Peraturan

BI Icon

Departemen Komunikasi​

12/29/2020 12:00 AM
Hits: 122723

Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran

Peraturan Bank Indonesia
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan uang Rupiah
Berlaku

RINGKASAN PERATURAN BANK INDONESIA

Peraturan         : Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran

Berlaku             : 1 Juli 2021

I.            Latar Belakang dan Tujuan

Sebagai tindak lanjut dari upaya reformasi pengaturan SP, Bank Indonesia menerbitkan PBI tentang Sistem Pembayaran (SP) yang diharapkan dapat menata kembali struktur industri SP, serta memayungi ekosistem penyelenggaraan SP secara menyeluruh sejalan dengan perkembangan ekonomi dan keuangan digital. Hal ini bertujuan untuk mencari titik keseimbangan antara optimalisasi peluang inovasi dengan upaya memelihara stabilitas sistem keuangan (SSK) dan integritas SP.

PBI SP akan mengubah pendekatan pengaturan penyelenggaraan SP dari pendekatan berdasarkan kelembagaan menjadi pendekatan berdasarkan aktivitas dan risiko. Selain itu, PBI SP akan memperkuat pengaturan mengenai access policy, penyelenggaraan, termasuk konsepsi sumber dana dan akses ke sumber dana untuk pembayaran, inovasi teknologi SP, pengembangan infrastruktur, sampai dengan exit policy yang akan didukung dengan penguatan dan penyelarasan fungsi dan kewenangan Bank Indonesia terkait perizinan, pengawasan, serta data dan/atau informasi yang terintegrasi. Efektivitas pengaturan SP juga akan ditingkatkan antara lain melalui penerapan pendekatan pengaturan yang mengedepankan principle-based regulation dan optimalisasi peran SRO.

II.          Materi Pengaturan

1.          Komponen SP terdiri atas mekanisme, infrastruktur, kelembagaan, dan Sumber Dana dan akses ke Sumber Dana.

2.          Penyelenggara jasa SP terdiri atas Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP). Penyelenggara jasa SP dapat melakukan kerja sama dengan Penyelenggara Penunjang dalam mendukung penyelenggaraan SP.

3.          Tahapan pemrosesan transaksi pembayaran meliputi kegiatan pratransaksi, inisisasi, otorisasi, kliring, penyelesaian akhir, dan pascatransaksi.

4.          Kewenangan BI di bidang SP meliputi: (1) perumusan, penetapan, dan komunikasi kebijakan di bidang SP; (2) penerbitan peraturan di bidang SP; (3) penetapan akses ke penyelenggaraan SP; (4) persetujuan dan pelaporan terhadap pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama dalam penyelenggaraan SP; (5) penyelenggaraan infrastruktur SP; (6) pengawasan dan pengenaan sanksi; (7) pengelolaan data dan/atau informasi terkait SP; dan (8) kewenangan lain di bidang SP yang ditetapkan BI.

5.          Kewenangan BI untuk mengatur kriteria, mekanisme, dan persyaratan bagi pihak yang dapat ditetapkan sebagai SRO. BI berwenang dalam menugaskan SRO untuk: (1) mendukung implementasi kebijakan BI; (2) mendukung implementasi proses perizinan, persetujuan, dan pengawasan; (3) menyusun dan menerbitkan ketentuan di bidang SP yang bersifat teknis dan mikro berdasarkan persetujuan BI; dan (4) menyusun dan mengelola standar yang ditetapkan oleh BI.

6.          Aktivitas PJP, PIP, dan Penyelenggara Penunjang meliputi:

  1. aktivitas PJP: (1) penyediaan informasi Sumber Dana; (2) payment initiation dan/atau acquiring services; (3) penatausahaan Sumber Dana; dan/atau (4) layanan remitansi;
  2. aktivitas PIP: kliring dan/atau penyelesaian akhir bagi kepentingan anggota PIP;
  3. aktivitas Penyelenggara Penunjang dalam pemrosesan transaksi pembayaran: (1) penyediaan teknologi untuk pemrosesan transaksi pembayaran; dan (2) penyediaan layanan penunjang kegiatan penyelenggaraan SP lainnya.

