Peraturan

BI Icon

Departemen Komunikasi​​​

7/1/2021 1:00 PM
Hits: 28157

Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/7/PBI/2021 tentang Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran

Peraturan Bank Indonesia
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan uang Rupiah
Berlaku

RINGKASAN PERATURAN BANK INDONESIA

 

Peraturan: Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/7/PBI/2021 tentang Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran
Berlaku:1 Juli 2021

 

I.          Latar Belakang dan Tujuan

Reformasi pengaturan Sistem Pembayaran (SP) sebagai bagian dari Blueprint SP Indonesia (BSPI) 2025 bertujuan untuk mencari titik keseimbangan antara upaya optimalisasi peluang inovasi digital untuk menciptakan SP yang cepat, mudah, murah, aman dan andal, dengan tetap memperhatikan stabilitas, perluasan akses, perlindungan konsumen, praktik bisnis yang sehat, dan penerapan best practices.

Kebijakan untuk melakukan reformasi pengaturan SP telah diawali dengan penerbitan Peraturan Bank Indonesia No. 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran (PBI SP) yang perlu ditindaklanjuti antara lain dengan penerbitan PBI tentang Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP) untuk memastikan efektivitas implementasi PBI SP serta mengakomodir kebutuhan pengaturan berdasarkan perkembangan inovasi dan model bisnis dan penyesuaian ketentuan SP existing.

Pengaturan dalam PBI PIP ini merespon perkembangan aktivitas penyelenggaraan infrastruktur sistem pembayaran antara lain mencakup pengaturan penguatan fungsi penyelenggaraan infrastruktur, akses, penyelenggaraan, pengakhiran penyelenggaraan, pemrosesan data dan/atau informasi, serta pengawasan.

 

II.         Materi Pengaturan

1.       Aktivitas PIP

  1. Aktivitas PIP meliputi: (1) kliring; dan/atau (2) penyelesaian akhir.
  2. Aktivitas penyelenggara penunjang meliputi: (1) penyediaan teknologi untuk pemrosesan transaksi pembayaran; (2) penyediaan layanan penunjang kegiatan penyelenggaraan SP lainnya.

2.       Penetapan PIP

  1. Setiap pihak yang akan bertindak sebagai PIP harus memperoleh penetapan dari Bank Indonesia (BI).
  2. Penetapan PIP dilakukan berdasarkan penilaian BI dengan mempertimbangkan: (1) dampak terhadap Stabilitas Sistem Keuangan (SSK); dan/atau (2) kepentingan publik.
  3. Dalam melakukan penetapan PIP, BI dapat mempertimbangkan informasi dan/atau rekomendasi dari Self Regulatory Organization (SRO), otoritas terkait, dan/atau pihak terkait lainnya.
  4. Dalam hal diperlukan BI dapat menetapkan jangka waktu penetapan PIP.
  5. Persyaratan penetapan PIP meliputi aspek: (1) kelembagaan termasuk kepemilikan dan pengendalian; (2) permodalan dan keuangan; (3) manajemen risiko; dan (4) kapabilitas sistem informasi (SI), yang meliputi keamanan dan keandalan SI.
  6. Badan hukum PIP: (1) Pihak yang dapat memperoleh penetapan menjadi PIP harus berupa Bank dan Lembaga Selain Bank (LSB); (2) LSB yang akan mendapatkan penetapan menjadi PIP harus berbentuk perseroan terbatas.
  7. Bagi PIP berupa LSB berbadan hukum Perseoan Terbatas, paling sedikit 1 (satu) orang anggota direksi yang berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
  8. Rangkap jabatan direksi atau anggota dewan komisaris PIP dapat dilakukan sepanjang sejalan dengan peraturan mengenai persaingan usaha yang sehat dan tidak mengurangi efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab serta memenuhi aspek kapabilitas dan integritas.
  9. Anggota direksi, anggota dewan komisaris, dan pemegang saham harus memenuhi persyaratan kelembagaan berupa aspek integritas dan rekam jejak.

3.       Aspek kelembagaan berupa kepemilikan bagi PIP yang berbentuk LSB diatur:

a.       Komposisi kepemilikan saham paling sedikit 80% (delapan puluh persen) sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;

b.       Perhitungan komposisi kepemilikan saham asing bagi PIP berupa LSB yang berbentuk perseroan terbuka:

  1. kepemilikan saham dengan persentase di bawah 5% (lima persen) yang diperdagangkan di bursa diperhitungkan sebagai saham milik domestik;
  2. kepemilikan saham dengan persentase di bawah 5% (lima persen) yang diperdagangkan di bursa diperhitungkan sebagai saham asing dalam hal:
        1. diperdagangkan di bursa Indonesia dan dinyatakan dimiliki oleh pihak asing oleh PIP berupa LSB; atau
        2. diperdagangkan di luar wilayah NKRI.

c.        BI dapat menetapkan kebijakan mengenai penilaian komposisi kepemilikan pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP dan PIP berupa LSB dengan mempertimbangkan skala materialitas dan/atau aspek lainnya.

4.       Aspek kelembagaan berupa pengendalian bagi PIP berupa LSB diatur:

  1. komposisi saham dengan hak suara paling sedikit 80% (delapan puluh persen) bagi PIP LSB harus dimiliki oleh pihak domestik, yaitu warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
  2. PIP berupa LSB menyampaikan asesmen mandiri (self-assessment) mengenai struktur pengendalian paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan sewaktu-waktu.
  3. BI dapat menetapkan kebijakan mengenai penilaian pengendalian pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP dan PIP berupa LSB dengan mempertimbangkan skala materialitas dan/atau aspek lainnya.

5.       BI dapat melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan.

6.       Persyaratan penetapan terkait aspek kelembagaan harus didukung dengan pemenuhan dokumen: (a) legalitas badan hukum; (b) kepemilikan dan pengendalian; (c) kepengurusan; (d) surat pernyataan dan jaminan dari direktur; (e) kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) dan organisasi perusahaan.

7.       Dokumen persyaratan penetapan beserta perubahannya dimuat dalam daftar persyaratan yang dipublikasikan dalam laman BI atau media lain yang ditetapkan BI.

 

8.       Aspek permodalan dan keuangan:

  1. Besaran modal disetor minimum (initial capital) bagi pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP yaitu paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
  2. Pemenuhan ketentuan modal disetor minimum bagi PIP berupa Bank memperhatikan ketentuan pemenuhan permodalan yang ditetapkan otoritas pengawas.
  3. Persyaratan penetapan terkait aspek permodalan dan keuangan harus didukung dengan pemenuhan dokumen.
  4. PIP dengan jaringan global yang ada di Indonesia dikecualikan dari ketentuan besaran modal disetor minimum (initial capital) sepanjang (1) dapat menunjukkan jaminan tertulis dari pemegang saham mayoritas, pihak yang menjadi pengendali, dan/atau pihak yang bertanggung jawab atas operasional PIP untuk memastikan kecukupan modal; dan (2) hanya melakukan aktivitas PIP yang telah ditetapkan BI.

