Perkembangan Makroekonomi Daerah
Ekonomi Sulawesi Selatan pada Triwulan II 2025 tumbuh 4,94% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (5,79%; yoy). Perlambatan pertumbuhan terutama dipengaruhi oleh melambatnya kinerja LU Pertanian yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB Sulawesi Selatan, seiring kontraksi produksi tanaman pangan akibat penurunan output padi dan jagung dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dari sisi pengeluaran, kinerja ekonomi pada triwulan II 2025 mengalami perlambatan. Konsumsi rumah tangga tumbuh moderat 4,08% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya seiring penyesuaian pasca-Idulfitri, konsumsi pemerintah terkontraksi 8,80% (yoy), dan ekspor barang dan jasa juga melambat akibat melemahnya permintaan eksternal. Meski demikian, aktivitas ekonomi tetap menunjukkan resiliensi seiring dampak festive season Idulfitri dan Iduladha yang menjaga daya beli masyarakat dan menopang industri pengolahan. Selain itu, perlambatan juga tertahan oleh perbaikan investasi (PMTB) yang meningkat sejalan dengan kenaikan pengadaan semen.
Dari sisi Lapangan Usaha, perekonomian Sulawesi Selatan triwulan II 2025 melambat terutama akibat LU Pertanian yang tumbuh melambat menjadi 3,36% (yoy) seiring normalisasi periode panen dan awal musim kemarau. Namun demikian, perlambatan tersebut tertahan oleh LU Perdagangan yang menguat seiring peningkatan penjualan kendaraan bermotor, serta LU Industri Pengolahan yang tumbuh meningkat khususnya mikro kecil pada subsektor makanan-minuman, galian bukan logam, dan tekstil. Di samping itu, kinerja juga diperkuat oleh LU Pertambangan yang tumbuh meningkat ditopang kenaikan produksi nikel matte dan gas alam.
Keuangan Pemerintah Daerah
Realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Selatan triwulan II 2025 tercatat sebesar Rp4,37 triliun (44,55% dari pagu), lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar Rp5,54 triliun (55,18%), akibat kebijakan pemblokiran anggaran terkait efisiensi dan realokasi belanja transfer pemerintah pusat. Penurunan juga terjadi pada realisasi belanja yakni Rp2,24 triliun (30,48%), dibandingkan sebelumnya sebesar Rp4,03 triliun (49,84%) pada 2024, dipengaruhi oleh adanya penundaan penyaluran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dan kebijakan efisiensi belanja pegawai dalam APBD 2025. Dengan kondisi tersebut, APBD mencatat surplus Rp1,36 triliun, lebih tinggi dibandingkan surplus Rp530,60 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Realisasi pendapatan gabungan 24 Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan pada triwulan II 2025 meningkat dibandingkan triwulan II 2024, bersumber dari tingginya pendapatan pada seluruh komponen, utamanya pada pendapatan asli daerah. Sementara itu, realisasi belanja untuk keseluruhan 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan menurun, terutama disumbang oleh penurunan belanja modal.
Kemandirian fiskal Sulawesi Selatan hingga triwulan II 2025 tercatat lebih baik dibandingkan tahun 2024. Hal ini tecermin oleh rasio jumlah PAD seluruh Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan (Pemerintah Provinsi dan Pemerintah 24 Kabupaten/Kota) terhadap total pendapatannya yang meningkat dari 26,89% menjadi 39,06%. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah yang meningkat, khususnya melalui pendapatan pajak daerah melalui berbagai upaya optimalisasi pengelolaan pajak daerah dan pengembangan potensi daerah.
Perkembangan Inflasi Daerah
Perkembangan harga secara umum di Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan II 2025 relatif terkendali. Hal tersebut tecermin dari inflasi Provinsi Sulawesi Selatan yang tercatat terkendali sebesar 2,24% (yoy), meski lebih tinggi dibanding laju inflasi triwulan I 2025 yang tercatat sebesar 0,67% (yoy). Peningkatan inflasi pada triwulan II 2025 terutama didorong oleh kenaikan harga emas perhiasan seiring harga emas global yang tetap tinggi, serta harga komoditas pangan seperti beras yang meningkat setelah berakhirnya periode panen raya di tengah penyaluran beras SPHP yang mengalami hambatan. Selain itu, kenaikan harga Sigaret Kretek Mesin (SKM) secara gradual oleh produsen sebagai dampak penyesuaian batas atas harga jual eceran (HJE) sesuai PMK Nomor 97 Tahun 2024 juga menjadi pendorong inflasi di Sulsel pada periode laporan.
Dari sisi permintaan, meski terjadi normalisasi pasca-Idulfitri, permintaan tetap meningkat yang didukung oleh momen HBKN Iduladha dan periode libur sekolah 2025 sehingga inflasi meningkat. Secara historis, periode HBKN Iduladha dan libur sekolah cenderung diikuti dengan meningkatnya permintaan masyarakat, khususnya untuk komoditas pangan pada kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau. Permintaan yang tetap kuat ini juga terkonfirmasi dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II 2025 masih berada pada level yang optimis.
Stabilitas Sistem Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Stabilitas sistem keuangan Sulawesi Selatan pada triwulan II 2025 masih terjaga. Penyaluran pinjaman ke sektor rumah tangga dan sektor korporasi masih tumbuh meski mencatat perlambatan. Di tengah perkembangan tersebut, kualitas kredit yang tecermin pada indikator Non Performing Loan (NPL) juga masih relatif terjaga khususnya sektor rumah tangga.
Pada triwulan II 2025, perkembangan kinerja perbankan sedikit lebih baik daripada triwulan sebelumnya. Hal ini tecermin dari ROA (return on asset) yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Lebih lanjut, ditinjau dari sisi efisensi operasional juga lebih baik seiring dengan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, penyaluran kredit perbankan kepada sektor UMKM di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan pada triwulan laporan dengan rasio NPL yang masih terjaga di bawah ambang batas 5%. Sementara itu, pembiayaan fintech mencatat pertumbuhan yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya dan mengindikasikan peningkatan potensi risiko sebagaimana tecermin pada TWP 90 yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Secara umum, indikator sistem pembayaran (SP) terutama SP ritel di Sulawesi Selatan menunjukkan perkembangan positif sejalan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,94% (yoy).
Layanan Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) mencatatkan pertumbuhan 6,7% (yoy) atau mencapai Rp27,1 triliun. Lebih lanjut, Kehadiran layanan BI-FAST dengan sejumlah keunggulannya menyebabkan penurunan nominal transaksi layanan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sebesar 11,27% (yoy) menjadi Rp5,62 triliun pada triwulan II 2025.
Di sisi lain, adopsi pembayaran ritel terus bertumbuh pada triwulan II 2025. Jumlah kartu ATM/D mencapai 10,6 juta keping (tumbuh 8,9%; yoy) sedangkan jumlah kartu kredit mencapai 401 ribu keping (tumbuh 5,1%; yoy). Namun nominal transaksi kartu kredit menurun 1,1% (yoy) dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) 2,5%. Hingga triwulan II 2025, jumlah pengguna QRIS telah mencapai 1,2 juta pengguna dengan nominal transaksi sebesar Rp4,1 triliun (meningkat 68%; yoy) dan volume 35,29 juta kali transaksi (meningkat 81%; yoy) pada triwulan II 2025. Selain itu, nominal transaksi menggunakan Uang Elektronik tumbuh 20,5% (yoy) atau mencapai Rp2,56 triliun.
Total transaksi Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) pada triwulan II 2025 tumbuh 5,2% (yoy) menjadi Rp1,99 triliun. Dari sisi peredaran uang kartal, terjadi net inflow pada Rp2,54 triliun.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat kemiskinan di Sulawesi Selatan pada periode Maret 2025 menurun dibandingkan periode September 2024. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 tercatat sebesar 698,13 ribu orang menurun 13,64 ribu orang terhadap September 2024. Penurunan tingkat kemiskinan ini terjadi pada penduduk yang tempat tinggal berada di pedesaan. Hal tersebut didukung oleh peningkatan kesejahteraan petani yang menujukkan peningkatan secara year-on-year Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2025 Sulawesi Selatan sebesar 122,00 meningkat 4,73% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Selatan menunjukkan peningkatan nilai indeks Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dari 65,41% pada Februari 2024 menjadi 65,99% pada Februari 2025 hal ini mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi. Sementara itu Tingkat Pengangguran Terbuka pada Februari 2025 menunjukkan peningkatan sebesar 0,06%. Lebih lanjut, peningkatan tingkat pengangguran terbuka ini didorong oleh penurunan dari LU Administrasi Pemerintahan yang di akhir tahun para pekerja atau petugas KPPS sudah selesai kontrak.
Prospek Ekonomi Daerah
Ekonomi Sulsel tahun 2025 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan 2024, ditopang oleh konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor luar negeri yang meningkat. Konsumsi didorong oleh kenaikan UMP sebesar 6,5%, kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) serta perluasan belanja subsidi dan perlinsos. Sementara itu, investasi diprakirakan membaik didukung kebijakan yang dilakukan melalui berbagai proyek prioritas dan belanja modal Pemerintah. Ekspor juga menguat seiring pemulihan ekonomi mitra dagang dan perbaikan kontraksi harga nikel global. Secara sektoral, pertumbuhan ditopang oleh kinerja LU Pertanian, Industri Pengolahan, Konstruksi, serta Pertambangan dan Penggalian, yang didorong oleh cuaca yang lebih baik, permintaan konstruksi yang masih tumbuh positif dari proyek swasta dan pemerintah, serta prospek pemulihan produksi nickel matte.
Tekanan inflasi Sulawesi Selatan pada tahun 2025 diprakirakan sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2024, namun tetap terjaga dalam rentang sasaran inflasi Nasional, yaitu 2,5±1% (yoy). Peningkatan terutama dipengaruhi oleh perbaikan daya beli masyarakat yang berpotensi mendorong permintaan yang lebih tinggi terhadap berbagai komoditas pangan maupun nonpangan. Sebagai upaya stabilisasi harga, sinergi dan inovasi pengendalian inflasi melalui TPID dengan kerangka 4K secara berkesinambungan terus diperkuat untuk menjaga inflasi tetap terkendali dan stabil.