No.21/68/DKom
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,00%.
Kebijakan tersebut konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah
di bawah titik tengah sasaran dan imbal hasil investasi aset keuangan
domestik yang tetap menarik, serta sebagai langkah pre-emptive untuk
mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi
ekonomi global yang melambat. Untuk memperkuat bauran kebijakan dalam
mendorong momentum pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia melakukan
relaksasi kebijakan makroprudensial untuk meningkatkan kapasitas
penyaluran kredit perbankan dan mendorong permintaan kredit pelaku
usaha. Pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)/RIM Syariah
disempurnakan dengan menambahkan komponen pinjaman/pembiayaan yang
diterima bank, sebagai komponen sumber pendanaan bank dalam perhitungan RIM/RIM Syariah (Lampiran 1). Bank Indonesia juga melakukan pelonggaran: (i) Rasio Loan to Value / Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan Properti sebesar 5%, (ii) Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor pada kisaran 5 sampai 10%, serta (iii) Tambahan keringanan rasio
LTV/FTV untuk kredit atau pembiayaan properti dan Uang Muka untuk
Kendaraan Bermotor yang berwawasan lingkungan masing-masing sebesar 5%
(Lampiran 2). Ketentuan tersebut berlaku efektif sejak 2 Desember 2019.
Sementara itu, kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar keuangan
terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Bank
Indonesia juga memperkuat strategi operasi moneter untuk mendukung
upaya menjaga kecukupan likuiditas dan meningkatkan efisiensi pasar uang
sehingga memperkuat transmisi bauran kebijakan yang akomodatif.
Instrumen operasi moneter pasar terbuka (OPT) diseragamkan melalui
implementasi reverse repo Surat Berharga Negara (RR SBN) untuk semua
tenor mulai 7 hari sampai dengan 12 bulan, termasuk melaksanakan lelang
RR SBN tenor 12 bulan menggantikan SBI tenor 12 bulan, terhitung mulai 4
Oktober 2019. Ke depan, Bank Indonesia akan melanjutkan bauran
kebijakan yang akomodatif sejalan dengan rendahnya prakiraan inflasi,
terjaganya stabilitas eksternal, dan perlunya terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Koordinasi Bank Indonesia
dengan Pemerintah dan otoritas terkait terus diperkuat untuk
mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik, serta
meningkatkan ekspor, pariwisata, dan aliran masuk modal asing, termasuk
Penanaman Modal Asing (PMA).
Ketegangan hubungan dagang AS dan Tiongkok
yang berlanjut dan diikuti risiko geopolitik terus menekan perekonomian
dunia dan membuat ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi.
Kenaikan tarif dagang oleh AS dan Tiongkok yang terus berlangsung makin
menurunkan volume perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia.
Perekonomian AS tumbuh melambat akibat penurunan ekspor dan investasi
nonresidensial. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Eropa, Jepang, Tiongkok
dan India juga berlanjut, dipengaruhi penurunan ekspor dan kemudian
berdampak pada penurunan permintaan domestik. Perekonomian dunia yang
melambat telah mendorong harga minyak dan komoditas global kembali
menurun, yang kemudian mengakibatkan pada rendahnya tekanan inflasi.
Kondisi ini direspons banyak negara dengan melakukan stimulus fiskal dan
melonggarkan kebijakan moneter. Sementara itu, ketidakpastian pasar
keuangan global yang tetap tinggi telah mendorong pergeseran penempatan
dana global ke aset yang dianggap aman seperti obligasi Pemeritah AS dan
Jepang, serta komoditas emas, meskipun aliran modal ke negara
berkembang tetap terjadi. Dinamika ekonomi global tersebut perlu menjadi
perhatian karena dapat memengaruhi upaya mendorong pertumbuhan ekonomi
dan menjaga arus masuk modal asing sebagai penopang stabilitas
eksternal.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia turut terpengaruh kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan tersebut.
Ekspor diperkirakan belum membaik seiring permintaan global dan harga
komoditas yang menurun, meskipun beberapa produk ekspor manufaktur
seperti kendaraan bermotor tetap tumbuh positif. Kondisi ini berdampak
pada belum kuatnya pertumbuhan investasi, khususnya investasi
nonbangunan, sementara pertumbuhan investasi bangunan cukup baik
didorong oleh pembangunan proyek strategis nasional. Konsumsi swasta
tumbuh terbatas, meskipun konsumsi rumah tangga tumbuh stabil didukung
oleh penyaluran bantuan sosial pemerintah. Ke depan, bauran kebijakan
yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah diprakirakan dapat menjaga
momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga berada di bawah titik
tengah kisaran 5,0-5,4% pada 2019 dan meningkat menuju titik tengah
kisaran 5,1-5,5% pada tahun 2020.
