Bank Indonesia melakukan penilaian risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPSPM) pada sektor Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) Lembaga Selain Bank dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank. Penilaian dilakukan berdasarkan pengguna jasa, negara atau wilayah geografis, produk atau jasa, serta jalur atau jaringan transaksi. Penilaian risiko tersebut dituangkan dalam
Sectoral Risk Assessment (SRA) yang mengacu pada
National Risk Assesment (NRA) TPPU, TPPT, dan PPSPM. Tujuan dari penyesuaian SRA antara lain:
-
Mengidentifikasi dan menganalisis faktor ancaman, kerentanan dan dampak pencucian uang, pendanaan terorisme dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal;
-
Mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi berbagai risiko pencucian uang, pendanaan terorisme dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal mencakup pemetaan risiko berdasarkan profil pengguna jasa (perorangan dan badan usaha), wilayah, produk dan layanan, serta jalur atau jaringan transaksi (delivery channel);
-
Mengidentifikasi dan menganalisis ancaman pencucian uang, pendanaan terorisme dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal yang baru muncul dan/atau berkembang atau
“emerging threat"; serta
-
Merumuskan langkah-langkah strategi mitigasi risiko pencucian uang, pendanaan terorisme dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal.
Publikasi NRA TPPU dapat diunduh
di sini
Publikasi NRA TPPT dan PPSPM dapat diunduh
di sini
Publikasi SRA dapat diunduh
di sini
Kebijakan APU PPT
Sebagai Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP), Bank Indonesia telah mengeluarkan berbagai ketentuan dan pedoman terkait APU PPT. Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (selanjutnya disebut “PBI APU PPT”).
Ketentuan dalam PBI APU PPT ini berlaku sejak September 2017 dan bagi PJSP Selain Bank serta Penyelenggara KUPVA Bukan Bank. Dalam PBI tersebut, telah diatur kewajiban penerapan APU PPT oleh Penyelenggara KUPVA Bukan Bank dan PJSP Selain Bank yang meliputi:
-
tugas dan tanggung jawab Direksi dan pengawasan aktif Dewan Komisaris;
-
kebijakan dan prosedur tertulis;
-
proses manajemen risiko;
-
manajemen sumber daya manusia; dan
-
sistem pengendalian internal.
Dalam menyusun PBI APU PPT, BI mengadopsi berbagai ketentuan, antara lain:
-
FATF 40 Recommendations;
-
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU);
-
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (UU TPPT).
Selain menerbitkan PBI APU PPT, Bank Indonesia juga menerbitkan PBI lainnya yang mengacu pada PBI APU PPT, antara lain:
Reformasi pengaturan Sistem Pembayaran sebagai bagian dari
Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 turut mengatur kewajiban APU PPT bagi PJP Lembaga Selain Bank dan KUPVA Bukan Bank, melalui penerbitan beberapa PBI sebagai berikut:
Bank Indonesia juga menerbitkan pedoman teknis turunan dari PBI APU PPT, antara lain:
-
Pedoman Penerapan APU PPT Berbasis Risiko (Risk Based Approach);
-
Pedoman Prinsip Mengenal Pengguna Jasa (Customer Due Diligence) bagi PJSP Selain Bank dan KUPVA Bukan Bank;
-
Pedoman pelaksanaan pemblokiran secara serta merta atas dana milik orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT);
-
Pedoman pelaksanaan pemblokiran secara serta merta atas dana milik orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal.
Dalam rangka mengoptimalkan upaya mitigasi TPPU, TPPT, dan PPSPM, Bank Indonesia telah menyusun Kajian Tipologi Kasus TPPU, TPPT, dan PPSPM bagi PJP Lembaga Selain Bank dan KUPVA Bukan Bank. Kajian ini diharapkan dapat meningkatkan awareness dan menjadi panduan bagi PJP Lembaga Selain Bank, KUPVA Bukan Bank, Aparat Penegak Hukum (APH), dan otoritas terkait untuk mengidentifikasi tipologi yang dilakukan oleh pelaku dalam rangka mitigasi praktik pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal.
Kajian Tipologi Kasus TPPU, TPPT, dan PPSPM pada PJP Lembaga Selain Bank dan KUPVA Bukan Bank Tahun 2021 dapat diunduh
di sini.
Pedoman Teknis APU PPT
Penerapan APU PPT Berbasis Risiko (Risk Based Approach/RBA)
Sesuai dengan Rekomendasi 1 FATF bahwa Penyelenggara wajib mengidentifikasi dan memahami risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme mencakup aspek wilayah (geography), profil nasabah (customer), produk dan layanan, serta jaringan transaksi (delivery channel). Serta mengacu pada PBI APU PPT, Risk Based Approach (RBA) digunakan untuk meningkatan kualitas pengawasan dalam rangka mencegah disalahgunakannya PJSP Selain Bank dan KUPVA Bukan Bank sebagai media pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme. NRA dan SRA menjadi acuan dalam penerapan APU PPT berbasis risiko (RBA). Penerapan APU PPT berbasis risiko (RBA) meliputi:
-
Pengawasan offsite dan onsite berbasis risiko dengan risk ranking tools pengawasan serta kertas kerja Risk Based Approach (RBA);
-
Penyelenggara menggunakan RBA APU PPT untuk melakukan asesmen risiko dan operasional.