9.       Aspek manajemen risiko:

  1. Penerapan aspek manajemen risiko dinilai melalui: (1) pengawasan aktif oleh direksi dan dewan komisaris; (2) ketersediaan kebijakan dan prosedur serta pemenuhan kecukupan struktur organisasi; (3) proses manajemen risiko dan fungsi manajemen risiko, serta SDM; (4) pengendalian intern.
  2. Persyaratan penetapan terkait aspek manajemen risiko harus didukung dengan pemenuhan dokumen.

10.    Aspek kapabilitas SI:

  1. Pemenuhan aspek kapabilitas SI paling sedikit dinilai melalui: (1) prosedur pengendalian pengamanan SI; (2) pengelolaan fraud; (3) audit SI dan pengujian keamanan; (4) tingkat kapabilitas dan ketersediaan.
  2. Persyaratan penetapan terkait aspek kapabilitas SI harus didukung dengan pemenuhan dokumen.

11.    Mekanisme dan tata cara pengajuan penetapan:

a.       BI menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP untuk memenuhi persyaratan penetapan.

b.       Mekanisme dan tata cara pengajuan penetapan dilakukan melalui sistem elektronik sesuai PBI mengenai perizinan terpadu BI melalui front office perizinan.

c.        Penelitian penetapan PIP dilakukan melalui tahapan: (1) penelitian administratif; (2) analisis substansi; (3) pemeriksaan lapangan (on site visit).

d.       Dalam kondisi tertentu, BI dapat meniadakan pemeriksaan lapangan (on site visit) dalam proses penetapan PIP dengan meminta dokumen tambahan.

e.       Untuk pemenuhan kelengkapan dokumen persyaratan penetapan pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP, BI melakukan: (1) pre-consultative meeting; (2) consultative meeting; dan/atau (3) coaching clinic.

f.        Penelitian administratif dilakukan sesuai dengan ketentuan PBI mengenai perizinan terpadu BI melalui front office perizinan.

 

g.       Analisis substansi dilakukan dengan ketentuan:

  1. BI melakukan analisis substansi paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah dokumen persyaratan diterima dan dinyatakan secara lengkap oleh front office perizinan;
  2. Dalam hal dokumen persyaratan penetapan belum sesuai, pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP harus menyampaikan perbaikan dokumen paling lama 40 (empat puluh) hari kerja;
  3. BI melakukan analisis substansi persyaratan penetapan terhadap perbaikan dokumen paling lama 20 (dua puluh) hari kerja.
  4. BI menolak pengajuan persyaratan penetapan pada tahapan analisis substansi dalam hal: (a) dokumen persyaratan tetap belum sesuai; (b) dokumen perbaikan tidak disampaikan; atau (c) penyampaian dokumen perbaikan oleh pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP melampaui jangka waktu.

h.       Pemeriksaan lapangan (on site visit):

  1. Dilakukan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah analisis substansi dinyatakan telah sesuai.
  2. Dalam hal terdapat temuan untuk diperbaiki, pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP harus menyampaikan laporan dan/atau dokumen perbaikan paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sejak tanggal selesai pemeriksaan.
  3. BI menolak pengajuan persyaratan penetapan pada tahapan pemeriksaan lapangan (on site visit) dalam hal: (1) laporan dan/atau dokumen perbaikan hasil pemeriksaan belum sesuai; (2) laporan dan/atau dokumen perbaikan disampaikan melampaui jangka waktu; atau (3) laporan dan/atau dokumen perbaikan tidak disampaikan oleh pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP.
  4. Dalam hal pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP telah melakukan uji coba dalam ruang uji coba inovasi teknologi SP (ITSP), dan dinyatakan berhasil oleh BI, tahapan pemeriksaan lapangan (on site visit) dapat tidak dilakukan.

i.         Apabila permohonan penetapan pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP ditolak, pihak yang akan ditetapkan menjadi PIP dapat mengajukan pengajuan persyaratan penetapan kembali setelah jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kerja.

12.    Pemberian Penetapan PIP:

  1. BI memberikan penetapan berdasarkan: (1) hasil penelitian persyaratan penetapan dan pemeriksaan lapangan (on site visit); (2) hasil penelitian persyaratan penetapan dan hasil uji coba ITSP yang dinyatakan berhasil.
  2. Dalam hal diperlukan BI berwenang menetapkan kebijakan pemberian penetapan.
  3. PIP yang telah memperoleh penetapan harus menyelenggarakan kegiatannya paling lambat 120 (seratus dua puluh) hari kerja.
  4. PIP yang telah menyelenggarakan kegiatan harus menyampaikan laporan tertulis kepada BI paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja.
  5. Dalam hal PIP tidak menyelenggarakan kegiatannya dalam jangka waktu penetapan yang telah diberikan oleh BI, dinyatakan batal dan tidak berlaku.
  6. PIP yang penetapannya dinyatakan batal dan tidak berlaku, dapat mengajukan pengajuan persyaratan penetapan kembali paling cepat 180 (seratus delapan puluh) hari kerja.

