Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
Kinerja ekonomi Bali pada triwulan IV 2018 mengalami akselerasi kinerja dibanding triwulan III-2018. Ekonomi Bali tercatat tumbuh sebesar 7,59% (yoy) di periode triwulan laporan, lebih tinggi dibanding triwulan III 2018 yang sebesar 6,15% (yoy) dan jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan IV 2017 sebesar 4,01% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan IV 2018, juga lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Nasional di periode yang sama sebesar 5,18% (yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan kinerja ekonomi Bali tersebut didorong oleh meningkatnya kinerja komponen konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor luar negeri. Sementara dari sisi penawaran, didorong oleh meningkatnya kinerja empat lapangan usaha utama Bali, yaitu lapangan usaha akomodasi makan dan minum; pertanian; perdagangan besar dan eceran; serta industri pengolahan. Akselerasi kinerja ekonomi Bali tersebut, didorong oleh beberapa faktor yaitu, i) base effect melambatnya perekonomian Bali pada triwulan IV 2017 akibat peningkatan aktivitas vulkanis Gunung Agung; ii) peningkatan ekspor, baik ekspor jasa yang tercermin pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara maupun ekspor barang ke luar negeri maupun ekspor barang luar negeri; iii) peningkatan luas panen dan produksi padi pada triwulan laporan; iv) penyelenggaraan IMF WB Annual Meeting 2018; dan v) perayaan hari besar keagamaan (Galungan dan Natal) serta Tahun Baru 2019.
Ekonomi Bali di tahun 2018 mengalami akselerasi kinerja dengan tumbuh sebesar 6,35% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,57% (yoy). Capaian kinerja ekonomi Bali tersebut, juga lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Nasional tahun 2018 sebesar 5,17% (yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi kinerja ekonomi Bali tersebut didorong oleh meningkatnya kinerja komponen konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor luar negeri. Sementara itu untuk sisi penawaran, peningkatan kinerja ekonomi Bali didorong oleh meningkatnya kinerja empat lapangan usaha utama Bali, yaitu lapangan usaha pertanian; konstruksi; industri pengolahan, transportasi dan pergudangan.
Dari berbagai prompt indikator yang ada, kinerja ekonomi Bali pada triwulan I 2019 diprakirakan tetap tumbuh kuat, meskpun cenderung melambat, dengan kisaran 6,10%-6,50% (yoy). Beberapa faktor penyebab perlambatan tersebut adalah: i) telah berakhirnya periode pariwisata Bali; ii) prakiraan melambatnya kinerja ekonomi mitra dagang utama dunia, terutama Amerika Serikat dan Australia; iii) telah selesainya pengerjaan sebagian besar proyek konstruksi yang terkait dengan IMF-WB AM 2018.
Dari sisi permintaan, prakiraan melambatnya kinerja ekonomi Bali terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja komponen konsumsi rumah tangga, ekspor luar negeri dan investasi. Sementara itu, dari sisi penawaran perlambatan diprakirakan disebabkan oleh melambatnya seluruh lapangan usaha utama ekonomi Bali yaitu lapangan usaha akomodasi makan dan minum, pertanian, transportasi, konstruksi, industri pengolahan serta perdagangan besar dan eceran.
Keuangan Pemerintah
Realisasi belanja pemerintah (APBN, APBD Provinsi Bali dan APBD gabungan 9 kabupaten/kota) pada tahun 2018 tercatat sebesar Rp35,99 triliun atau meningkat 5,24% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan realisasi belanja pemerintah tahun 2017 yang sebesar 12,43% (yoy) atau tercatat Rp34,20 triliun. Melambatnya pertumbuhan realisasi belanja pemerintah tersebut, disebabkan oleh melambatnya semua pertumbuhan komponen realisasi belanja yaitu APBN dan APBD 9 kabupaten/kota, bahkan APBD Provinsi mengalami penurunan realisasi belanja. Adanya kebijakan rasionalisasi (penghematan) anggaran belanja pada tingkat provinsi di tahun 2018 untuk membiayai peningkatan defisit 2019 dan tidak terealisasinya target PAD pada beberapa daerah, akibat melambatnya pertumbuhan jumlah kunjungan wisman, menjadi beberapa faktor yang menahan laju pertumbuhan realisasi belanja pemerintah tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan persentase realisasi belanja pemerintah di 2018 hanya mencapai 87,15%, jauh lebih rendah dibandingkan realisasi belanja 2017 yang sebesar 90,94%.
Pada sisi yang lain, realisasi pendapatan pemerintah (APBD Provinsi Bali dan APBD gabungan 9 kabupaten/kota) pada tahun 2018 tercatat sebesar Rp24,29 triliun atau tumbuh 2,53% (yoy), tumbuh melambat dibanding tahun 2017 sebesar 10,95% (yoy) atau Rp23,69 triliun. Kondisi ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan realisasi pendapatan terutama pada level kabupaten/kota, akibat rendahnya pencapaian realisasi PAD. Dengan kondisi tersebut, persentase realisasi pendapatan pemerintah pada tahun 2018 hanya mencapai 90,03%, lebih rendah dibanding tahun 2017 yang sebesar 97,31%.
Perkembangan Inflasi Daerah
Realisasi inflasi Provinsi Bali pada triwulan IV 2018 tercatat sebesar 3,13% (yoy), melandai dibanding triwulan III 2018 yang sebesar 3,60% (yoy). Capaian inflasi Bali pada periode laporan sama dengan realisasi inflasi Nasional yang juga mencapai 3,13% (yoy). Melandainya realisasi inflasi tersebut terjadi disebabkan oleh melandainya tekanan inflasi pada kelompok volatile food dan kelompok core inflation, sementara kelompok administered price menunjukkan peningkatan. Inflasi Bali pada tahun 2018 yang sebesar 3,13% (yoy), masih lebih rendah dibanding inflasi tahun 2017 sebesar 3,32% (yoy). Capaian inflasi tahun 2018 tersebut masih berada dalam sasaran inflasi Nasional 2018, yaitu 3,5%±1% (yoy).
Terjaganya inflasi di Provinsi Bali didukung oleh solidnya upaya pengendalian inflasi yang dilakukan Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah serta stakeholder terkait lainnya dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Namun demikian, masih terdapat beberapa potensi risiko yang dapat mendorong terjadinya peningkatan harga, yaitu tetap tingginya tarif angkutan udara yang akan memberikan tekanan pada inflasi kelompok administered price dan frekuensi curah hujan yang tinggi serta gelombang laut yang tinggi serta ketergantungan pasokan bahan pangan pada daerah lain berpotensi mendorong peningkatan inflasi pada kelompok volatile food. Inflasi Bali pada triwulan I 2019 diprakirakan akan melandai dibanding inflasi triwulan IV 2018, yaitu dalam kisaran 2,30%-2,70% (yoy). Kondisi tersebut diaharapkan dapat menjaga inflasi Bali tahun 2019 untuk berada pada dalam sasaran inflasi Nasional sesuai PMK No.93/PMK.011/2014, yaitu sebesar 3,5%±1% (yoy).
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Sejalan dengan akselerasi kinerja konsumsi rumah tangga (PDRB) pada triwulan IV 2018, kredit kelompok rumah tangga (perseorangan) diperiode yang sama juga terakselerasi dengan tumbuh sebesar 6,26% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan III 2018 sebesar 6,01% (yoy). Seiring dengan akselerasi tersebut, kualitas kredit juga menunjukkan perbaikan tercermin oleh nilai NPL pada triwulan IV 2018 sebesar 2,26%, lebih rendah dibanding triwulan III 2018 sebesar 2,70%.
Akselerasi kinerja ekonomi Bali pada triwulan IV 2018, belum dapat menjadi pendorong kinerja kredit korporasi. Pada triwulan IV 2018 kredit korporasi mengalami kontraksi sebesar 0,38% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan III 2018 yang tumbuh sebesar 3,10% (yoy). Kondisi ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas kredit korporasi menjadi 7,59% dari triwulan III 2018 yang sebesar 5,60%.
