Perekonomian Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan III 2023 tumbuh positif sebesar 4,88% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,04% (yoy). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi di wilayah Sumatera secara kumulatif sebesar 5,47% (ctc) dan lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan wilayah Sumatera sebesar 4,72% (ctc), maupun nasional sebesar 5,05% (ctc). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2023 didorong peningkatan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan pangsa sebesar 45,54% sejalan meningkatnya penanaman modal dalam negeri (PMDN). Sementara itu, Konsumsi Rumah Tangga mengalami normalisasi permintaan masyarakat dan penurunan Indeks Penghasilan Konsumen. Selain itu, Net Ekspor mengalami perlambatan disebabkan oleh peningkatan jumlah impor karena meningkatnya impor barang komsumsi dan bahan baku.
t LU utama yakni Industri Pengolahan, Pertambangan & Penggalian, Perdagangan dan Konstruksi. Pertumbuhan LU Industri Pengolahan mengalami perbaikan sejalan dengan permintaan global terhadap produk elektronik yang tercermin dari peningkatan output forecast dari Singapura untuk industri manufaktur. Peningkatan pertumbuhan LU Konstruksi didorong oleh pembangunan infrastruktur yang masif menjelang akhir tahun. Pertumbuhan LU Perdagangan Besar dan Eceran dipengaruhi oleh masih tingginya jumlah kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Kepulauan Riau. Sementara itu, peningkatan kinerja pada LU Pertambangan dan Penggalian banyak didorong oleh peningkatan harga minyak global sebagai insentif bagi produsen untuk meningkatkan produksinya.
Realisasi pendapatan Pemda di wilayah Provinsi Kepri sampai dengan triwulan III 2023 tercatat sebesar 67,33%, sementara realisasi belanja mencapai 57,92% dari total anggaran. Realisasi pendapatan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 66,70%. Peningkatan pendapatan terutama terjadi pada semua pos Pendapatan Asli Daerah, pos Pendapatan Transfer Antar Daerah, dan pos Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Sementara itu, realisasi belanja mengalami peningkatan dari 57,62% di triwulan III 2022 menjadi sebesar 57,92% di triwulan III 2023 sedikit lebih tinggi, disebabkan kenaikan belanja operasi khususnya belanja subsidi dan belanja transfer berupa belanja bagi hasil dan bantuan keuanga
n.
Indeks Harga Konsumen (IHK) Gabungan 2 Kota di Provinsi Kepri ada triwulan III 2023 menunjukkan terjadinya inflasi sebesar 2,05% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,64% (yoy). Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas pangan, transportasi dan makanan jadi. Penurunan harga komoditas pangan antara lain aneka sayuran seperti aneka cabai, minyak goreng, dan aneka sayuran seperti bayam, kangkung dan telur ayam ras seiring dengan perbaikan terhadap pasokan komoditas tersebut. Selain itu, penurunan harga kelompok transportasi sejalan dengan penurunan tarif angkutan udara seiring dengan penurunan harga bahan bakar. Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi IHK tetap berada dalam rentang sasaran inflasi yaitu 3,0±1% hingga akhir tahun 2023.
Kinerja Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) di Provinsi Kepri masih terjaga dan cenderung mengalami peningkatan pada triwulan III 2023. Perlambatan tersebut tercermin dari penurunan laju penyaluran kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK), namun tetap disertai dengan terjaganya kualitas kredit. Risiko kredit pada segmen korporasi, segmen Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), maupun segmen kredit sektor rumah tangga masih terjaga (< 5%). Penyaluran kredit oleh bank berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Kepri tumbuh sebesar 11,10% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2023 yang tumbuh sebesar 8,73% (yoy). Selain itu, DPK yang dihimpun oleh perbankan di Provinsi Kepri tumbuh sebesar 12.57% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,95% (yoy).
Aktivitas transaksi pembayaran tunai menggunakan Rupiah dan transaksi Uang Kertas Asing di Provinsi Kepri mengalami peningkatan pada triwulan III 2023. Selain itu, transaksi pembayaran nontunai turut mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat terhadap instrumen pembayaran digital khususnya Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Aktivitas transaksi pembayaran tunai pada triwulan III 2023 mencatatkan net outflow sebesar Rp1,12 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2023 yang inflow tercatat sebesar Rp1,56 triliun. Perkembangan aliran uang tersebut sejalan dengan pola musiman kebutuhan uang tunai yang meningkat selama periode akhir tahun. Selain itu, aktivitas pembayaran nontunai secara tahunan meningkat. Hal ini tercermin dari peningkatan transaksi QRIS dan Uang Elektronik (UE) yang didukung oleh meningkatnya preferensi dan akseptasi masyarakat terhadap penggunaan transaksi nontunai.
Tingkat kesejahteraan masyarakat Provinsi Kepri menunjukkan perbaikan tercermin dari peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Nilai Tukar Petani (NTP) serta penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) seiring dengan tren pemulihan ekonomi yang terus berlanjut.
Perekonomian global diprakirakan tumbuh melambat dan lebih rendah dari estimasi sebelumnya seiring dengan perekonomian Tiongkok dan meningkatnya ketegangan geopolitik yang turut memperlambat perekonomian Uni Eropa. Isu geopolitik tersebut turut mempengaruhi peningkatan harga energi dan pangan sehingga mengakibatkan tetap tingginya inflasi global. Perekonomian Indonesia diprakirakan tetap tumbuh baik dan berdaya tahan terhadap dampak rambatan global. Demikian pula, pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri secara keseluruhan tahun 2023 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya didukung oleh perbaikan pertumbuhan di beberapa sektor dan perkembangan inflasi di daerah yang relatif terkendali. Bahkan, perekonomian Kepri pada tahun 2024 diprakirakan akan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan penyelenggaraan pemilihan pemilu.
Tekanan inflasi domestik termasuk Provinsi Kepri pada tahun 2023 diprakirakan dapat dijaga direntang sasaran inflasi nasional 3,0±1% (yoy) dan turun pada tahun 2024 dalam rentang sasaran inflasi nasional 2,5±1% (yoy). Hal tersebut didukung oleh perbaikan rantai pasokan, normalisasi harga pangan dan energi global, serta upaya pengendalian inflasi di daerah yang terus diperkuat melalui sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) khususnya Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).