13.   Penyelenggaraan Infrastruktur SP oleh BI

  1. BI menyelenggarakan infrastruktur SP BI yang meliputi: (1) BI-Real Time Gross Settement System (BI-RTGS); (2) Sistim Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI); (3) infrastruktur fast payment BI; dan (4) infrastruktur SP lain yang ditetapkan BI.
  2. Penyelenggaraan infrastruktur SP oleh BI didasarkan pada prinsip: (1) penyediaan layanan dalam penyelenggaraan infrastruktur; (2) penyelesaian akhir dapat dilakukan secara seketika (real time gross settlement) atau menggunakan mekanisme kliring (deffered net setllement); (3) bersifat final dan tidak dapat dibatalkan; dan (4) prinsip lainnya.
  3. Pihak yang dapat menjadi peserta dalam infrastruktur SP yang diselenggarakan oleh BI meliputi: (1) BI; (2) Bank; (3) LSB; dan/atau pihak lain yang disetujui oleh BI.
  4. Dalam penyelenggaraan infrastruktur SP oleh BI, peserta wajib:
      1. menjaga kelancaran dan keamanan dalam penggunaan infrastruktur SP yang diselenggarakan oleh BI;
      2. bertanggung jawab atas kebenaran seluruh data, instruksi, dan/atau informasi yang dikirim peserta kepada BI melalui infrastruktur;
      3. melaksanakan perjanjian dengan BI apabila diperlukan dalam penyelenggaraan infrastruktur;
      4. melaksanakan kegiatan operasional infrastruktur sesuai dengan perjanjian penggunaan sistem antara BI dan peserta serta ketentuan BI terkait lainnya;
      5. menginformasikan biaya transaksi kepada nasabah secara transparan;
      6. memberikan data dan informasi terkait kegiatan operasional penyelenggaraan infrastruktur kepada BI;
      7. mematuhi ketentuan yang dikeluarkan oleh SRO;
      8. mematuhi ketentuan lain terkait operasional penyelenggaraan infrastruktur oleh BI seperti ketentuan mengenai standar layanan nasabah dan batas nilai nominal transaksi; dan/atau
      9. kewajiban lainnya dalam penyelenggaraan infrastruktur SP oleh BI.
  5. Kewajiban sebagai peserta tidak berlaku bagi BI.
  6. GPN:
  1. BI menetapkan kebijakan GPN melalui interkoneksi switching untuk mewujudkan interoperabilitas SP nasional.
  2. Pihak yang terhubung dengan GPN terdiri atas bank umum, bank umum syariah, dan LSB, sedangkan bank perkreditan rakyat dan bank pembiayaan rakyat syariah dapat terhubung dengan GPN melalui bank umum atau bank umum syariah.
  3. PJP yang melakukan aktivitas payment initiation dan/atau acquiring services yang melakukan pemrosesan transaksi pembayaran menggunakan berbagai instrumen dapat terhubung secara tidak langsung dengan PIP yang ditetapkan sebagai Lembaga Switching melalui (a) PJP yang melakukan aktivitas payment initiation dan/atau acquiring services yang menalangi pembayaran kepada penyedia barang dan/atau jasa; atau (b) PJP yang melakukan aktivitas penatausahaan sumber dana.

14.   Penyelenggaraan Infrastruktur SP oleh PIP yang ditetapkan BI

PIP wajib memenuhi prinsip umum dalam penyelenggaraan SP yang terdiri atas:

  1. Kewajiban penyelenggaraan yang meliputi aspek: (1) tata kelola; (2) manajemen risiko termasuk prinsip kehati-hatian; (3) standar keamanan SI; (4) interkoneksi dan interoperabilitas; (5) pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Kebijakan BI mengenai skema harga dalam penyelenggaraan SP.
  3. Kapabilitas SDM dan organisasi, serta kode etik dan tata perilaku praktik bisnis yang sehat.

15.    Kewajiban penyelenggaraan PIP:

a.       Tata kelola:

  1. Pemenuhan kewajiban aspek tata kelola dilakukan berdasarkan prinsip: (1) keterbukaan; (2) akuntabilitas; (3) tanggung jawab; (4) independensi; dan (5) kewajaran.
  2. Penerapan prinsip tata kelola diwujudkan paling sedikit dalam: (1) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab oleh direksi dan dewan komisaris; (2) pemenuhan aspek kelembagaan; (3) penerapan fungsi kepatuhan, audit intern, dan audit; (4) penerapan manajemen risiko; (5) rencana strategis; dan (6) transparansi kondisi keuangan dan non keuangan.

b.       Manajemen Risiko:

Pemenuhan kewajiban aspek manajemen risiko termasuk prinsip kehati-hatian paling sedikit mencakup: (1) pengawasan aktif oleh direksi dan dewan komisaris; (2) ketersediaan kebijakan dan prosedur serta pemenuhan kecukupan struktur organisasi; (3) proses dan fungsi manajemen risiko, serta SDM; (4) pengendalian intern.

c.        Standar keamanan SI:

Penerapan aspek standar keamanan SI paling sedikit meliputi: (1) ketersediaan kebijakan dan prosedur tertulis; (2) penggunaan sistem yang aman dan andal; (3) penerapan standar keamanan siber; (4) pengamanan data dan/atau informasi; (5) pelaksanaan audit SI secara berkala.

d.       Interkoneksi dan interoperabilitas:

  1. Penerapan aspek interkoneksi dan interoperabilitas paling sedikit meliputi: (1) kepatuhan terhadap mekanisme interkoneksi dan interoperabilitas, termasuk standar; (2) pemenuhan terhadap mekanisme keterhubungan dengan infrastruktur data dan infrastruktur SP; dan (3) pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik.
  2. Transaksi pembayaran dapat diproses di luar NKRI sepanjang memperoleh persetujuan BI dengan mempertimbangkan: (1) penggunaan sistem elektronik dan/atau aktivitas yang terintegrasi dengan kantor pusat; (2) tingkat kesiapan industri dan infrastruktur nasional; dan/atau (3) aspek lainnya.
  3. Persetujuan BI diberikan sepanjang terdapat jaminan dari PIP bahwa pemrosesan di luar NKRI tidak mengurangi efektivitas pengawasan, perolehan data, dan pelindungan data pribadi.

e.       Pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan.

16.    Skema Harga:

  1. BI menetapkan kebijakan skema harga dalam penyelenggaraan SP dengan mempertimbangkan: (1) perluasan akseptasi, layanan, dan inovasi; (2) efisiensi dan kompetisi; (3) kepentingan publik dan pelaku industri secara seimbang.
  2. Kebijakan skema harga meliputi: (1) skema harga dari PIP kepada anggota; (2) skema harga antar-PJP, PIP, dan/atau pihak terkait lainnya; (3) skema harga lainnya yang ditetapkan BI.
  3. PIP wajib memenuhi prinsip transparansi harga dan persaingan usaha yang sehat.

17.    Kewajiban terkait kapabilitas SDM dan organisasi serta pemenuhan kode etik dan tata perilaku:

Kapabilitas SDM dan organisasi serta pemenuhan kode etik dan tata perilaku praktik bisnis yang sehat paling sedikit meliputi: (1) membangun dan memastikan kapabilitas SDM dan organisasi yang berkualitas, termasuk pengembangan kompetensi; (2) membangun integritas termasuk reputasi dalam mewujudkan praktik bisnis yang sehat.

18.    Klasifikasi PIP:

  1. BI menetapkan klasifikasi PIP yang terdiri atas: (1) PSPS; (2) PSPK; dan (3) PSPU.
  2. Dalam menetapkan klasifikasi PIP, BI mempertimbangkan kriteria: (1) ukuran; (2) keterhubungan; (3) kompleksitas; (4) ketergantian.
  3. Pemenuhan kewajiban tertentu sesuai klasifikasi PIP mencakup aspek: (1) permodalan; (2) manajemen risiko dan SI; (3) lainnya.