Neraca Pembayaran Indonesia triwulan III 2019 diprakirakan tetap baik sehingga menopang ketahanan eksternal.
Perkembangan ini didukung surplus transaksi modal dan finansial dalam
bentuk PMA dan investasi portofolio. Arus masuk investasi portofolio
pada Juli-Agustus 2019 tercatat 3,5 miliar dolar AS didorong prospek
perekonomian nasional yang baik dan daya tarik investasi aset keuangan
domestik yang tinggi. Sementara itu, defisit transaksi berjalan
diperkirakan tetap terjaga, dipengaruhi oleh permintaan impor yang
menurun sejalan dengan penyesuaian ekonomi domestik yang belum kuat,
ditengah menurunnya ekspor dari dampak melambatnya ekonomi global.
Posisi cadangan devisa Indonesia tetap kuat, yang pada akhir Agustus
2019 tercatat 126,4 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 7,4 bulan
impor atau 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah,
serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan
impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan 2019 dan 2020 diprakirakan
tetap terkendali dalam kisaran 2,5%–3,0% PDB dan ditopang aliran masuk
modal asing yang tetap besar. Bank Indonesia akan terus memperkuat
sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk
meningkatkan ketahanan eksternal, termasuk berupaya mendorong
peningkatan PMA.
Nilai tukar Rupiah menguat sejalan dengan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia yang tetap baik. Pada September 2019, Rupiah mencatat apresiasi 0,9% secara point to point (ptp) dan 1,0% secara rerata dibandingkan
dengan level Agustus 2019. Dengan perkembangan tersebut Rupiah sejak
awal tahun sampai dengan 18 September 2019 tercatat menguat 2,3% (ytd).
Perkembangan ini ditopang oleh bekerjanya mekanisme permintaan dan
pasokan valas dari para pelaku usaha, di samping aliran masuk modal
asing. Ke depan, Bank Indonesia memandang nilai tukar Rupiah tetap
stabil sesuai dengan mekanisme pasar yang terjaga. Prakiraan ini
ditopang prospek aliran masuk modal asing ke Indonesia yang tetap
terjaga seiring prospek ekonomi domestik yang baik dan imbal hasil yang
menarik, serta dampak positif kebijakan moneter longgar di negara maju.
Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar dan memperkuat
pembiayaan domestik, Bank Indonesia terus mengakselerasi pendalaman
pasar keuangan, baik di pasar uang maupun valas, termasuk melalui
penerbitan ketentuan Penyelenggaraan Central Counterparty (CCP) Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar Over-The-Counter dan Penyelenggara Sarana Pelaksanaan Transaksi di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (Market Operator).
Inflasi tetap terkendali pada level yang rendah dan stabil. Inflasi IHK pada Agustus 2019 tercatat 0,12% (mtm),
menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,31%
(mtm). Secara tahunan, inflasi Agustus 2019 tercatat 3,49% (yoy),
sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar
3,32% (yoy). Inflasi yang terkendali didukung oleh inflasi inti yang
tetap terjaga didukung ekspektasi inflasi yang baik seiring dengan
konsistensi kebijakan Bank Indonesia menjaga stabilitas harga,
permintaan agregat yang terkelola baik, dan pengaruh harga global yang
minimal. Kenaikan inflasi inti pada beberapa bulan terakhir lebih banyak
dipengaruhi kenaikan harga emas global serta dampak lanjutan inflasi volatile food yang sempat meningkat. Perkembangan terkini menunjukkan inflasi kelompok volatile food telah melambat, seiring dengan terjaganya pasokan bahan pangan. Sementara itu, kelompok administered prices
kembali mencatat deflasi dipengaruhi oleh penurunan tarif angkutan,
terutama angkutan udara akibat implementasi strategi maskapai pada masa
low season. Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas
harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di
tingkat pusat maupun daerah, guna memastikan terkendalinya inflasi.
Inflasi 2019 diprakirakan berada di bawah titik tengah kisaran
sasarannya 3,5±1% dan terjaga dalam kisaran sasaran 3,0±1% pada 2020.
