PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan II 2025 melambat dengan pertumbuhan sebesar 3,94% (yoy), lebih rendah dibandingkan 4,55% (yoy) pada triwulan I 2025. Perlambatan ini bersumber dari melemahnya kinerja konsumsi domestik, baik rumah tangga maupun pemerintah, di tengah ekspor luar negeri yang termoderasi serta investasi yang tumbuh terbatas. Dari sisi Lapangan Usaha (LU), perlambatan terjadi hampir di seluruh sektor utama, seiring dengan penurunan produksi hasil panen serta terbatasnya aktivitas dan mobilitas masyarakat. Secara spasial, kinerja ekonomi Sumatera Barat juga tercatat lebih rendah dibandingkan capaian Sumatera sebesar 4,96% (yoy) dan nasional 5,12% (yoy).
KEUANGAN PEMERINTAH
Realisasi pendapatan dan belanja Provinsi Sumatera Barat pada triwulan II 2025 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan II 2024. Realisasi pendapatan daerah tercatat senilai Rp2,95 triliun atau sebesar 48,05% dari target yang dipengaruhi oleh turunnya realisasi seluruh pos pendapatan. Sementara itu, realisasi belanja Provinsi Sumatera Barat juga mencatatkan penurunan menjadi Rp2,43 triliun. Turunnya realisasi belanja didorong oleh penurunan realisasi Belanja Modal, Belanja Tidak Terduga, dan Belanja Transfer.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Inflasi Sumatera Barat pada triwulan II 2025 sebesar 0,45% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2025 yang sebesar 0,30% (yoy). Akselerasi laju inflasi tersebut dipengaruhi oleh laju peningkatan harga emas perhiasan yang lebih tinggi sejalan dengan harga emas global. Selain itu, berlanjutnya transmisi penyesuaian harga yang diatur pemerintah, khususnya rokok, mendorong laju inflasi. Di sisi lain, perkembangan harga komoditas pangan yang lebih stabil dibandingkan tahun 2024 mendukung realisasi inflasi triwulan II 2025 terjaga rendah. Lebih lanjut, inflasi yang terjaga rendah juga diperkuat oleh sinergi pengendalian inflasi TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota.
PEMBIAYAAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN, DAN UMKM
Kinerja pembiayaan/kredit di Sumatera Barat pada triwulan II 2025 melambat, namun kualitas tetap terjaga. Penyaluran kredit Sumatera Barat tercatat senilai Rp78,25 triliun dengan laju pertumbuhan 1,70% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan I 2025 senilai Rp78,22 triliun dengan laju 3,80% (yoy). Sementara itu, berdasarkan tahun kalender, pertumbuhan kredit sebesar 0,15% (ytd). Dari sisi risiko, kualitas kredit tetap baik meskipun meningkat dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) sebesar 2,32% atau berada di bawah ambang batas 5%.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Seiring dengan perlambatan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II 2025, aktivitas sistem pembayaran non tunai dan tunai turut mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari menurunnya transaksi baik di segmen besar maupun ritel yaitu BI-RTGS, BI-FAST, SKNBI, dan QRIS, selaras dengan perlambatan konsumsi rumah tangga dan belanja masyarakat pasca Ramadhan dan Idul Fitri. Kondisi ini semakin terkonfirmasi pada sistem pembayaran tunai yang mencatatkan net inflow uang kartal ke Bank Indonesia .
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH
Kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Barat membaik secara keseluruhan, tercermin dari meningkatnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menjadi 70,95% serta menurunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menjadi 5,69% meskipun masih di atas rata-rata nasional berdasarkan data terkini Februari 2025. Peningkatan tenaga kerja sejalan dengan jumlah ketersediaan lapangan pekerjaan yang terjaga. Sebagian besar tenaga kerja di Sumatera Barat terserap di sektor pertanian sebesar 29,60%. Lebih lanjut, sebagian besar pekerja masih didominasi sektor informal (64,14%).
Nilai Tukar Petani (NTP) Sumatera Barat pada triwulan II 2025 tercatat 125,63, menurun dibandingkan triwulan I yang mencapai 129,28, mengindikasikan penurunan kesejahteraan relatif petani. Penurunan NTP terutama berasal dari subsektor Perkebunan Rakyat dan Tanaman Pangan, seiring menurunnya harga komoditas sawit, karet, dan produksi padi pasca puncak panen triwulan I 2025, sedangkan subsektor Peternakan juga mengalami tekanan karena harga jual hasil ternak menurun. Di sisi lain, subsektor Hortikultura mencatatkan peningkatan NTP didorong oleh kenaikan Indeks Harga yang Diterima Petani khususnya sayuran, dan subsektor Perikanan menunjukkan perbaikan meskipun masih di bawah 100.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Perekonomian Sumatera Barat pada tahun 2025 diprakirakan tumbuh dan berada pada kisaran 4,0% (yoy) – 4,8% (yoy), didukung oleh tumbuhnya permintaan domestik serta pemulihan sektor pertanian yang turut menopang industri pengolahan. Pertumbuhan juga didukung dari sektor pariwisata dan operasionalisasi JTTS seksi Padang–Sicincin di tengah terjaganya harga dan permintaan global yang menjadi dorongan ekspor. Namun demikian, prospek ekonomi masih dibayangi ketidakpastian global, risiko cuaca, serta bencana alam yang berpotensi memengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat.
Laju inflasi Sumatera Barat pada tahun 2025 diprakirakan meningkat dibandingkan inflasi tahun 2024 namun tetap terjaga berada pada rentang sasaran inflasi 2,5±1% (yoy). Peningkatan inflasi diprakirakan berasal dari naiknya harga emas perhiasan sejalan dengan tren harga emas serta penyesuaian atas beberapa tarif yang diatur pemerintah, seperti harga jual eceran rokok dan transportasi. Perkembangan harga komoditas pangan diprakirakan tetap terjaga namun ke depan memiliki risiko tinggi seiring dengan meningkatnya potensi gagal panen akibat kemarau. Sebagai upaya pengendalian inflasi terjaga rendah dan stabil pada tahun 2025, TPID Sumatera Barat berkomitmen melanjutkan berbagai strategi pengendalian inflasi daerah tetap berdasarkan pada kerangka 4K serta peningkatan efektivitas Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).