19.    Permodalan (ongoing capital):

a.       PIP berupa LSB wajib memenuhi kewajiban modal selama penyelenggaraan kegiatan usaha (ongoing capital).

b.       Kewajiban penyediaan modal selama penyelenggaraan kegiatan usaha (ongoing capital) dihitung dengan menggunakan rasio kewajiban permodalan SP dengan ketentuan:

  1. paling sedikit sebesar 10% (sepuluh persen) dari transaksi tertimbang menurut risiko untuk seluruh klasifikasi PIP;
  2. tambahan persyaratan modal (surcharge) berdasarkan klasifikasi PIP sebesar: (a) 5% (lima persen) dari transaksi tertimbang menurut risiko untuk PIP klasifikasi PSPS; dan (b) 2,5% (dua koma lima persen) dari transaksi tertimbang menurut risiko untuk PIP klasifikasi PSPK.

c.        Modal selama penyelenggaraan kegiatan usaha (ongoing capital) terdiri atas:

d.       modal inti yang meliputi: (a) modal inti utama; dan (b) modal inti tambahan.

e.       modal pelengkap.  

f.        Transaksi tertimbang menurut risiko ditetapkan sebesar 10 (sepuluh) kali dari beban transaksi.

g.       Kewajiban penyediaan modal selama penyelenggaraan kegiatan usaha (ongoing capital) bagi PIP berupa bank merupakan kewajiban penyediaan modal minimum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan.

h.       BI dapat menetapkan perubahan besaran penghitungan modal (ongoing capital) dan beban transaksi dengan mempertimbangkan karakteristik aktivitas PIP.

i.         PIP harus berupa LSB harus memenuhi ketentuan kewajiban penyediaan modal selama penyelenggaraan kegiatan usaha (ongoing capital) yang diatur dalam PBI ini dengan memperhatikan ketentuan mengenai permodalan yang diatur oleh otoritas lain.

20.   Penerapan manajemen risiko dan SI berdasarkan klasifikasi PIP

Penerapan manajemen risiko dan standar keamanan SI bagi PIP PSPS, PIP PSPK, dan PIP PSPU.

21.    Standar keamanan siber:

PIP wajib memastikan penerapan standar keamanan siber paling sedikit menggunakan pendekatan: (1) aspek tata kelola; (2) aspek pencegahan; dan (3) aspek penanganan.

22.    BI berwenang untuk menetapkan kewajiban terkait aspek lainnya berdasarkan hasil pengawasan untuk mitigasi risiko hukum, risiko operasional, risiko likuiditas, dan/atau risiko lainnya.

23.    Evaluasi klasifikasi PIP:

  1. BI melakukan evaluasi terhadap penetapan klasifikasi PIP secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam satu tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
  2. Untuk pertama kali, evaluasi secara berkala dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak penetapan klasifikasi PIP.
  3. BI menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada PIP mengenai: (1) hasil klasifikasi PIP; (2) hasil evaluasi terhadap penetapan PIP, dalam hal terdapat perubahan klasifikasi PIP.
  4. BI menetapkan batas waktu pemenuhan kewajiban sesuai klasifikasi PIP berdasarkan rencana tindak lanjut yang disusun oleh PIP.
  5. Rencana tindak lanjut wajib memperoleh persetujuan BI.

24.    Ruang lingkup pengembangan aktivitas, pengembangan produk dan/atau kerjasama:

  1. PIP dapat melakukan pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan kategori risiko, sepanjang disetujui atau dilaporkan kepada BI.
  2. Pengembangan aktivitas merupakan penambahan aktivitas baru berdasarkan penetapan yang telah diberikan.
  3. Pengembangan produk terdiri atas: (1) penambahan atau pengembangan fitur; (2) penggantian platform; (3) penggantian sistem; (4) perpindahan infrastruktur; dan/atau (5) pengembangan produk lainnya.
  4. Kerja sama dengan pihak lain dapat dilakukan dengan: (1) PJP dan/atau PIP lainnya; (2) Penyelenggara Penunjang.

25.    Kategori pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerjasama:

a.       Pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama dikategorikan menurut tingkat risiko yang terdiri atas: (1) risiko rendah; (2) risiko sedang; dan (3) risiko tinggi.

b.       Kategori risiko rendah:

  1. pengembangan aktivitas atau pengembangan produk dengan kriteria berdampak pada tahapan pratransaksi dan/atau pascatransaksi serta hanya berupa: (1) pengembangan (enhancement) dari sistem yang digunakan saat ini; dan/atau (2) pengembangan (enhancement) dari infrastruktur yang digunakan saat ini.
  2. kerja sama dengan warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dan tidak disertai dengan pengembangan produk dan/atau aktivitas.

c.        Kategori risiko sedang:

1)       pengembangan aktivitas dan/atau pengembangan produk dengan kriteria:

  1. berdampak pada tahapan inisiasi, otorisasi, kliring, dan/atau penyelesaian akhir berupa: (1) pengembangan (enhancement) dari sistem yang digunakan saat ini; (2) pengembangan (enhancement) dari infrastruktur yang digunakan saat ini; atau
  2. berdampak pada tahapan pratransaksi dan/atau pascatransaksi berupa: (1) pengembangan terkait fitur keamanan transaksi; (2) pengembangan lintas batas (crossborder); dan/atau (3) penggunaan sistem dan/atau infrastruktur baru yang belum pernah digunakan.

2)       pengembangan aktivitas dan/atau pengembangan produk yang disertai dengan kerja sama dengan kriteria berdampak pada tahapan pratransaksi dan/atau pascatransaksi serta penyediaan solusi teknologi informasi dan/atau layanan teknis oleh pihak lain yang berdampak pada keberlangsungan usaha PIP; atau

3)       kerja sama dengan selain warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang tidak disertai dengan pengembangan aktivitas dan/atau pengembangan produk.

d.       Kategori risiko tinggi

  1. pengembangan aktivitas dan/atau pengembangan produk dengan kriteria berdampak pada tahapan inisiasi, otorisasi, kliring, dan/atau penyelesaian akhir berupa: (1) perubahan fitur keamanan transaksi; (2) pengembangan aktivitas/produk yang bersifat lintas batas (crossborder); (3) penggunaan sistem dan/atau infrastruktur baru yang belum pernah digunakan; atau
  2. pengembangan aktivitas dan/atau pengembangan produk yang disertai kerja sama dengan kriteria berdampak pada tahapan inisiasi, otorisasi, kliring, dan/atau penyelesaian akhir serta penyediaan solusi teknologi informasi dan/atau layanan teknis oleh pihak lain yang berdampak pada keberlangsungan usaha PIP.

e.       PIP harus terlebih dahulu melakukan penilaian risiko secara asesmen mandiri (self assessment) terhadap rencana pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama yang akan diselenggarakan berdasarkan kategori risiko.

f.        BI dapat menetapkan kategori risiko yang berbeda dari hasil asesmen mandiri (self assessment) PIP.

26.    Pengajuan pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama.

PIP wajib menyampaikan laporan pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama kepada BI, jika pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama memenuhi kategori risiko rendah, dan permohonan persetujuan jika memenuhi kategori risiko sedang atau risiko tinggi.

27.    Pelaporan pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama kategori risiko rendah:

  1. Laporan disampaikan melalui aplikasi perizinan BI paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah realisasi pengembangan aktivitas, pengembangan produk dan/atau kerja sama.
  2. Laporan disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan disertai dokumen dukung yang memuat informasi mengenai: (1) gambaran mengenai aktivitas, produk, dan/atau kerja sama yang diselenggarakan; (2) realisasi aktivitas, produk, dan/atau kerja sama yang diselenggarakan; (3) dokumen lain.

28.    Persetujuan pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama kategori risiko sedang dan risiko tinggi:

  1. Penelitian persetujuan dilakukan melalui tahapan: (1) penelitian administratif; (2) analisis terhadap model bisnis dari rencana pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama; (3) analisis substansi terhadap pemenuhan persyaratan berdasarkan dokumen yang disampaikan.
  2. Setelah tahapan penelitian persetujuan, BI dapat melakukan pemeriksaan lapangan (on site visit).
  3. BI memberikan persetujuan terhadap permohonan persetujuan yang diajukan berdasarkan: (1) hasil penelitian persetujuan; atau (2) hasil penelitian persetujuan dan pemeriksaan lapangan (on site visit).
  4. BI berwenang menetapkan kebijakan persetujuan.
  5. BI dapat meniadakan pemeriksaan lapangan (on site visit), dengan meminta dokumen tambahan yang menunjukkan kesiapan operasional dalam kondisi tertentu, meliputi: (1) bencana alam; (2) pandemi; (3) kondisi lain yang ditetapkan BI.
  6. Pengajuan permohonan persetujuan dilakukan melalui aplikasi perizinan BI. Dalam hal aplikasi belum dapat diimplementasikan atau mengalami gangguan, penyampaian permohonan persetujuan dilakukan secara langsung sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan oleh BI.
  7. PIP yang telah memperoleh persetujuan harus menyelenggarakan kegiatannya paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pemberian persetujuan dari BI.
  8. PIP yang telah memperoleh persetujuan harus menyampaikan laporan tertulis kepada BI melalui aplikasi perizinan BI paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
  9. Dalam hal PIP tidak menyelenggarakan kegiatannya dalam jangka waktu, persetujuan yang telah diberikan oleh BI menjadi batal dan tidak berlaku.
  10. PIP yang persetujuannya menjadi batal dan tidak berlaku, dapat mengajukan permohonan persetujuan kembali paling cepat 180 (seratus delapan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal batalnya persetujuan.

29.    Mekanisme dan tata cara pemrosesan permohonan persetujuan pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama dengan kategori risiko tinggi:

  1. BI dapat melakukan: (1) pre-consultative meeting; (2) consultative meeting; (3) coaching clinic.
  2. Setelah dokumen persetujuan dinyatakan lengkap dan benar berdasarkan penelitian administratif, BI melakukan analisis model bisnis dan analisis substansi persyaratan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja.
  3. Dalam hal dokumen persyaratan persetujuan belum sesuai, PIP harus melakukan perbaikan dokumen persyaratan paling lama 40 (empat puluh) hari kerja.
  4. BI melakukan analisis substansi persyaratan persetujuan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah PIP menyampaikan dokumen perbaikan.
  5. Pemeriksaan lapangan (on site visit) dilaksanakan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah pemberitahuan kepada PIP bahwa dokumen persyaratan persetujuan telah sesuai.
  6. Dalam hal terdapat temuan, PIP harus melakukan perbaikan sesuai hasil temuan pemeriksaan dan menyampaikan bukti perbaikan kepada BI paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja sejak tanggal pemeriksaan lapangan (on site visit) selesai.
  7. Ketentuan mengenai jangka waktu penyampaian dokumen perbaikan dalam tahapan pemeriksaan berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyampaian dokumen tambahan dalam kondisi tertentu.
  8. BI menolak permohonan persetujuan dalam hal: (1) berdasarkan hasil analisis model bisnis dan analisis substansi atas perbaikan dokumen persyaratan, tetap belum sesuai; (2) berdasarkan hasil analisis terhadap laporan perbaikan hasil pemeriksaan lapangan (on site visit), belum sesuai; (3) dokumen perbaikan tidak disampaikan oleh PIP kepada BI dalam jangka waktu yang ditetapkan.
  9. Dalam hal BI menolak permohonan persetujuan maka: (1) PIP dapat mengajukan kembali permohonan persetujuan setelah jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat penolakan; dan (2) BI mengembalikan seluruh dokumen persyaratan persetujuan yang telah disampaikan.

30.    Mekanisme dan tata cara pemrosesan permohonan persetujuan pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama dengan kategori risiko sedang:

  1. BI dapat melakukan: (1) pre-consultative meeting; (2) consultative meeting; (3) coaching clinic.
  2. Setelah dokumen persetujuan dinyatakan lengkap dan benar berdasarkan penelitian administratif, BI melakukan analisis model bisnis dan analisis substansi persyaratan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja.
  3. Dalam hal dokumen persyaratan persetujuan belum sesuai, PIP harus melakukan perbaikan dokumen persyaratan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
  4. BI melakukan analisis substansi persyaratan persetujuan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah PIP menyampaikan dokumen perbaikan.
  5. BI menolak permohonan persetujuan dalam hal: (1) berdasarkan hasil analisis model bisnis dan analisis substansi atas perbaikan dokumen persyaratan, belum sesuai; (2) dokumen perbaikan tidak disampaikan oleh PIP kepada BI dalam jangka waktu yang ditetapkan.
  6. Dalam hal BI menolak permohonan persetujuan maka: (1) PIP dapat mengajukan kembali permohonan persetujuan setelah jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat penolakan; dan (2) BI mengembalikan seluruh dokumen persyaratan persetujuan yang telah disampaikan.

31.    Mekanisme dan tata cara pemrosesan permohonan persetujuan pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama dengan kategori risiko rendah:

  1. BI melakukan pengecekan kelengkapan dokumen persyaratan pelaporan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima pada aplikasi perizinan BI. 
  2. Dalam hal dokumen yang disampaikan tidak lengkap dan/atau tidak benar, PIP melengkapi dan/atau memperbaiki dokumen paling lama 14 (empat belas) hari kalender.
  3. Setelah dokumen persyaratan pelaporan dinyatakan lengkap dan benar, BI menyatakan menerima laporan dari PIP.

