Secara keseluruhan, realisasi belanja pemerintah pada triwulan II tahun 2017 tercatat sebesar Rp11,13 triliun, atau tumbuh sebesar 4,15% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2016 atau secara nominal meningkat sebesar Rp444 miliar. Berdasarkan strukturnya, porsi terbesar realisasi belanja dikontribusikan oleh APBD tingkat kabupaten/kota, kemudian belanja satuan kerja dan lembaga vertikal yang menggunakan APBN di Bali dan APBD Provinsi Bali. Realisasi belanja pemerintah kabupaten/kota pada triwulan II 2017, tercatat sebesar Rp5,56 triliun atau meningkat sebesar 0,94% (yoy) dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah Provinsi Bali pada triwulan II 2017, tercatat sebesar Rp1,73 triliun atau turun -4,03% (yoy). Seiring dengan perlambatan realisasi belanja baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota pada triwulan II 2017, persentase realisasi belanja terhadap pagu juga mengalami penurunan. Perkembangan realisasi belanja di Provinsi Bali pada triwulan II 2017 baru mencapai 26,04%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 31,05%. Sementara itu persentase realisasi belanja terhadap pagu anggaran di tingkat kabupaten/kota baru mencapai 29,49% pada triwulan II 2017, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 30,10%. Sedangkan realisasi belanja yang menggunakan anggaran APBN pada triwulan laporan telah mencapai 38,59%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 38,18%.
Perkembangan Inflasi Daerah
Inflasi Bali pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 4,02% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 4,4% (yoy) dan inflasi nasional yang tercatat sebesar 4,37% (yoy). Namun demikian, pencapaian tersebut masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,96% (yoy). Tekanan inflasi tertinggi dialami kota Denpasar dengan laju inflasi sebesar 4,05% (yoy), sedangkan kota Singaraja mengalami inflasi yang lebih landai sebesar 3,90% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, peningkatan tekanan inflasi pada triwulan laporan terutama didorong oleh kelompok administered prices dan volatile food. Sementara itu kelompok inti menunjukkan pergerakan pada level moderat. Dengan demikian, pencapaian inflasi Bali pada triwulan II 2017 masih sejalan dengan sasaran inflasi berdasarkan PMK No.93/PMK.011/2014 sebesar 4%±1%. Terjaganya inflasi di Provinsi Bali, didukung dengan semakin solidnya upaya pengendalian inflasi yang dilakukan Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah melalui forum Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Namun demikian, ke depan masih perlu diperhatikan beberapa potensi risiko seiring penyesuaian harga pada kelompok administered prices dan peningkatan permintaan terhadap komoditas pangan strategis. Berdasarkan realisasi inflasi sampai dengan Juli 2017, inflasi Provinsi Bali triwulan III 2017 diperkirakan melandai mencapai 2,90%-3,30% (yoy), seiring dengan berkurangnya frekuensi hari raya keagamaan serta berarkhirnya peak season pariwisata pada akhir triwulan III 2017 serta terjaganya tingkat harga komoditas administered prices.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Pada triwulan II 2017, stabilitas sistem keuangan Bali masih cukup terjaga, terutama dari ketahanan sektor rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih cukup tinggi, perilaku berutang yang masih normal, dan risiko kredit yang masih terjaga, berdampak minimal pada kerentanan sistem keuangan. Dari sisi sektor korporasi, meskipun eksposur kredit perbankan pada sektor ini hanya sebesar 31,17% dari total kredit di Bali, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi tetap perlu diwaspadai. Hal tersebut mengingat nilai NPL korporasi (5,27%) yang masih melampaui threshold 5% walaupun telah mengalami perbaikan dibanding dengan triwulan sebelumnya (6,26%). Meskipun demikian, masih kuatnya kinerja ekonomi domestik mendukung kondisi ketahanan stabilitas keuangan di Bali. Perkembangan penyaluran kredit UMKM masih menunjukkan pertumbuhan yang tinggi, meskipun sedikit melambat yaitu dari tumbuh sebesar 14,20% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi sebesar 