Pedoman Penerapan APU PPT Berbasis Risiko (RBA) bagi Penyelenggara Transfer Dana dan KUPVA Bukan Bank dapat diunduh
di sini
Pedoman Penerapan APU PPT Berbasis Risiko (RBA) bagi Penyelenggara Uang Elektronik, Penyelenggara Dompet Elektronik, serta Penyelenggara Alat Pembayaran Menggunakan Kartu dapat diunduh
di sini.
Pedoman Prinsip Mengenal Pengguna Jasa (Customer Due Diligence) bagi PJSP Selain Bank and KUPVA Bukan Bank
Tata cara dan mekanisme penerapan
Customer Due Diligence (CDD) secara umum telah diatur dalam PBI APU PPT. Untuk memudahkan Penyelenggara dalam memenuhi dan melaksanakan CDD sebagaimana diamanatkan dalam PBI APU PPT, Bank Indonesia menerbitkan Pedoman Prinsip Mengenal Pengguna Jasa (CDD) bagi PJSP Selain Bank dan KUPVA Bukan Bank.
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian penting dalam pedoman CDD dimaksud adalah sebagai berikut:
-
Pedoman CDD merupakan acuan yang harus diperhatikan oleh Penyelenggara dalam menerapkan proses CDD bagi calon pengguna jasa, pengguna jasa, serta beneficial owner, baik secara konvensional maupun CDD secara elektronik (e-CDD).
-
Penerapan e-CDD sama dengan penerapan CDD konvensional, yaitu CDD Sederhana, CDD Standar, dan Enhanced Due Diligence (EDD), dengan melakukan 4 tahapan, yaitu Identifikasi, Verifikasi, Pemantauan secara berkesinambungan (on going due diligence), serta memahami maksud dan tujuan hubungan usaha.
-
Bagi Penyelenggara yang menerapkan e-CDD, secara prinsip harus tetap memenuhi aturan mengenai penerapan CDD yang telah diatur di PBI APU PPT, termasuk menerapkan e-CDD terhadap Beneficial Owner.
-
Dalam hal Penyelenggara melakukan salah satu proses e-CDD, maka pelaksanaan proses tersebut dilakukan dengan memperhatikan pelaksanaan proses e-CDD yang dicantumkan dalam Pedoman ini.
Pedoman Prinsip Mengenal Pengguna Jasa (CDD) bagi PJSP Selain Bank dan KUPVA Bukan Bank dapat diunduh
di sini.
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT)
Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), Pendanaan terorisme adalah penggunaan harta kekayaan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme. Lingkup pendanaan terorisme mencakup perbuatan yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan atau meminjamkan dana kepada pihak lain yang diketahuinya akan digunakan untuk melakukan tindak pidana terorisme, baik dengan harta kekayaan yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana ataupun dari harta kekayaan yang diperoleh secara sah.
Transaksi Keuangan Mencurigakan Terkait Pendanaan Terorisme adalah:
-
Transaksi keuangan dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan tindak pidana terorisme; atau
-
Transaksi yang melibatkan Setiap Orang yang berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT).
Ketentuan Hukum terkait DTTOT
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme;
-
Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang Pencantuman Identitas Orang dan Korporasi dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) dan Pemblokiran secara Serta Merta Atas Dana Milik Orang atau Korporasi yang Tercantum dalam DTTOT;
-
Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank.
Sesuai dengan Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) No. 6, Bank Indonesia meneruskan informasi DTTOT dari POLRI kepada penyelenggara dan ditindaklanjuti dengan kewajiban pemblokiran secara serta merta terhadap seluruh dana yang dimiliki atau dikuasai, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh orang atau Korporasi berdasarkan DTTOT. Pedoman pelaksanaan pemblokiran secara serta merta atas dana milik orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam DTTOT dapat diunduh
di sini.
Selengkapnya Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) dan Pemblokiran secara Serta Merta Atas Dana Milik Orang atau Korporasi yang Tercantum dalam DTTOT dapat diunduh
di sini.
Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal
Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Proliferasi senjata pemusnah massal adalah penyebaran senjata nuklir, biologi, dan kimia, baik dengan harta kekayaan yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana ataupun dari harta kekayaan yang diperoleh secara sah.
Ketentuan Hukum terkait Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal
-
Peraturan Bersama Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Pencantuman Identitas Orang dan Korporasi dalam Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal dan Pemblokiran secara Serta Merta Atas Dana Milik Orang atau Korporasi yang Tercantum dalam Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal;
-
Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank.
Sesuai dengan Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) No. 7, Bank Indonesia meneruskan informasi proliferasi senjata pemusnah massal dari PPATK kepada penyelenggara dan ditindaklanjuti dengan kewajiban pemblokiran secara serta merta terhadap seluruh dana yang dimiliki atau dikuasai, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh orang atau Korporasi berdasarkan Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal.
Pedoman pelaksanaan pemblokiran secara serta merta atas dana milik orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal dapat diunduh
di sini.
Selengkapnya Daftar Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal dapat diunduh
di sini.