32.    Persyaratan permohonan persetujuan pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama:

  1. Penyampaian permohonan persetujuan untuk pengembangan aktivitas, pengembangan produk, dan/atau kerja sama disertai dengan dokumen pendukung pemenuhan persyaratan meliputi aspek: (1) kesiapan operasional; (2) keamanan dan keandalan sistem; (3) penerapan manajemen risiko; (4) perlindungan konsumen.
  2. Dalam hal diperlukan, BI dapat meminta PIP untuk menyampaikan data dan/atau informasi tambahan yang dibutuhkan.
  3. Bentuk dan rincian dokumen persyaratan beserta perubahannya dimuat dalam daftar persyaratan yang dipublikasikan melalui laman BI atau media lain yang ditetapkan BI.
  4. Dalam hal terdapat permohonan persetujuan kerjasama antar PIP, permohonan persetujuan diajukan oleh salah satu PIP yang: (1) memiliki sistem atau infrastruktur penyelenggaraan transfer dana; (2) telah disepakati antar PIP yang akan melakukan kerja sama.

33.    Kebijakan pemrosesan persetujuan:

a.       BI dapat menetapkan kebijakan dalam pemrosesan persetujuan pengembangan dan/atau kerja sama untuk: (1) mendukung implementasi program ekonomi dan keuangan nasional; (2) menjaga efisiensi dan pertumbuhan industri.

b.       Kebijakan pemrosesan dilakukan melalui: (1) pemberian persetujuan bersyarat; dan/atau (2) penetapan persyaratan pemrosesan persetujuan yang berbeda.

c.        Persetujuan bersyarat:

  1. persetujuan bersyarat harus disertai dengan surat pernyataan komitmen.
  2. Pemberian persetujuan bersyarat diberikan paling lama 6 (enam) bulan yang diberikan setelah dokumen dinyatakan benar dan lengkap berdasarkan penelitian administratif.
  3. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, PIP wajib memenuhi persyaratan dan tahapan persetujuan. Dalam hal PIP tidak dapat memenuhi persyaratan dan tahapan, BI membatalkan persetujuan bersyarat. 

d.       Penetapan persyaratan pemrosesan persetujuan yang berbeda:

  1. Penetapan persyaratan pemrosesan persetujuan yang berbeda dapat diberikan dengan ketentuan pemrosesan persetujuan dilakukan sesuai dengan tahapan pemerosesan persetujuan.
  2. Penetapan persyaratan pemrosesan persetujuan yang berbeda dapat diberikan setelah: (1) PIP mendapatkan penilaian manajemen risiko yang baik; (2) PIP mengikuti uji coba ITSP dan dinyatakan berhasil; (3) pengembangan dan/atau kerja sama telah memperoleh rekomendasi dari SRO yang dilakukan untuk memenuhi standar nasional; (4) aspek lainnya.

     

34.    Kewajiban dalam kerja sama PIP dengan Penyelenggara Penunjang:

  1. PIP yang melakukan kerja sama dengan Penyelenggara Penunjang harus: (1) melakukan asesmen terhadap Penyelenggara Penunjang; (2) bertanggung jawab penuh atas keamanan dan kelancaran pemrosesan transaksi pembayaran.
  2. Tanggung jawab atas keamanan dan kelancaran pemrosesan transaksi pembayaran dilakukan paling sedikit: (1) mekanisme pemantauan terhadap kinerja Penyelenggara Penunjang; (2) memastikan penerapan manajemen risiko; (3) memastikan tersedianya akses ke Penyelenggara Penunjang bagi BI.
  3. PIP harus melakukan evaluasi secara berkala atas kinerja Penyelenggara Penunjang.

35.    PIP yang telah memperoleh penetapan wajib memenuhi kewajiban yang ditetapkan BI meliputi pemenuhan aspek: (1) tata kelola; (2) manajemen risiko termasuk prinsip kehati-hatian; (3) standar keamanan SI; (4) interkoneksi dan interoperabilitas; dan (5) pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan.

36.    BI dapat meminta PIP menghentikan atau tidak memperpanjang kerja sama dengan pihak lain apabila kerja sama: (1) melanggar peraturan perundang-undangan; (2) tidak memberikan nilai tambah pada pengembangan SP yang cepat, mudah, murah, aman dan andal; dan/atau (3) berpotensi merugikan atau menurunkan kinerja PIP.

37.    Setiap pihak dilarang memiliki:

    1. saham sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan oleh PIP dan mempunyai hak suara; atau
    2. saham kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan oleh PIP dan mempunyai hak suara namun dapat dibuktikan bahwa yang bersangkutan telah melakukan pengendalian terhadap PIP, baik secara langsung maupun tidak langsung,

pada lebih dari 1 (satu) LSB yang masing-masing memiliki penetapan sebagai PIP dan/atau izin sebagai PJP.

38.    PIP berupa LSB dilarang melakukan aksi korporasi yang mengakibatkan berubahnya pihak yang memiliki:

  1. saham sebesar 25% atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan oleh PIP dan mempunyai hak suara;
  2. saham kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan oleh PIP dan mempunyai hak suara namun dapat dibuktikan bahwa yang bersangkutan telah melakukan pengendalian terhadap PIP, baik secara langsung maupun tidak langsung,

selama 5 (lima) tahun sejak penetapan pertama kali diberikan kecuali berdasarkan persetujuan BI dalam rangka pemenuhan ketentuan dan/atau tindak lanjut pengawasan BI dan/atau penguatan permodalan.

39.   Larangan terkait Nilai yang Dapat Dipersamakan dengan Uang

    1. PIP dilarang memiliki dan/atau mengelola nilai yang dapat dipersamakan dengan nilai uang atau nilai selain rupiah yang dapat digunakan secara luas untuk tujuan pembayaran.
    2. PIP dilarang: (1) menerima virtual currency yang digunakan sebagai sumber dana dalam pemrosesan transaksi pembayaran; (2) melakukan pemrosesan transaksi pembayaran dengan menggunakan virtual currency sebagai sumber dana; dan/atau; (3) mengaitkan virtual currency dengan pemrosesan transaksi pembayaran.

40.    Dalam hal PIP melakukan aksi korporasi berupa penggabungan, peleburan, pemisahan, dan/atau terdapat pengambilalihan terhadap PIP, berlaku ketentuan untuk: (1) PIP berupa LSB, wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari BI; dan (2) PIP berupa Bank, wajib menyampaikan laporan kepada BI.

