Pada 2 Juli 1923, De Javasche Bank (DJB) mendirikan cabang ke-20 bernama DJB Agentschap Kediri. Pendirian DJB Agentschaap Kediri ini didorong oleh perkembangan daerah yang cukup strategis dan memiliki peredaran uang yang dinamis. Hal ini karena pada saat itu, Kediri menjadi pusat pertanian, perkebunan, dan industri, terutama gula. Di masa itu, Kediri memiliki beberapa pabrik gula (PG) dengan skala besar, seperti PG Jengkol, PG Pesantren, PG Ngadiredjo, PG Mritjan, serta PTPN X yang mengelola cacao dengan ekspor poduksinya ke Eropa.

Gedung DJB Kediri yang bergaya Indische Empire dengan ditopang oleh dua pilar di bagian depannya dan memiliki tiga pintu utama ini dirombak pada 1927 seiring dengan perkembangan perusahaan. Perombakan dilakukan oleh arsitek rekanan DJB, yaitu Biro Fermont-Cuypers. Perombakan bangunan tersebut bersifat menyeluruh, dari bangunan satu lantai menjadi bangunan dua lantai seperti yang bisa dilihat hingga sekarang ini.

Arsitektur bangunan DJB Kediri tidak seperti DJB yang ada di Indonesia pada umumnya bergaya Neo-Klasik dengan kolom-kolom tinggi ala Yunani. Di Kediri, gedung DJB mempunyai ciri yang berbeda, terutama terlihat pada bentuk atapnya yang menyerupai atap masjid. Atap berbentuk limasan dengan di bagian puncak terdapat kubah. Gaya arsitektur modern yang telah disesuaikan dengan iklim tropis yang ada di Kediri ini, sedikit banyak dipengaruhi juga dengan gaya bangunan joglo.

Bersamaan dengan nasionalisasi DJB menjadi BI pada 1 Juli 1953 dan tetapkan melalui UU Pokok Bank Indonesia Nomor 11 Tahun 1953, DJB Kediri pun menjadi Kantor Bank Indonesia Perwakilan Dalam Negeri Regional II. Saat ini, kantor BI Kediri yang menempati gedung peninggalan DJB tersebut terletak di Jalan Brawijaya No. 2, Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur.