan peningkatan sejalan dengan perbaikan ekonomi, disertai dengan percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan. Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh meningkat dari 7,20% (yoy) pada September 2020 menjadi 14,61% (yoy) sehingga pada Oktober 2020 tercatat Rp806,8 triliun. Transaksi pembayaran menggunakan ATM, Kartu Debet, dan Kartu Kredit menunjukkan perbaikan dengan lebih rendahnya kontraksi pertumbuhan dari 5,58% (yoy) pada September 2020 menjadi 3,97% (yoy) pada Oktober 2020. Di lain pihak, transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap tumbuh positif sejalan dengan penggunaan platform dan instrumen digital di masa pandemi, serta kuatnya preferensi dan akseptasi masyarakat akan transaksi digital. Nilai transaksi UE pada Oktober 2020 tetap tumbuh positif sebesar 14,80% (yoy). Nilai transaksi digital banking mencatat pertumbuhan positif sebesar 10,50% (yoy) pada September 2020. Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan tren digitalisasi akan terus berlanjut sehingga memandang pentingnya dorongan positif bagi tren tersebut melalui percepatan implementasi Blueprint Sistem Pembayaran 2025 dan perluasan elektronifikasi keuangan di pusat dan daerah. Kebijakan Sistem Pembayaran diarahkan kepada penguatan momentum pemulihan ekonomi melalui pengurangan biaya layanan infrastruktur pembayaran dan memperkuat transformasi digital melalui penguatan kolaborasi bank dengan fintech, dan perluasan akseptasi digital di seluruh wilayah Indonesia.
Jakarta, 19 November 2020
Kepala Departemen Komunikasi
Onny Widjanarko
Direktur Eksekutif
Informasi tentang Bank Indonesia
Telp. 021-131, Email : bicara@bi.go.id