7.          Pengaturan mengenai perizinan PJP yang meliputi:

  1. kewajiban setiap pihak yang bertindak sebagai PJP untuk terlebih dahulu memperoleh izin dari BI, serta harus berupa Bank atau Lembaga Selain Bank (LSB);
  2. pemberian izin PJP berdasarkan kategori izin yang terdiri atas:
    1. kategori izin satu: (a) penyediaan informasi Sumber Dana; (b) payment initiation dan/atau acquiring services; (c) penatausahaan Sumber Dana; dan (d) layanan remitansi;
    2. kategori izin dua: (a) penyediaan informasi Sumber Dana; dan (b) payment initiation dan/atau acquiring services; dan/atau
    3. kategori izin tiga: (a) layanan remitansi; dan/atau (b) lainnya yang ditetapkan BI;
  3. persyaratan izin PJP meliputi aspek: (1) kelembagaan termasuk kepemilikan dan pengendalian; (2) permodalan dan keuangan; (3) manajemen risiko; dan (4) kapabilitas sistem informasi (SI), yang meliputi keamanan dan keandalan SI.

8.          Pengaturan mengenai penetapan PIP yang meliputi:

  1. kewajiban setiap pihak yang bertindak sebagai PIP untuk terlebih dahulu memperoleh penetapan dari BI, serta harus berupa Bank atau LSB;
  2. penetapan PIP yang dilakukan berdasarkan penilaian BI dengan mempertimbangkan (1) dampak terhadap SSK; dan/atau (2) kepentingan publik;
  3. pemenuhan persyaratan penetapan oleh calon PIP disamping penilaian dari BI, yang mencakup aspek: (1) kelembagaan, termasuk kepemilikan dan pengendalian; (2) permodalan dan keuangan; (3) manajemen risiko; dan (4) kapabilitas SI.

9.          Aspek kelembagaan berupa kepemilikan bagi PJP dan PIP yang berbentuk LSB diatur komposisi kepemilikan saham paling sedikit 15% (lima belas persen) bagi PJP LSB dan paling sedikit 80% (delapan puluh persen) bagi PIP LSB sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; dan

10.       Aspek kelembagaan berupa pengendalian bagi PJP dan PIP yang berbentuk LSB diatur:

  1. komposisi saham dengan hak suara paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) bagi PJP LSB dan 80% (delapan puluh persen) bagi PIP LSB harus dimiliki oleh pihak domestik, yaitu warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
  2. dalam hal terdapat hak khusus untuk mencalonkan mayoritas anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris, hak tersebut harus dimiliki oleh pihak domestik; dan
  3. dalam hal terdapat hak khusus berupa hak veto terhadap suatu keputusan atau persetujuan dalam rapat umum pemegang saham yang berdampak signifikan terhadap perusahaan, hak tersebut harus dimiliki oleh pihak domestik.

11.       Pengaturan mengenai kewajiban PJP dan PIP dalam penyelenggaraan SP yang meliputi:

  1. PJP yang telah memperoleh izin wajib memenuhi kewajiban yang ditetapkan BI meliputi pemenuhan aspek: (1) tata kelola; (2) manajemen risiko termasuk prinsip kehati-hatian; (3) standar keamanan sistem informasi; (4) interkoneksi dan interoperabilitas; dan (5) pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. PIP yang telah memperoleh penetapan wajib memenuhi kewajiban yang ditetapkan BI meliputi pemenuhan aspek: (1) tata kelola; (2) manajemen risiko termasuk prinsip kehati-hatian; (3) standar keamanan sistem informasi; (4) interkoneksi dan interoperabilitas; (5) ketersediaan sarana dan prasarana penyelenggaraan infrastruktur; (6) tata cara dan mekanisme penyelenggaraan infrastruktur; (7) kepesertaan dalam infrastruktur; dan (8) pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan.

12.       Pengaturan mengenai klasifikasi PJP dan PIP dalam penyelenggaraan SP yang meliputi:

  1. penetapkan klasifikasi PJP dan PIP oleh BI yang terdiri atas: (1) Penyelenggara Sistem Pembayaran Sistemik (PSPS); (2) Penyelenggara Sistem Pembayaran Kritikal (PSPK); dan (3) Penyelenggara Sistem Pembayaran Umum (PSPU);
  2. kriteria penetapan klasifikasi: (1) ukuran (size); (2) keterhubungan (interconnectedness); (3) kompleksitas (complexity); dan/atau (4) ketergantian (substitutability);
  3. pemenuhan kewajiban tertentu sesuai klasifikasi PJP dan PIP yang mencakup aspek: (1) permodalan; (2) manajemen risiko dan sistem informasi; dan (3) aspek lainnya yang ditetapkan BI.

13.       Pengaturan mengenai pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama yang meliputi:

  1. pengkategorian tingkat risiko pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama meliputi: (1) risiko rendah; (2) risiko sedang; dan (3) risiko tinggi;
  2. apabila kategori risiko rendah, PJP dan PIP wajib menyampaikan laporan kepada BI, sementara itu apabila memenuhi kategori risiko sedang atau tinggi, PJP dan PIP wajib menyampaikan permohonan persetujuan kepada BI;
  3. dokumen pendukung pemenuhan persyaratan dalam penyampaian permohonan persetujuan untuk pengembangan aktivitas, pengembangan produk dan/atau kerja sama meliputi aspek: (1) kesiapan operasional; (2) keamanan dan keandalan sistem; (3) penerapan manajemen risiko; dan/atau (4) perlindungan konsumen;
  4. kewenangan BI untuk mengenakan persyaratan tertentu kepada Penyelenggara Penunjang yang melakukan penerusan pembayaran dari PJP kepada Penyedia Barang dan/atau Jasa; dan
  5. hal-hal yang dipertimbangkan BI dalam hal terdapat pengajuan kerja sama oleh PJP atau PIP dengan Penyelenggara Penunjang dan/atau penyelenggara jasa SP di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain pertimbangan terkait pemenuhan persyaratan yaitu: (1) aspek resiprokalitas; (2) kesetaraan standar penerapan manajemen risiko; dan (3) manfaat untuk perekonomian Indonesia.

14.       Pengaturan mengenai Sumber Dana dan akses ke Sumber Dana yang meliputi:

  1. unsur Sumber Dana yang meliputi: (1) memiliki nilai dalam satuan Rupiah; (2) digunakan untuk tujuan pembayaran dan/atau pemenuhan kegiatan ekonomi;  (3) nilai uang pada Sumber Dana didasarkan atas dana yang disetorkan terlebih dahulu kepada pihak yang menatausahakan Sumber Dana atau berupa fasilitas kredit yang disediakan oleh pihak yang menatausahakan Sumber Dana; (4) disimpan dalam media elektronik atau media lainnya; (5) dapat digunakan untuk pembayaran selain pada pihak yang menatausahakan Sumber Dana atau hanya dapat digunakan untuk pembayaran pada pihak yang menatausahakan Sumber Dana dengan batasan yang ditetapkan BI; dan (6) merepresentasikan hak Pengguna Jasa dan/atau klaim terhadap penerbit kecuali untuk Sumber Dana yang didasarkan pada fasilitas kredit;
  2. kewenangan BI untuk menetapkan: (1) kriteria, ruang lingkup, dan jenis akses ke Sumber Dana; (2) persyaratan tertentu atas penggunaan Sumber Dana dan akses ke Sumber Dana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diselenggarakan oleh penyelenggara asing; dan (3) aspek prudensial.

15.       BI dapat menetapkan pengaturan mengenai larangan: (1) bagi PJP untuk memiliki dan/atau mengelola nilai yang dapat dipersamakan dengan nilai uang atau nilai selain Rupiah; dan (2) bagi PJP dan PIP untuk menggunakan virtual currency.

16.       Kewenangan BI untuk menetapkan infrastruktur SP yang dikategorikan sebagai infrastruktur pasar keuangan yang berdampak sistemik. Penyelenggaraan infrastruktur SP yang dikategorikan sebagai infrastruktur pasar keuangan yang berdampak sistemik dilaksanakan sesuai standar internasional yang berlaku.

17.       Pengaturan mengenai ruang uji coba pengembangan inovasi teknologi SP (ITSP) yang meliputi:

  1. penyediaan ruang uji coba oleh BI untuk mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan digital;
  2. cakupan ITSP yang meliputi produk, aktivitas, layanan, dan model bisnis yang menggunakan teknologi inovatif dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang dapat mendukung penyelenggaraan SP;
  3. pelaksanaan uji coba pengembangan ITSP melalui uji coba: (1) innovation lab; (2) regulatory sandbox; dan (3) industrial sandbox.