Transmisi kebijakan moneter tetap baik
didukung kecukupan likuiditas perbankan yang memadai serta pasar uang
yang tetap stabil dan efisien. Likuiditas di Pasar Uang Antar
Bank (PUAB) terjaga yang tercermin pada rerata harian volume PUAB pada
Agustus 2019 yang tetap tinggi sebesar Rp20,03 triliun. Likuiditas
perbankan juga tetap baik, antara lain terlihat pada rasio Alat Likuid
terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 19,7% pada Juli 2019,
meningkat dari 19,1% pada Juni 2019. Kondisi ini berkontribusi positif
pada suku bunga PUAB O/N sebagai sasaran operasional kebijakan moneter
yang bergerak di kisaran level suku bunga kebijakan sebesar 5,50% pada
Agustus 2019. Rerata tertimbang suku bunga deposito juga menurun 10 bps
dibandingkan dengan level Juli 2019 sehingga tercatat 6,70% pada Agustus
2019. Suku bunga kredit juga mulai menurun terutama pada kredit
investasi dan kredit modal kerja. Sementara itu, pertumbuhan uang
beredar dalam arti sempit (M1) dan uang beredar dalam arti luas (M2)
pada Juli 2019 masing-masing tercatat 7,4% dan 7,8% sejalan dengan pola
pertumbuhan ekonomi. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memastikan
kecukupan likuiditas dan meningkatkan efisiensi pasar uang, serta
memperkuat transmisi kebijakan moneter yang akomodatif.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga,
disertai dengan risiko kredit yang terkendali dan fungsi intermediasi
yang tetap berlanjut. Perkembangan ini tercermin dari rasio
kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Juli 2019 yang
tetap tinggi yakni 23,1%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing
Loan/NPL) yang tetap rendah yakni 2,6% (gross) atau 1,2% (net).
Sementara itu, pertumbuhan kredit sedikit melambat dari 9,9% (yoy) pada
Juni 2019 menjadi 9,6% (yoy) pada Juli 2019, terutama dipengaruhi
terbatasnya permintaan kredit korporasi. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
(DPK) pada Juli 2019 sebesar 8,0% (yoy), meningkat dibandingkan dengan
pertumbuhan Juni 2019 sebesar 7,4% (yoy). Stabilitas sistem keuangan
yang terjaga juga ditopang kinerja korporasi go public yang
tetap baik seiring kemampuan membayar yang tetap sehat. Bank Indonesia
memandang bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial yang
akomodatif dapat mendorong pertumbuhan kredit tanpa mengganggu
stabilitas sistem keuangan. Pertumbuhan kredit perbankan diprakirakan dalam kisaran 10-12% (yoy) pada 2019 dan 11-13% (yoy) pada 2020, sementara DPK diprakirakan dalam kisaran 7-9% (yoy) pada 2019 dan 8-10% (yoy) pada 2020.
Kelancaran Sistem Pembayaran tetap terjaga baik tunai maupun nontunai.
Pertumbuhan Uang Tunai Yang Diedarkan (UYD) Agustus 2019 tercatat 4,5%
(yoy), sementara transaksi pembayaran nontunai menggunakan ATM-Debit,
Kartu Kredit, dan Uang Elektronik (UE) posisi Juli 2019 tumbuh 14,6%,
didominasi oleh instrumen ATM-Debit dengan pangsa 94,0%. Pertumbuhan
transaksi UE Juli 2019 tetap tinggi mencapai 261,2% (yoy),
mengindikasikan preferensi masyarakat terhadap penggunaan uang digital
yang terus menguat dan tendensi integrasi UE dalam ekosistem digital
yang meluas. Bank Indonesia senantiasa meningkatkan peran untuk
terselenggaranya kelancaran Sistem Pembayaran dalam mendukung
pengembangan ekonomi dan keuangan digital. Pada tanggal 1 September
2019, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan kebijakan operasional
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) guna meningkatkan
kecepatan dan efisiensi masyarakat dalam melakukan transaksi transfer
dana. Penguatan elektronifikasi juga terus dilakukan dengan memperkuat
koordinasi lintas otoritas untuk mengoptimalkan penyaluran dan
penyerapan bansos nontunai, integrasi moda transportasi, elektronifikasi
pedagang di pasar tradisional, dan transaksi keuangan Pemda.
Jakarta, 19 September 2019
DEPARTEMEN KOMUNIKASI
Onny Widjanarko
Direktur Eksekutif