41.   Interface Pembayaran Terintegrasi

BI dapat menyelenggarakan infrastruktur interface pembayaran terintegrasi yang menghubungkan akses ke sumber dana dengan PJP untuk meneruskan proses inisiasi dan/atau otorisasi transaksi pembayaran.

42.   Penyelenggaraan Infrastruktur SP yang Berdampak Sistemik

  1. Infrastruktur SP yang diselenggarakan oleh BI yang dikategorikan sebagai infrastruktur pasar keuangan yang berdampak sistemik mencakup: (1) BI-RTGS; (2) infrastruktur fast payment BI; dan (3) infrastruktur SP yang diselenggarakan oleh BI lainnya yang ditetapkan BI.
  2. Penyelenggaraan infrastruktur SP yang dikategorikan sebagai infrastruktur pasar keuangan yang berdampak sistemik harus dilaksanakan sesuai standar internasional yang berlaku.
  3. Pemenuhan standar internasional mencakup: (1) aspek penyelenggaraan infrastruktur; dan (2) aspek tanggung jawab otoritas dalam melakukan pemantauan.
  4. Tindak lanjut pemantauan meliputi: (1) moral suasion; (2) rekomendasi kebijakan, pengaturan, atau pengembangan; (3) koordinasi dengan otoritas terkait; dan/atau (4) tindakan lainnya yang ditetapkan BI.
  5. BI mempublikasikan aspek penyelenggaraan infrastruktur SP yang dikategorikan sistemik dalam laman BI.

43.   ITSP

  1. BI menyediakan ruang uji coba pengembangan ITSP untuk mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan digital.
  2. Ruang lingkup ITSP.
  3. Tujuan dan prinsip penyelenggaraan ruang uji coba ITSP.
  4. Mekanisme dan tata cara uji coba ITSP.
  5. Hasil uji coba ITSP.

44.   Pengawasan dan Pemantauan:

  1. BI melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap penyelenggaraan SP dengan menggunakan pendekatan pengawasan berbasis risiko dan/atau kepatuhan.
  2. Objek pengawasan terhadap penyelenggaraan SP yaitu PIP, sedangkan objek pemantauan BI meliputi infrastruktur SP yang diselenggarakan BI termasuk infrastruktur SP yang berdampak sistemik.

     
  3. PIP wajib menyampaikan kepada BI atau pihak lain yang ditugaskan oleh BI: (1) dokumen, data, informasi, dan/atau laporan; (2) keterangan dan/atau penjelasan baik lisan maupun tertulis; (3) akses terhadap infrastruktur dan/atau SI yang diperlukan dalam pengawasan; dan/atau; (4) hal lain yang diperlukan.
  4. Dalam hal diminta oleh BI, kewajiban dalam huruf c berlaku terhadap pihak yang bekerjasama dengan PIP.
  5. Pengawasan terhadap penyelenggaraan SP dilakukan melalui: (1) pengawasan tidak langsung; dan (2) pengawasan langsung, sedangkan pemantauan infrastruktur SP yang dikategorikan sebagai infrastruktur pasar keuangan yang berdampak sistemik dilakukan melalui: (1) monitoring; (2) asesmen; dan (3) upaya mendorong perubahan (inducing change).
  6. PIP bertanggung jawab untuk memastikan pihak yang bekerja sama dengan PIP memenuhi kewajiban.
  7. BI dapat melakukan pengawasan secara terintegrasi terhadap PIP dan perusahaan induk, perusahaan anak, dan/atau pihak terafiliasi lainnya.
  8. Tujuan pengawasan secara terintegrasi: (1) mengidentifikasi dan memitigasi eksposur risiko yang timbul dari hubungan kepemilikan, pengendalian, bisnis, dan keuangan; (2) memastikan tetap terpenuhinya aspek kelembagaan dan hukum, kelayakan bisnis, tata kelola, dan manajemen risiko; (3) memastikan persaingan usaha yang sehat dan efisiensi di industri, serta turut mendukung SSK; (4) memastikan pemenuhan aspek lainnya.
  9. Dalam hal diminta oleh BI, perusahaan induk, perusahaan anak, dan/atau pihak terafiliasi lainnya wajib memberikan: (1) keterangan dan data yang diminta; (2) kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; dan (3) hal lain yang diperlukan.
  10. Berdasarkan pengawasan, BI dapat melakukan tindak lanjut pengawasan yang dapat disertai berupa: (1) meminta PIP untuk (a) melakukan atau tidak melakukan sesuatu, (b) membatasi kegiatan atau penyelenggaraan; dan/atau; (c) menghentikan sementara, sebagian, atau seluruh kegiatan termasuk pelaksanaan kerja sama; dan/atau (2) mencabut penetapan, dan/atau persetujuan yang telah diberikan.
  11. Tindak lanjut terhadap pengawasan dapat disertai dengan: (1) pengumuman kepada publik, (2) penghentian pemrosesan persetujuan pengembangan aktivitas dan/atau produk serta kerjasama; dan/atau, (3) penyampaian informasi informasi dan/atau rekomendasi hasil pengawasan kepada otoritas lain, dalam hal terdapat hasil pengawasan yang terkait dengan kewenangan otoritas lain, oleh BI.
  12. PIP wajib menyampaikan rencana tindak dan melaksanakan rencana tindak tersebut dalam upaya untuk perbaikan atas permasalahan.
  13. Dalam hal PIP tidak melaksanakan kewajiban pembayaran sanksi denda, BI dapat mengubah sanksi denda yang telah dikenakan kepada PIP menjadi sanksi penghentian kegiatan atau pencabutan penetapan.
  14. Setiap pihak dilarang menyelenggarakan aktivitas SP sebelum memperoleh izin atau penetapan dari BI.
  15. PIP dilarang memasarkan produk, aktivitas dan/atau kerja sama yang dikategorikan risiko sedang atau tinggi sebelum memperoleh persetujuan dari BI.

45.   Pengakhiran penyelenggaraan SP:

  1. BI melakukan evaluasi terhadap penetapan yang telah diberikan kepada PIP.
  2. Evaluasi terhadap penetapan dilakukan secara berkala setiap 3 (tiga) tahun sejak tanggal penerbitan surat penetapan atau sewaktu-waktu.
  3. Dalam melakukan evaluasi penetapan berdasarkan hasil pengawasan, BI melakukan tindak lanjut pengawasan.
  4. Dalam melakukan evaluasi penetapan, BI mempertimbangkan aspek seperti: (1) kinerja transaksi; (2) aktivitas usaha atau kelembagaan; (3) efisiensi atau tingkat konsentrasi di industri SP; (4) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
  5. Evaluasi penetapan dan/atau tindak lanjut pengawasan dapat menjadi dasar bagi BI untuk: (1) mempersingkat atau memperpanjang masa berlaku penetapan dalam hal penetapan diberikan dengan jangka waktu; (2) mencabut penetapan PIP; atau (3) melanjutkan keberlangsungan usaha PIP.
  6. PIP yang dikenakan sanksi pencabutan penetapan wajib memberitahukan kepada seluruh pihak yang bekerja sama bahwa penetapan yang dimiliki PIP telah dicabut.

