Candi Muaro Jambi
Pemda saat ini mengembangkan kawasan ini sebagai obyek wisata budaya, taman rekreasi dan cagar budaya. Merupakan komplek Candi umat Budha terbesar se-Asia Tenggara yang terbentang di hamparan lahan seluas 2002,5 ha dan telah didaftarkan sebagai world heritage UNESCO. Selain itu, dari sisi keragaman artifacts, Candi Muara Jambi memiliki kelebihan dibandingkan candi-candi yang lain. Terdapat 8 (delapan) buah candi dalam berbagai bentuk dan ukuran antara lain: candi gumpung, tinggi, kembar batu, gedong, kedaton, koto mahligai, astano, sialang, dan candi teluk serta puluhan candi lainnya yang belum dipugar. Di kawasan ini juga dijumpai kanal-kanal yang mengelilingi kawasan percandian serta sungai melayu yang terkoneksi ke sungai batanghari
Lokasi: Kecamatan Muara Sebo Kabupaten Muara Jambi. Sekitar 25km (sekitar 30 menit) dari Kota Jambi melalui Jembatan Batanghari II.
Kawasan Tanggo Rajo
Kawasan di depan Rumah Dinas Gubernur yang berada di pinggir Sungai Batanghari dengan panorama dan pusat jajanan khas. Kawasan ini sering dikunjungi sebagai tempat rekreasi keluarga menikmati panorama sungai Batanghari, memancing, atau menikmati jajanan di sepanjang jalan raya di pinggir sungai. Dari Tanggo Rajo inilah tiap tahun Gubernur melambaikan bendera start dalam event tahunan Lomba Perahu Tradisional, dalam rangka HUT RI, 17 Agustus.
Jembatan Batanghari II
Jembatan Batanghari II terletak di wilayah Sijenjang, Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi. Jembatan sepanjang 1,3KM dan lebar 9 meter ini merupakan jawaban untuk membuka akses keterisolasian wilayah Timur Provinsi Jambi. Jembatan ini telah diresmikan oleh Bapak Wakil Presiden RI, Boediono pada Februari 2010.
Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)
Terdapat di 4 (empat) lokasi, yaitu 1) Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), 2) Taman Nasional Berbak (TNB), 3) Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), 4) Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) dengan luas seluruhnya sekitar 669.130ha. Keempat taman nasional ini memiliki letak dan potensi yang berbeda seperti flora, fauna, panorama dan lain sebagainya.
Taman Mini Jambi dan Taman Rimba
Obyek wisata budaya, taman rekreasi dan sarana olahraga seluas 18ha. Kawasan ini adalah tempat penyelenggaraan MTQ Nasional ke-18 tahun 1997. Saat ini, biasa digunakan sebagai pusat kegiatan perayaan event-event penting baik oleh pemerintah maupun swasta.
Lokasi: Jl. Sunaryo, Kecamatan Jambi Selatan, 7km dari pusat kota dan 500m dari Bandara Sultan Taha
Fasilitas: Rumah adat dari 6 kabupaten-kota se-Provinsi Jambi, Bangunan gedung permanen, Stadiun terbuka dengan sistem penerangan, Tempat parkir luas, Terdapat pintu masuk (gapura) & dikelilingi pagar, Kebun binatang & taman, dengan flora & fauna yang dilindungi.
Sungai Batanghari
Merupakan sungai terpanjang di Sumatera yaitu sekitar 1.700km. Sungai ini berhulu dari danau atas dan danau bawah Sumatera Barat melewati pinggiran Kota Jambi dan bermuara di Selat Berhala, Laut Cina Selatan. Para wisatawan dapat mengarungi sungai ini dengan menggunakan pompong sambil menikmati pemandangan di sepanjang sungai. Salah satu lokasi yang ramai adalah di sekitar daerah Tanggo Rajo. Kawasan ini setiap sore sampai malam ramai dikunjungi masyarakat Jambi dan pendatang. Menikmati berbagai macam makanan sambil menikmati keindahan sungai Batanghari merupakan salah satu daya tarik tempat ini.
Museum Perjuangan Rakyat Jambi
Terletak di jalan Sultan Agung dan jalan Slamet Riyadi. Bentuk bangunan museum ini merupakan perpaduan antara gaya rumah tradisional Jambi dan arsitektur modern. Koleksi museum ini seperti senjata api modern dan peralatan perang tradisional, yaitu keris, pedang, badik, tombang, pakaian perang, ikat kepala, alat komunikasi dan perlengkapan perang bersifat religius yang digunakan rakyat Jambi untuk melawan kolonial. Di samping itu, terdapat replika pesawat terbang Catalina RI 005.
Batik Jambi
Motif khas Batik Jambi antara lain Angso Duo, Durian Pecah, Batanghari, Merak Ngeram, Kapal Sanggat. Beberapa Toko Batik di Kota Jambi seperti Berkah, Mirabella, dan Melati Putih menyediakan batik tulis maupun cetak.
Kuluk/Tengkuluk
Kuluk, dalam bahasa Jambi berarti tutup kepala, merupakan salah satu pelengkap dalam tradisi berbusana sehari-hari maupun saat khusus.
Kuluk memiliki makna, simbol dan wibawa serta mencerminkan kepribadian masyarakat serta alam pikiran masyarakat setempat. Sebagai contoh, jika ujung kuluk tergantung di sebelah kanan berarti si wanita sudah menikah dan apabila jatuh di sebelah kiri berarti si wanita masih dapat dilamar.
Upacara Mandi Safar
Adalah salah satu bentuk upacara ritual yang telah hidup dan berkembang di desa Air Hitamlaut Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Upacara ini dilakukan setiap malam rabu minggu terakhir bulan Shafar. Upacara ini dilakukan untuk menghindar dari berbagai macam bala (kesialan/musibah). Esensi atau tiga hal utama dalam kegiatan mandi shafar, yaitu 1) menulis atau menghafal tujuh ayat Al Quran yang diawali dengan kata salamun, 2) berniat untuk mandi, 3) melaksanakan kegiatan mandi.
Tari Mahligai
Merupakan tari tradisional daerah Jambi yang bersifat sakral, berasal dari desa Siula Kabupaten Kerinci. Tari ini merupakan bagian dari upacara untuk memanggil roh para leluhur agar merasuk ke dalam tubuh penari, yang pada puncak (Klimaks) tari, para penari bergerak secara lentur dan dinamis sehingga memiliki kekuatan luar biasa. Ketika telah kemasukan roh gaib, para penari mampu menari di atas pecahan beling, bara api, paku ataupun menusuk-nusukkan benda tajam pada badannya. Selama pertunjukkan, diiringi oleh musik yang terdiri dari rebana sike (gendang), gong, seruling bambu ataupun alat musik lain sesuai keperluan. Tari Mahligai sekarang telah digarap menjadi suatu karya seni pertunjukan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap kebudayaan.
Suku Kubu
Suku Kubu dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Mayoritas suku ini hidup di Provinsi Jambi, dengan jumlah populasi sekitar 200.000 orang.
Menurut tradisi lisan, suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat, yang lari ke hutan rimba dan kemudian dinamakan Moyang Segayo. Beberapa penutur tradisi lain menyebutkan mereka berasal dari Pagaruyung, yang pindah ke Jambi. Hal ini diperkuat dengan adat dan bahasa suku Anak Dalam yang menyerupai suku Minangkabau (garis matrilineal).