18.       Pengaturan mengenai pengawasan penyelenggaraan SP oleh BI yang meliputi:

  1. Pengawasan terhadap penyelenggaraan SP menggunakan pendekatan pengawasan berbasis risiko dan/atau kepatuhan;
  2. objek pengawasan yang meliputi: (1) PJP, PIP, termasuk pihak yang bekerja sama, yang dilakukan melalui pengawasan; dan (2) infrastruktur SP yang diselenggarakan BI, yang dilakukan melalui pemantauan (oversight);
  3. pelaksanaan pengawasan secara langsung dan tidak langsung;
  4. pengawasan BI memperhatikan pula klasifikasi PJP dan PIP;
  5. pengawasan secara terintegrasi terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, dan/atau pihak terafiliasi lainnya;
  6. kewenangan BI dalam mengenakan sanksi administratif kepada PJP dan/atau PIP.

19.       Pengaturan mengenai pengakhiran penyelenggaraan SP yang meliputi

  1. kewenangan BI dalam melakukan evaluasi terhadap izin PJP dan penetapan PIP yang telah diberikan;
  2. penyelesaian seluruh kewajiban yang timbul dalam penyelenggaraan SP oleh PJP dan PIP sebelum izin PJP atau penetapan PIP dicabut oleh BI.

20.       Pengaturan mengenai pengelolaan data dan/atau informasi terkait SP yang dilakukan BI yang meliputi: (a) tujuan pengelolaan data dan/atau informasi; (b) subjek atau pihak-pihak (PJP, PIP, dan/atau pihak lain yang bekerjasama dengan PJP dan PIP); (c) mekanisme perolehan data dan/atau informasi terkait SP (laporan, pengambilan data melalui koneksi antarsistem, dan mekanisme lain); (d) kewajiban bagi pihak-pihak yang melakukan pemrosesan data dan/atau informasi.

21.       BI dapat berkoordinasi dengan otoritas, lembaga, dan/atau pihak lain, serta melakukan komunikasi kebijakan SP kepada PJP dan/atau PIP serta pihak lain.

22.       Pengaturan mengenai ketentuan peralihan yang meliputi:

  1. pelaksanaan asesmen terhadap penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) yang telah memperoleh izin sebelum Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku untuk melakukan reklasifikasi aktivitas PJP dan PIP, serta memastikan kesanggupan pemenuhan persyaratan perizinan dan penetapan;
  2. konversi atas izin PJSP menjadi izin PJP atau menjadi penetapan PIP setelah Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku;
  3. bagi PJSP berizin yang menyatakan kesanggupan untuk memenuhi persyaratan perizinan atau penetapan, diberikan jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun untuk memenuhi persyaratan dimaksud, dan dalam jangka waktu tersebut, PJSP berizin hanya dapat melakukan aktivitas sesuai dengan izin PJP atau penetapan PIP yang diberikan oleh BI dalam jangka waktu tersebut;
  4. bagi PJSP berizin yang menyatakan tidak sanggup untuk memenuhi persyaratan perizinan atau penetapan, diberikan jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun untuk menyelesaikan hak dan kewajiban sebagai PJSPl, dan selanjutnya BI mencabut izin PJP atau penetapan PIP setelah penyelesaian hak dan kewajiban tersebut;
  5. pihak yang sedang dalam proses tahapan perizinan sebagai PJSP pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku harus memenuhi seluruh persyaratan perizinan PJP atau penetapan PIP dalam Peraturan Bank Indonesia ini;
  6. ketentuan komposisi kepemilikan saham dan/atau pengendalian domestik dalam PBI SP harus dipenuhi oleh PJSP yang telah memperoleh izin sebelum PBI SP berlaku, apabila setelah berlakunya Peraturan Bank Indonesia terdapat perubahan komposisi kepemilikan asing dan/atau perubahan pengendalian yang dilakukan oleh pihak asing, kecuali dilakukan atas kebijakan atau tindak lanjut pengawasan BI;
  7. PJSP yang telah mengajukan atau sedang dalam proses persetujuan atas pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku, harus memenuhi seluruh persyaratan permohonan persetujuan atas pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini; dan

III.         Keberlakuan

  1. Ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai SP di BI dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
  2. Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2021.

 


Lampiran


Kontak

​Contact Center BICARA : (62 21) 131 e-mail : bicara@bi.go.id
Jam operasional Senin s.d. Jumat Pkl. 08.00 s.d 16.00 WIB

Halaman ini terakhir diperbarui 1/20/2021 3:18 PM
Apakah halaman ini bermanfaat?
Terima Kasih! Apakah Anda ingin memberikan rincian lebih detail?

Baca Juga