Perkembangan Makroekonomi Daerah
Ekonomi Sulawesi Selatan pada triwulan I 2024 tumbuh 4,82% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (3,79%; yoy). Peningkatan tersebut disebabkan oleh dampak HBKN Ramadan dengan periode yang lebih panjang dibandingkan tahun sebelumnya serta pelaksanaan Pemilihan Umum sehingga mendorong kinerja LU Perdagangan dan Industri Pengolahan.
Dari sisi pengeluaran, peningkatan pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada triwulan I 2024 utamanya dipengaruhi oleh kinerja konsumsi swasta dan pemerintah seiring pelaksanaan Pemilu serta penyaluran Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ASN yang mengalami kenaikan 8% pada tahun 2024. Namun demikian, pertumbuhan yang lebih tinggi tertahan oleh kinerja PMTB yang masih moderat dipengaruhi oleh perilaku wait and see investor.
Dari sisi lapangan usaha (LU), peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan pada triwulan I 2024, terutama bersumber dari kinerja LU Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, serta LU Industri Pengolahan. Sedangkan LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mencatatkan kontraksi laju pertumbuhan di tengah perlambatan LU Pertambangan dan LU Konstruksi.
Keuangan Pemerintah Daerah
Realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Selatan pada triwulan I 2024 tercatat sebesar Rp2,17 triliun (21,65% dari pagu anggaran 2024), lebih tinggi dibandingkan realisasi di 2023 sebesar Rp2,01 triliun (19,85% dari pagu anggaran 2023). Sejalan dengan hal tersebut, realisasi belanja pada triwulan I 2024 juga tercatat lebih tinggi yaitu sebesar Rp1,25 triliun (12,36% dari pagu anggaran 2024) dibandingkan realisasi tahun 2023 sebesar Rp986,94 miliar (9,80% dari pagu anggaran 2023). Dengan perkembangan tersebut, anggaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mencatat surplus sebesar Rp913,94 miliar, sedikit terkoreksi dari tahun sebelumnya yang tercatat surplus Rp1,02 triliun pada periode yang sama.
Realisasi pendapatan gabungan 24 Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan pada triwulan I 2024 meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, bersumber dari peningkatan Realisasi PAD dan Pendapatan Transfer. Selanjutnya, realisasi belanja untuk keseluruhan 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan juga meningkat, terutama disumbang oleh peningkatan belanja operasional.
Kemandirian fiskal Sulawesi Selatan terkoreksi pada triwulan I 2024. Hal ini tercermin pada rasio jumlah PAD seluruh Pemda di Sulsel (Pemerintah Provinsi dan Pemerintah 24 Kabupaten/Kota) terhadap total pendapatannya yang menurun, dari 26,19% menjadi 24,51%. Penurunan tersebut dapat diperbaiki melalui pengembangan potensi daerah dan pengelolaan pendapatan daerah yang lebih baik. Beberapa faktor lainnya yang juga dapat mendorong perbaikan adalah implementasi Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), peningkatan awareness pajak melalui pelaporan SPT, serta Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) yang bersinergi dengan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD).
Perkembangan Inflasi Daerah
Perkembangan harga secara umum di Sulawesi Selatan semakin terkendali pada triwulan I 2024. Hal tersebut tercermin oleh inflasi Provinsi Sulawesi Selatan yang mencapai 2,75% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2023 sebesar 2,81% (yoy) dan terjaga pada rentang sasaran 2,5±1% (yoy). Capaian ini tidak lepas dari upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Selatan dalam melakukan berbagai strategi pengendalian inflasi melalui implementasi program-program yang mengacu pada kerangka strategi 4K (kestabilan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif).
Inflasi secara tahunan pada triwulan I 2024 terutama disumbang oleh Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau, khususnya pada komoditas beras, sigaret kretek mesin (SKM), telur ayam ras, daging ayam ras, dan bawang putih. Selanjutnya diikuti oleh Kelompok Transportasi yang disebabkan peningkatan permintaan masyarakat pada triwulan I 2024 ditengah masih tingginya harga tarif maskapai udara sejak tahun 2023. Selanjutnya, Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya, khususnya komoditas emas perhiasan juga mengalami peningkatan seiring dengan tingginya permintaan ditengah kenaikan harga emas global. Kenaikan harga dipengaruhi oleh peningkatan permintaan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Di sisi lain, inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga bawang merah dan ikan bandeng akibat meningkatnya pasokan.
Stabilitas Sistem Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Stabilitas sistem keuangan Sulawesi Selatan pada triwulan I 2024 tetap terjaga seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan. Penyaluran pinjaman ke sektor Rumah Tangga masih mampu tumbuh positif, sedangkan kredit korporasi disamping tumbuh positif, juga meningkat dari triwulan sebelumnya. Di tengah perkembangan tersebut, kualitas kredit yang tercermin pada Non Performing Loan (NPL) juga masih terjaga di bawah ambang batas 5%.
Di Triwulan I 2024, kinerja perbankan mencatat perkembangan yang lebih baik, antara lain tercermin dari ROA (return on asset) yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, dari sisi efisensi operasional mengalami penurunan seiring dengan rasio belanja operasional beban operasional (BOPO) yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan peningkatan beban operasional yang jauh lebih besar daripada peningkatan pendapatan operasional.