46.    Penyelesaian kewajiban:

  1. PIP harus menyelesaikan seluruh kewajiban kepada anggota dan/atau pihak yang bekerja sama dalam penyelenggaraan SP sebelum penetapan PIP dicabut oleh BI.
  2. Mekanisme dan jangka waktu penyelesaian seluruh kewajiban yang timbul dalam penyelenggaraan SP ditetapkan oleh BI dengan memperhatikan rencana tindak yang disampaikan oleh PIP.
  3. Apabila PIP belum dapat menyelesaikan kewajiban dalam jangka waktu yang ditetapkan, BI dapat melakukan pencabutan penetapan yang dapat disertai dengan tindak lanjut penyelesaian kewajiban, termasuk penyerahan kewajban PIP kepada Balai Harta Peninggalan atau tindak lanjut lainnya.

47.    Data dan/atau Informasi:

  1. PIP wajib menyampaikan data dan/atau informasi terkait SP kepada BI. 
  2. Cakupan data dan/atau informasi terkait SP: (1) transaksi pembayaran, seperti instrumen, nominal, dan kanal pembayaran; (2) rincian informasi transaksi pembayaran; (3) kinerja PIP; (4) penyelenggaraan SP; (5) pemantauan kepatuhan peserta infrastruktur SP yang diselenggarakan BI; (6) lainnya.
  3. Dalam hal diminta oleh BI, pihak lain yang bekerja sama dengan PIP wajib menyampaikan data dan/atau informasi terkait SP kepada BI.
  4. Perolehan data dan/atau informasi terkait SP dari PIP dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan PIP dilakukan dengan cara: (1) penyampaian laporan; (2) pengambilan data melalui koneksi antar sistem; dan/atau; (3) mekanisme lain.
  5. PIP wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan SP kepada BI yang terdiri atas: (1) laporan berkala; (2) laporan insidental.
  6. PIP yang mengalami peristiwa gangguan dalam pemrosesan transaksi pembayaran dan force majeure atas penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran harus segera melaporkan ke BI setelah peristiwa gangguan teridentifikasi.
  7. Dalam pemrosesan data dan/atau informasi terkait SP, PIP dan/atau pihak yang bekerja sama dengan PIP wajib menerapkan antara lain: (1) prinsip perlindungan data pribadi; (2) manajemen risiko siber paling sedikit mencakup aspek tata kelola (governance), pencegahan (prevention), dan penanganan (resolution).
  8. PIP dan/atau pihak lain dalam pelaksanaan standardisasi data, standardisasi teknis, standardisasi keamanan, dan standardisasi tata kelola wajib memenuhi: (1) penerapan standar; (2) pengujian dan verifikasi standar; (3) pengembangan, perubahan dan pemeliharaan sistem; (4) kewajiban lainnya.
  9. PIP dan/atau pihak lain yang tidak memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan standardisasi data, standardisasi teknis, standardisasi keamanan, dan standardisasi tata kelola, dikenai sanksi administratif.

48.   SRO

  1. SRO wajib: (1) melaksanakan tugas yang telah ditetapkan oleh BI; (2) menjaga kerahasiaan data dan/atau informasi.
  2. PIP harus menjadi anggota SRO yang ditetapkan oleh BI.
  3. Dalam mendukung pelaksanaan kewenangan di bidang SP, BI dapat menugaskan SRO untuk menyusun dan menerbitkan ketentuan di bidang SP yang bersifat teknis dan mikro berdasarkan persetujuan BI.

49.   Sanksi

  1. BI dapat mengenakan sanksi administratif: (1) teguran; (2) denda; (3) penghentian sementara, sebagian, atau seluruh kegiatan termasuk pelaksanaan kerja sama; dan/atau (4) pencabutan penetapan sebagai PIP.
  2. Pengenaan sanksi sebagaimana diatur pada ayat (1) dapat disertai dengan: (1) pengumuman kepada publik; (2) penghentian pemrosesan persetujuan pengembangan aktivitas dan/atau produk serta kerjasama.

50.    Ketentuan peralihan:

  1. Izin penyelenggara jasa SP yang diberikan dengan jangka waktu sebelum PBI PIP berlaku, ditetapkan sesuai dengan hasil konversi izin menjadi PIP.
  2. BI melakukan evaluasi penetapan untuk pertama kali bagi penyelenggara jasa SP yang telah memperoleh izin sebelum PBI PIP berlaku, dengan memperhatikan pemenuhan seluruh persyaratan penetapan PIP.
  3. Ketentuan komposisi kepemilikan saham dan/atau ketentuan pengendalian domestik sebagaimana diatur dalam PBI SP tidak diberlakukan terhadap PIP yang telah dikonversi izinnya, apabila setelah berlakunya PBI PIP tidak terdapat perubahan komposisi kepemilikan asing yang dilakukan oleh pihak asing atau tidak terdapat perubahan pengendalian yang dilakukan oleh pihak asing.
  4. Ketentuan sebagaiamana huruf c berlaku hanya bagi PIP yang telah memenuhi ketentuan BI terkait komposisi kepemilikan saham sebelum PBI PIP berlaku dengan memperhatikan asas keadilan. Rencana tindak dimaksud wajib memperoleh persetujuan dari BI.
  5. PIP ditetapkan sebagai PSPS, PSPK, atau PSPU sejak PBI PIP ditetapkan.
  6. PIP wajib memenuhi ketentuan mengenai kewajiban tertentu sesuai klasifikasi PIP paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya PBI PIP.
  7. PIP diberikan batas waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak PBI PIP berlaku untuk menjadi anggota SRO.

51.   Penutup

  1. Pada saat PBI PIP ini mulai berlaku semua peraturan perundang undangan mengenai SP di BI dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PBI PIP ini.
  2. PBI PIP mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

---- o0o ----

Lampiran
Kontak
Contact Center Bank Indonesia Bicara: (62 21) 131

e-mail : bicara@bi.go.id
Jam operasional Senin s.d. Jumat Pkl. 08.00 s.d 16.00 WIB

Halaman ini terakhir diperbarui 7/14/2021 3:48 PM
Apakah halaman ini bermanfaat?
Terima Kasih! Apakah Anda ingin memberikan rincian lebih detail?

Baca Juga