11,18% (yoy) pada periode laporan. Perlambatan laju penyaluran kredit UMKM terjadi untuk semua sektor, terutama di sektor jasa-jasa yang semula tercatat tumbuh sebesar 38,3% (yoy) menjadi 28,6% (yoy) pada triwulan II 2017. Sementara itu, sektor PHR yang merupakan sektor dengan pangsa kredit terbesar (70,69%) turut mengalami sedikit perlambatan, yaitu dari 13,9% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 11,6% (yoy) pada periode laporan. Penurunan pertumbuhan kredit UMKM pada periode laporan, sejalan dengan kualitas kredit yang juga mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari rasio NPL kredit UMKM yang meningkat dari 2,38% menjadi sebesar 4,01% pada triwulan II 2017. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus mengingat rasio NPL kredit UMKM semakin mendekati batasan maksimal 5%.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaraan dan Pengelolaan Uang Rupiah
Aktivitas transaksi sistem pembayaran tunai Provinsi Bali pada triwulan II 2017 berada pada posisi net outflow (Rp1,95 triliun) sesuai dengan pola musimannya. Adapun penggunaan sistem pembayaran non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) tertahan pada triwulan II 2017. SKNBI kembali melanjutnya tren pertumbuhan negatif dibanding periode sebelumnya, baik secara nominal maupun volume. Secara nominal, perputaran kliring hanya sejumlah Rp13,37 triliun, turun dibanding triwulan I 2017 senilai Rp16,27 triliun maupun dibandingkan dengan triwulan II 2016 senilai Rp21,4 triliun. Apabila dibandingkan dengan triwulan II 2016, nominal kliring tercatat turun sebesar -37,6% dan turun sebesar -17,8% dibanding dengan triwulan I 2017. Sejalan dengan nominal transaksi, pertumbuhan volume transaksi kliring juga turun menjadi -20,4% (yoy) pada triwulan II 2017. Persentase penurunan di nominal dan volume pada triwulan laporan adalah yang terbesar sejak tahun 2014. Sementara itu, total transaksi jual-beli valas pada triwulan II 2017 mencapai Rp8,1 triliun, naik 3,4% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Rp7,79 triliun). Dari total transaksi valas pada periode laporan, transaksi pembelian dan penjualan valas masing-masing tercatat sebesar Rp4,02 triliun dan Rp4,04 triliun.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Secara umum sektor ketenagakerjaan Provinsi Bali pada Februari 2017 menunjukkan kinerja yang membaik. Berdasarkan data BPS, jumlah angkatan kerja tercatat sebesar 2,47 juta orang atau meningkat 4,5% (yoy) dibandingkan dengan periode Februari 2016. Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada periode Februari 2017 tercatat sebesar 76,87%, lebih tinggi dibandingkan dengan periode Februari 2016 (75,28%). Peningkatan angkatan kerja dan TPAK pada Februari 2017, juga diiringi oleh Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang menurun dari 2,12% (Februari 2016) menjadi hanya 1,28% pada Februari 2017. Prospek ketenagakerjaan pada triwulan depan diprediksi akan membaik, terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan hasil Survei Konsumen (SK) di periode triwulan II 2017.
Tingkat kemiskinan Bali pada Maret 2017 tercatat sebesar 4,25% atau terdapat 180,13 ribu orang di Bali yang masuk dalam kategori penduduk miskin. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, maupun dibandingkan periode September 2016 yang masing-masing tercatat sebesar 4,25% (terdapat 178,18 ribu penduduk miskin) dan 4,15% (terdapat 174,94 ribu penduduk miskin). Pada Maret 2017, jumlah penduduk miskin di wilayah perkotaan tercatat sebesar 96,89 ribu orang (3,58%). Sementara itu di wilayah pedesaan jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 83,23 ribu orang (5,45%). Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan September 2016 yang tercatat masing-masing sebesar 93,74 ribu orang (3,53%) dan 81,2 ribu orang (5,21%). Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) Bali pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 104,68, menurun dibandingkan dengan triwulan I 2017 (105,6) dan triwulan II 2016 (105,78). Penurunan NTP menggambarkan adanya penurunan kesejahteraan petani dan daya beli petani khususnya di daerah pedesaan.