Perkembangan kredit UMKM menunjukkan perlambatan pada triwulan IV 2018. Kredit UMKM tumbuh sebesar 6,81% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan III 2018 yang sebesar 7,95% (yoy). Meskipun tumbuh melambat, namun kualitas kredit UMKM mengalami perbaikan, tercermin dari nilai NPL pada triwulan IV 2018 yang sebesar 3,28% dibanding 3,89% di triwulan III 2018.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Perkembangan kinerja transaksi tunai pada triwulan IV 2018 di Provinsi Bali menunjukkan terjadinya net outflow (uang yang keluar dari Bank Indonesia melalui perbankan lebih besar dibanding uang yang masuk) sebesar Rp1,54 triliun. Terjadinya net outflow dalam jumlah yang signifikan, didorong oleh adanya perayaan HBKN (Natal, Galungan dan Tahun Baru), pelaksanaan IMF-WB AM 2018 dan akselerasi jumlah kunjungan wisman.
Transaksi melalui SKNBI menurun dibanding triwulan sebelumnya, baik secara nominal maupun volume. Pada triwulan IV 2018, volume transaksi melalui SKNBI tercatat sebanyak 510 ribu lembar atau terkontraksi 10,29% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan III 2018 yang terkontraksi 4,30% (yoy). Sementara itu, nominal transaksi melalui SKNBI tercatat sebesar Rp14,60 triliun atau turun sebesar 3,15% (yoy) pada triwulan IV 2018, lebih rendah dibanding triwulan III 2018 yang tumbuh sebesar 0,26% (yoy).
Perkembangan nominal transaksi penyelenggara KUPVA BB di Provinsi Bali pada triwulan IV 2018 menunjukkan terjadinya peningkatan dengan tumbuh sebesar 0,16% (yoy) atau dengan nilai nominal sebesar Rp8,92 triliun (beli Rp4,42 triliun, jual Rp4,50 triliun), lebih tinggi dibanding triwulan III 2018 yang turun sebesar 9,87% (yoy). Peningkatan nilai transaksi KUPVA pada triwulan IV 2018 tersebut, sejalan dengan akselerasi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Bali dan juga didorong oleh pelaksanaan IMF-WB AM 2018.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Secara umum kondisi ketenagakerjaan Provinsi Bali di Agustus 2018 menunjukkan kinerja yang semakin baik. Jumlah angkatan kerja di Bali pada Agustus 2018 mengalami peningkatan menjadi 2,52 juta orang atau meningkat 3,73% (yoy) dibanding Agustus 2017. Kondisi ini juga diikuti oleh peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 76,78%, lebih tinggi dibanding Agustus 2017 sebesar 75,24%. Peningkatan angkatan kerja dan TPAK pada periode Agustus 2018 tersebut, berdampak pada penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), yaitu dari 1,48% (Agustus 2017) menjadi 1,37% (Agustus 2018). Prospek ketenagakerjaan Bali pada triwulan IV 2018 masih dalam kondisi yang kuat, terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan hasil Survei Konsumen (SK) periode triwulan IV 2018.
Tingkat kemiskinan Bali pada September 2018 mengalami penurunan menjadi sebesar 3,91%, menurun dibanding September 2017 yang sebesar 4,14%. Sejalan dengan kondisi tersebut, gini ratio Bali juga mengalami penurunan dari 0,379 pada September 2017 menjadi 0,364 pada September 2018. Sejalan dengan kondisi tersebut, indeks Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali yang menjadi salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani, menunjukkan peningkatan pada tri¬wulan IV 2018 yaitu sebesar 103,87, lebih tinggi dibanding triwulan III 2018 yang sebesar 103,28. Kondisi ini mengindikasikan peningkatan kesejahteraaan masyarakat, khususnya di wilayah pedesaan.
