Dalam waktu hampir dua dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh tercatat fluktuatif dan lebih rendah jika dibandingkan dengan nasional. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa fenomena yang berdampak besar pada perekonomian yaitu konflik yang berkepanjangan, menipisnya cadangan SDA (gas alam), serta gempa bumi dan tsunami. Pertumbuhan Aceh baru mulai pulih pasca gempa dan tsunami dengan adanya upaya rekonstruksi yang luar biasa oleh Pemerintah.
Pada tahun 2019, ekonomi Provinsi Aceh tahun 2019 tumbuh 4,15%, melambat dibanding tahun 2018 yang tumbuh sebesar 4,61%. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku tercatat sebesar Rp164,21 triliun (tanpa migas sebesar Rp158,55 triliun) dengan PDRB perkapita sebesar Rp30,70 juta (tanpa migas sebesar Rp29,64 juta).
Struktur perekonomian Provinsi Aceh masih didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 29,54%, diikuti oleh perdagangan (15,51%), administrasi pemerintah (10,25%), dan konstruksi (9,62%). Beberapa komoditas unggulan Provinsi Aceh antara lain kopi, nilam, pala, cengkih, lada, rotan, beras, dan hasil laut (perikanan).