RINGKASAN PERATURAN BANK INDONESIA
Peraturan | : | Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/11/PBI/2021 tentang Standar Nasional Sistem Pembayaran |
Berlaku | : | pada tanggal diundangkan |
I. Latar Belakang dan Tujuan
Standardisasi dalam penyelenggaraan Sistem Pembayaran (SP) merupakan salah satu upaya untuk mendukung industri SP yang sehat, kompetitif, dan inovatif. Hal ini perlu didukung dengan pengaturan yang dapat mewadahi ketentuan terkait standardisasi yang telah ada saat ini sekaligus mewadahi ketentuan terkait standar nasional yang dibutuhkan di masa depan. Ketentuan yang telah ada sekarang perlu dilengkapi rumusan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang secara khusus memayungi berbagai aspek standardisasi di bidang SP. Ketentuan ini juga sekaligus merupakan bagian dari regulatory reform guna mengantisipasi perkembangan industri SP dengan inovasi yang pesat dan tren digitalisasi dengan kompleksitas model bisnis dan risiko.
Pada dasarnya telah terdapat sejumlah ketentuan standardisasi yang diatur/ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) dalam penyelenggaraan SP. Namun, pengaturannya belum didasarkan pada bentuk produk hukum yang seragam dan belum terintegrasi dalam satu produk hukum BI. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakselarasan dan perbedaan penerapan ketentuan. Oleh karenanya, perlu disusun ketentuan yang menjadi induk dari Standar Nasional SP dan memuat prinsip-prinsip, seperti kewajiban para pihak yang diatur, proses standardisasi, pemberlakuan, dan lainnya. Untuk itu, pengaturan ini perlu dituangkan dalam PBI tentang Standar Nasional yang juga sekaligus sebagai pelengkap reformasi pengaturan yang telah diinisiasi BI melalui penerbitan PBI mengenai SP, Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP).
II. Materi Pengaturan
1. Standar Nasional SP yang selanjutnya disebut Standar Nasional adalah standar yang ditetapkan oleh BI untuk digunakan dalam penyelenggaraan SP yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kebijakan Standar Nasional bertujuan untuk:
- menciptakan industri SP yang sehat, kompetitif, dan inovatif;
- mendorong integrasi, interkoneksi, interoperabilitas, serta keamanan dan keandalan infrastruktur SP; dan/atau
- meningkatkan praktik pasar (market practice) yang sehat, efisien, dan wajar dalam penyelenggaraan SP,
yang diterapkan dalam penyelenggaraan SP, termasuk pemrosesan transaksi pembayaran.
3. Ruang lingkup Standar Nasional meliputi aspek:
- tata kelola;
- manajemen risiko;
- standar keamanan sistem informasi;
- interkoneksi dan interoperabilitas; dan/atau
- aspek lain yang ditetapkan BI.
4. Standar Nasional dapat memuat:
- spesifikasi teknis.
- spesifikasi operasional; dan/atau
- pedoman pelaksanaan (code of practice).
5. Kewenangan BI terkait Standar Nasional meliputi:
- menyusun, menetapkan, dan mengelola Standar Nasional;
- menetapkan kebijakan atau pengaturan penerapan Standar Nasional; dan
- melakukan pengawasan terhadap penerapan Standar Nasional.
6. Untuk melindungi kepentingan publik maka kepemilikan atas Standar Nasional menjadi milik BI.
7. Penyusunan Standar Nasional dilakukan melalui:
- perencanaan Standar Nasional;
- penyusunan spesifikasi teknis, spesifikasi operasional, dan/atau pedoman pelaksanaan (code of practice); dan/atau
- pelaksanaan uji coba.
8. Standar Nasional ditetapkan melalui peraturan BI atau keputusan BI.
9. Pengelolaan Standar Nasional dilakukan melalui:
- pelaksanaan dan pengelolaan proses sertifikasi, verifikasi, dan/atau pemberian rekomendasi terkait penggunaan Standar Nasional;
- penyusunan dan penerapan tata cara dan prosedur penyampaian salinan Standar Nasional;
- perencanaan dan/atau pengembangan Standar Nasional; dan/atau
- pelaksanaan evaluasi Standar Nasional secara berkala dan/atau sewaktu-waktu.
10. Dalam menetapkan Standar Nasional, BI dapat mempertimbangkan usulan standar yang diajukan oleh Self-Regulatory Organization (SRO) atau pihak lain. Dalam hal terdapat standar yang diajukan oleh SRO atau pihak lain maka kepemilikan atas standar beralih kepada BI pada saat standar tersebut ditetapkan sebagai Standar Nasional.
11. BI dapat menugaskan SRO atau pihak lain yang ditetapkan BI untuk dan atas nama BI menyusun dan/atau mengelola Standar Nasional. Selanjutnya, penugasan untuk menyusun dan/atau mengelola Standar Nasional dilakukan berdasarkan keputusan BI.
12. Pihak lain selain SRO yang akan ditugaskan menyusun dan mengelola Standar Nasional harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- merupakan representasi industri SP yang menggunakan Standar Nasional;
- merupakan badan hukum Indonesia yang memiliki kompetensi untuk mengelola Standar Nasional; dan
- syarat lain yang ditetapkan BI.
Selanjutnya pihak lain bermaksud untuk menjadi pengelola Standar Nasional harus mengajukan permohonan penetapan secara tertulis kepada BI dengan disertai dokumen pendukung yang membuktikan pemenuhan persyaratan. Dalam rangka memroses permohonan penetapan tersebut, BI melakukan:
- penelitian administratif;
- analisis kelayakan; dan
- pemeriksaan lapangan (on site visit), dalam hal diperlukan.