Prospek Perekonomian Daerah
Berdasarkan dari prompt indikator yang ada, Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan II 2019 diprakirakan pada kisaran 6,20%-6,60% (yoy), mengalami akselerasi dibanding triwulan I 2019. Dari sisi permintaan, akselerasi kinerja ekonomi Bali diprakirakan akan didorong oleh meningkatnya kinerja komponen utama yang terkait dengan bidang usaha pariwisata yaitu ekspor luar negeri, sejalan dengan mulai masuknya periode season pariwisata Bali, setelah triwulan sebelumnya tumbuh melambat. Sementara itu sesuai pola historisnya, memasuki triwulan II 2019, realisasi belanja pemerintah mulai menunjukkan peningkatan sejalan dengan telah selesainya beberapa tahapan pengadaan, sehingga realisasi belanja barang dan jasa, belanja modal serta belanja pegawai diprakirakan akan meningkat, khususnya yang menggunakan APBD (provinsi dan kabupaten/kota). Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja ekonomi Bali diprakirakan didorong oleh akselerasi kinerja 4 lapangan usaha utama, yaitu lapangan usaha penyediaan akomodasi makan dan minum, perdagangan besar dan eceran, transportasi dan pergudangan serta industri pengolahan.
Dengan mencermati perkembangan ekonomi, prompt indikator dan hasil suvei serta liaison terakhir, perekonomian Provinsi Bali untuk keseluruhan tahun 2019 diprakirakan tetap akan tumbuh kuat, meskipun cenderung melambat yaitu dalam kisaran 6,10%-6,50% (yoy). Dari sisi permintaan, melambatnya kinerja ekonomi Bali terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja komponen investasi. Sementara dari sisi penawaran, melambatnya kinerja ekonomi Bali disebabkan oleh akselerasi 3 lapangan usaha utama ekonomi Bali, yaitu lapangan usaha pertanian, industri pengolahan dan konstruksi. Sementara itu, lapangan usaha transportasi dan pergudangan, perdagangan besar dan eceran serta lapangan usaha akomodasi makan dan minum diprakirakan akan mengalami akselerasi dibanding tahun 2018.
Inflasi Bali pada triwulan II 2019 diprakirakan akan meningkat dibanding triwulan sebelumnya pada kisaran 3,00%-3,40% (yoy). Hal ini didorong oleh masuknya periode peak season pariwisata di Bali dan pelaksanaan pemilihan umum legislatif serta pemilihan presiden. Selain itu adanya beberapa perayaaN HBKN juga berpotensi menjadi pendorong peningkata inflasi di periode tersebut. Meskipun terdapat resiko kenaikan inflasi, namun melalui koordinasi dan kerjasama dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah, tingkat inflasi Bali pada triwulan II 2019 diprakirakan dapat tetap terkendali, sejalan dengan upaya TPID se-Provinsi Bali melaksanakan beberapa program dan kebijakan dalam pengendalian inflasi daerah.
Secara keseluruhan, inflasi Bali tahun 2019 diprakirakan akan mengalami peningkatan dan berada dalam kisaran 3,40%-3,80% (yoy), lebih tinggi dibanding realisasi inflasi tahun 2018 yang sebesar 3,13% (yoy). Meskipun demikian, prakiraan inflasi tersebut masih masuk dalam rentang sasaran inflasi nasional sebesar 3,5%±1% (yoy), sebagaimana tercantum dalam PMK No.93/PMK.011/2014 tentang Sasaran Inflasi. Berdasarkan disagregasinya, peningkatan tekanan inflasi pada tahun 2019 terutama bersumber dari hampir semua kelompok pengeluaran, terutama kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Meskipun demikian, tendensi kenaikan tekanan inflasi tahun 2019 tersebut telah diantisipasi oleh TPID se-Provinsi Bali, mengacu pada roadmap pengendalian inflasi serta didukung komitmen & koordinasi TPID dalam menjaga ketersediaan pangan.