Adapun penyaluran kredit perbankan kepada sektor UMKM di Sulawesi Selatan mengalami perlambatan pada triwulan laporan. Hal diperkirakan terkait dengan kehati-hatian perbankan dalam menyikapi kecenderungan kenaikan rasio NPL (Non Performing Loan). Lebih lanjut, pembiayaan fintech mencatat pertumbuhan positif, meskipun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini diikuti dengan peningkatan risiko kelalaian penyelesaian kewajiban bayar.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Secara umum, indikator sistem pembayaran (SP) terutama SP ritel di Sulawesi Selatan menunjukkan perkembangan positif sejalan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,82% (yoy).
Kehadiran layanan BI-FAST dengan sejumlah keunggulannya menyebabkan penurunan nominal transaksi layanan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sebesar 12,7% (yoy) menjadi Rp6,63 triliun pada triwulan I 2024. Namun layanan Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) mencatatkan pertumbuhan 14,2% (yoy) atau mencapai Rp23 triliun.
Di sisi lain, adopsi pembayaran ritel terus bertumbuh pada triwulan I 2024. Jumlah kartu ATM/D mencapai 9,5 juta unit (tumbuh 15,8%; yoy) sedangkan jumlah kartu kredit mencapai 379 ribu keping (tumbuh 2,4%; yoy). Nominal transaksi kartu kredit meningkat 31,1% (yoy) dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) 1,93%. 4,0%). Jumlah pengguna QRIS juga meningkat dan telah mencapai 1,1 juta pengguna, tumbuh 115% (yoy), diikuti oleh perkembangan jumlah merchant yang telah mencapai 964.010 merchant, tumbuh 22,2% (yoy). Peningkatan pembayaran ritel juga terlihat dari transaksi Uang Elektronik dengan nominal mencapai Rp1,98 triliun, tumbuh 16,8% (yoy). Selain itu, transaksi e-commerce mengalami kenaikan menjadi Rp2,5 triliun, tumbuh 52,7% (yoy).
Dengan adanya arus masuk wisatawan mancanegara ke Sulawesi Selatan, total transaksi Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) pada triwulan I 2024 tumbuh 24,1% (yoy) menjadi Rp2 triliun. Dari sisi peredaran uang kartal, terjadi net outflow pada Rp3,19 triliun.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Selatan menunjukkan perbaikan dengan kenaikan nilai indeks Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dari 64,37% menjadi 65,41%. Sementara itu Tingkat Pengangguran Terbuka pada Februari 2024 menunjukkan penurunan sebesar 0,36%. Lebih lanjut, membaiknya tingkat serapan tenaga kerja pasca pandemi Covid-19 dan membaiknya dengan pertumbuhan perekonomian Sulawesi Selatan secara year on year baik dari sisi produksi dan dari sisi pengeluaran mendukung kenaikan TPAK.
Kemudian, tingkat kemiskinan di Sulawesi Selatan pada periode Maret 2023 sedikit meningkat dibandingkan periode September 2022 dan Maret 2022. Kenaikan tingkat kemiskinan sejalan dengan kenaikan indeks harga bahan makanan dan nonmakanan. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk miskin di Sulawesi Selatan rentan dipengaruhi pergerakan harga. Peningkatan kesejahteraan petani menujukkan peningkatan cukup signifikan secara year-on-year dimana Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2024 Sulawesi Selatan sebesar 117,86 meningkat 13,85% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Prospek Ekonomi Daerah
Ekonomi Sulawesi Selatan pada tahun 2024 diprakirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2023. Kondisi tersebut ditopang oleh penguatan Konsumsi Rumah Tangga (RT), Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT), dan Pengeluaran Pemerintah. Kondisi tersebut didorong oleh adanya kenaikan gaji ASN dan aktivitas pemilu. Konsumsi masyarakat pada momen HBKN Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha diperkirakan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya seiring periode libur yang lebih panjang. Konsumsi pemerintah di prakirakan meningkat seiring peningkatan pagu APBD-APBN dan penyaluran utang DBH tahun sebelumnya yang dapat meningkatkan belanja pemerintah pada Tingkat Kab/Kota di tahun 2024. Di sisi lain, kinerja investasi bangunan dan non bangunan serta ekspor luar negeri diperkirakan akan tumbuh positif di tahun 2024. Secara sektoral, perekonomian Sulawesi Selatan pada tahun 2024 diprakirakan didorong oleh peningkatan kinerja pada LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, LU Industri Pengolahan, LU Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Motor (PBE), dan LU Transportasi dan Pergudangan. Hal tersebut disebabkan oleh membaiknya kinerja sektor-sektor ekonomi primer di tahun 2024 oleh karena berakhirnya El Nino pada awal tahun 2024 dan adanya peningkatan daya beli masyarakat. Sementara itu, LU Pertambangan dan Penggalian diperkirakan tumbuh lebih moderat pada tahun 2024, sejalan dengan perkiraan perlambatan kinerja ekspor Sulsel di tahun 2024.
Tekanan inflasi Sulawesi Selatan pada tahun 2024 diprakirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2023 namun tetap berada sekitar di titik tengah rentang sasaran inflasi Nasional, yaitu sebesar 2,5±1% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi diperkirakan terjadi akibat normalisasi pasca base effect tingginya inflasi pada tahun 2022. Sinergi dan inovasi pengendalian inflasi melalui TPID dengan kerangka 4K secara berkesinambungan terus diperkuat.