13. SRO atau pihak lain tersebut sebagaimana dimaksud dalam angka 12 di atas wajib:
- melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan BI (fiduciary duty);
- memastikan keamanan dan keandalan sistem informasi yang digunakan dalam penyusunan dan/atau pengelolaan Standar Nasional;
- menjaga kerahasiaan data dan/atau informasi terkait penyusunan dan/atau pengelolaan Standar Nasional;
- meminta persetujuan BI atas hal yang bersifat strategis dalam pelaksanaan tugas penyusunan dan/atau pengelolaan Standar Nasional;
- melakukan upaya peningkatan pemahaman pihak terkait akan Standar Nasional; dan
- melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh BI.
14. BI menetapkan kebijakan atau pengaturan penerapan Standar Nasional yang terdiri atas:
- para pihak dalam penerapan Standar Nasional;
- pentahapan pemberlakuan termasuk jangka waktu pemberlakuan;
- cakupan wilayah;
- pembatasan transaksi;
- mekanisme uji coba dan verifikasi penerapan Standar Nasional;
- ruang lingkup pemrosesan transaksi;
- kewajiban para pihak dalam penerapan Standar Nasional; dan/atau
- kebijakan atau pengaturan penerapan Standar Nasional lainnya.
Selain menetapkan kebijakan atau pengaturan penerapan Standar Nasional sebagaimana tersebut di atas, BI juga berwenang menetapkan kebijakan skema harga. Selanjutnya dalam menetapkan kebijakan dan pengaturan penerapan Standar Nasional, BI juga dapat mempertimbangkan masukan dan/atau usulan dari SRO atau pihak lain.
15. PJP dan PIP wajib memenuhi kebijakan dan pengaturan penerapan Standar Nasional. Kewajiban untuk memenuhi kebijakan dan pengaturan penerapan Standar Nasional tersebut juga diberlakukan kepada Penyelenggara Penunjang dan pihak lainnya yang bekerja sama dengan PJP dan/atau PIP.
16. Standar Nasional dapat diterapkan dalam transaksi pembayaran lintas batas (cross border) namun harus berdasarkan kebijakan BI. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Standar Nasional dalam transaksi pembayaran lintas batas (cross border) akan diatur dengan Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
17. Dalam penerapan Standar Nasional, BI dapat mewajibkan PJP, PIP, Penyelenggara Penunjang dan/atau pihak yang bekerja sama dengan PJP dan/atau PIP untuk:
- memperoleh persetujuan; atau
- menyampaikan laporan,
kepada BI sesuai dengan kebijakan penerapan Standar Nasional. Selanjutnya, mengenai tata cara dan mekanisme permohonan persetujuan atau penyampaian laporan tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan BI mengenai SP.
18. BI melakukan pengawasan terhadap:
- penyusunan dan/atau pengelolaan Standar Nasional oleh SRO atau pihak lain; dan
- penerapan Standar Nasional oleh PJP, PIP, Penyelenggara Penunjang, dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan PJP dan/atau PIP.
Mekanisme pengawasan oleh BI tersebut merujuk pada ketentuan mengenai pengawasan BI sesuai dengan ketentuan peraturan BI mengenai SP.
19. SRO atau pihak lain yang melanggar ketentuan dalam PBI Standar Nasional SP dikenai sanksi berupa:
- teguran; dan/atau
- penggantian kepengurusan;
Sedangkan bagi PJP dan PIP yang melanggar ketentuan dalam PBI Standar Nasional SP dikenai sanksi berupa:
- teguran;
- penghentian sementara, sebagian, atau seluruh kegiatan termasuk pelaksanaan kerja sama; dan/atau
- pencabutan izin sebagai PJP atau penetapan sebagai PIP.
Mekanisme pengenaan sanksi administratif dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan BI mengenai SP.
III. Keberlakuan
1. Standar dalam penyelenggaraan SP yang saat ini telah digunakan namun bukan merupakan Standar Nasional, dapat digunakan oleh PJP, PIP, dan/atau Penyelenggara Penunjang sepanjang tidak bertentangan dengan PBI ini. Sementara itu, penggunaan atas standar yang bukan merupakan Standar Nasional dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan BI mengenai SP.
2. Pada saat PBI Standar Nasional SP ini mulai berlaku:
- standar nasional teknologi chip untuk kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debet; dan
- standar nasional QR code pembayaran (quick response code Indonesian standard),
yang telah ditetapkan sebelum PBI ini berlaku diakui sebagai Standar Nasional berdasarkan PBI ini.
3. Pada saat PBI Standar Nasional SP ini mulai berlaku:
- pihak yang telah memperoleh persetujuan dari BI sebagai pengelola standar nasional teknologi chip untuk kartu anjungan tunai mandiri dan/atau kartu debet; dan
- pihak yang telah ditetapkan BI sebagai lembaga standar untuk standar nasional QR code pembayaran (quick response code Indonesian standard),
sebelum PBI Standar Nasional SP ini berlaku, ditetapkan sebagai pihak yang ditugaskan untuk melakukan pengelolaan Standar Nasional sebagaimana diatur dalam PBI ini.
4. Pada saat PBI Standar Nasional SP ini mulai berlaku, semua peraturan BI mengenai standar di bidang SP dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PBI ini.
5. PBI ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.