PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan III 2025 melambat dengan pertumbuhan sebesar 3,36% (yoy), lebih rendah dibandingkan 3,94% (yoy) pada triwulan II 2025. Perlambatan ini bersumber dari menurunnya kinerja investasi serta berlanjutnya kontraksi belanja pemerintah, di tengah perbaikan konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri yang tumbuh signifikan. Dari sisi Lapangan Usaha (LU), perlambatan terjadi pada beberapa sektor utama, dipengaruhi oleh penurunan produksi hasil panen, berkurangnya mobilitas masyarakat dan kargo, serta terbatasnya pengerjaan proyek fisik. Secara spasial, kinerja ekonomi Sumatera Barat juga tercatat lebih rendah dibandingkan Sumatera yang tumbuh 4,90% (yoy) maupun nasional yang tumbuh 5,04% (yoy).
KEUANGAN PEMERINTAH
Realisasi pendapatan dan belanja Provinsi Sumatera Barat pada triwulan III 2025 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan III 2024. Realisasi pendapatan daerah tercatat senilai Rp4,49 triliun atau sebesar 73,02% dari target yang dipengaruhi oleh turunnya realisasi Pendapatan Transfer dan PAD. Sementara itu, realisasi belanja Provinsi Sumatera Barat juga mencatatkan penurunan dari Rp3,79 triliun pada triwulan III 2024 menjadi Rp3,52 triliun pada triwulan laporan. Turunnya realisasi belanja disebabkan oleh penurunan realisasi Belanja Operasi, Belanja Modal, Belanja Tidak Terduga, dan Belanja Transfer.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Inflasi Sumatera Barat pada triwulan III 2025 sebesar 4,22% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2025 yang sebesar 0,45% (yoy). Akselerasi laju inflasi tersebut dipengaruhi oleh laju peningkatan harga komoditas pagnan, khususnya cabai merah, akibat gangguan pasokan dari sentra lokal. Selain itu, harga emas perhiasan juga menyumbang inflasi sejalan dengan kenaikan harga emas dunia. Di sisi lain, permintaan masyarakat yang lebih moderat dibandingkan dengan tahun 2024 mendukung realisasi inflasi triwulan III 2025 terjaga. Lebih lanjut, TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota terus memperkuat sinergi pengendalian inflasi.
PEMBIAYAAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN, DAN UMKM
Kinerja pembiayaan/kredit di Sumatera Barat pada triwulan III 2025 melambat, namun kualitas tetap terjaga. Penyaluran kredit Sumatera Barat tercatat senilai Rp78,20 triliun dengan laju pertumbuhan 0,25% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2025 senilai Rp78,25 triliun dengan laju 1,70% (yoy). Dari sisi risiko, kualitas kredit tetap baik meskipun meningkat dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) sebesar 2,43% atau berada di bawah ambang batas 5%.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Sejalan dengan perlambatan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan III 2025, aktivitas sistem pembayaran non tunai dan tunai turut mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari menurunnya transaksi baik di segmen besar maupun ritel, selaras dengan moderasi permintaan domestik. Transaksi sistem pembayaran non tunai melalui BI-RTGS kembali mencatatkan kontraksi baik dari sisi nominal maupun volume, meski intensitasnya tidak sedalam triwulan sebelumnya.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH
Kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Barat secara keseluruhan menunjukkan perbaikan, tercermin dari meningkatnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menjadi 71,34% serta menurunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menjadi 5,62% meskipun masih di atas rata-rata TPT nasional (4,85%). Sebagian besar tenaga kerja di Sumatera Barat bekerja di lapangan usaha pertanian sebesar 35,62% yang mengalami peningkatan pada Agustus 2025. Lebih lanjut, sebagian besar pekerja masih didominasi sektor informal (64,34%).
Kesejahteraan petani Sumatera Barat pada triwulan III 2025 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini terutama didorong oleh subsektor hortikultura dan tanaman pangan sejalan dengan peningkatan harga jual komoditas. Di sisi lain, subsektor perkebunan rakyat justru mencatatkan penurunan dari 159,32 menjadi 157,40. Sementara subsektor perikanan masih dalam kondisi defisit, namun mengalami perbaikan dari 97,73 pada triwulan II 2025 menjadi 99,28 pada triwulan III 2025. Secara umum, peningkatan NTP didorong oleh laju peningkatan harga diterima petani (It) yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan harga dibayar petani (lb).
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Perekonomian Sumatera Barat pada tahun 2025 diprakirakan tumbuh dan berada pada kisaran 3,5% (yoy) – 4,3% (yoy), didukung oleh permintaan domestik serta pemulihan sektor pertanian yang turut menopang industri pengolahan. Pertumbuhan juga didukung dari sektor pariwisata dan operasionalisasi JTTS seksi Padang–Sicincin di tengah terjaganya harga dan permintaan global yang menjadi dorongan ekspor. Namun demikian, prospek ekonomi masih dibayangi ketidakpastian global, risiko cuaca, serta bencana alam yang berpotensi memengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat.
Laju inflasi Sumatera Barat pada tahun 2025 diprakirakan meningkat dibandingkan dengan realisasi tahun 2024. Namun, inflasi diprakirakan tetap terjaga berada pada rentang sasaran inflasi 2,5±1% (yoy). Peningkatan inflasi terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga emas perhiasan yang sejalan dengan tren kenaikan harga emas global akibat tingginya ketidakpastian ekonomi dan keuangan dunia. Risiko gangguan produksi komoditas pangan strategis di beberapa sentra produksi lokal maupun nasional pada akhir tahun juga berpotensi memberikan tekanan terhadap inflasi pangan. Laju inflasi juga didorong oleh penyesuaian atas sejumlah harga yang diatur pemerintah, seperti harga jual eceran rokok dan PDAM. Sebagai upaya pengendalian inflasi terjaga dalam sasaran pada tahun 2025, TPID Sumatera Barat berkomitmen melanjutkan berbagai strategi pengendalian inflasi daerah berdasarkan pada kerangka 4K (Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif) serta peningkatan efektivitas Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).