Sobat Rupiah, coba bayangkan, Sobat adalah seorang pemilik brand lokal kreatif yang baru merintis bisnis, punya produk unik, kualitas berani diadu sama produk luar. Tapi saat akan bersaing dengan perusahaan besar yang menggunakan teknologi terkini seperti AI, langganan software mahal dan tim digital marketing yang lengkap, mental Sobat jadi sedikit mengendur. “Bisakah bersaing dengan modal yang minim?”
Jawabannya bisa, Sobat! Kenalin nih, sebuah solusi yang lahir dari keterbatasan itu sendiri. Namanya adalah frugal innovation. Hal ini mengemuka saat ajang FEKDI x IFSE 2025, dalam sebuah diskusi soal ini, frugal innovation adalah pendekatan pengembangan teknologi yang berfokus pada efisiensi sumber daya, baik dari sisi komputasi, energi, biaya, maupun data, tanpa mengorbankan manfaat dan dampak sosialnya.
Ini bukan tentang membuat teknologi murahan, melainkan tentang bagaimana membuat teknologi yang cerdas dan tepat guna, untuk mereka yang memiliki sumber daya terbatas, sebuah permasalahan umum yang seringkali dihadapi oleh sebagian besar pelaku UMKM, tak terkecuali di sektor ekonomi kreatif (Ekraf) tanah air.
Potensi Raksasa Ekraf dan Optimasi Teknologi Tepat Guna
Ekonomi Kreatif adalah sektor yang sangat vital bagi Indonesia. Pertumbuhan Ekraf nasional secara konsisten berada di atas pertumbuhan ekonomi rata-rata. Berdasarkan data dari BPS dan Kemenparekraf, sektor ini menyumbang lebih dari 7% terhadap PDB nasional dan terus menunjukkan peningkatan ekspor.
Sebanyak 90% pelaku Ekraf di Indonesia juga adalah UMKM, didominasi oleh anak muda dengan ide-ide segar, namun 9 dari 10 dari mereka menghadapi tantangan yang sama: biaya teknologi, akses modal, dan minimnya data terstruktur.
Pelaku Ekraf muda hari ini membutuhkan solusi yang bukan sekadar canggih, tapi juga masuk akal secara finansial. Mereka butuh alat yang bisa bekerja optimal di perangkat sederhana mereka.
Bayangkan, Kemenparekraf menyatakan target nilai tambah Ekraf mencapai Rp1.200-Rp.1500 triliun, dan ini didukung oleh 90% UMKM. Namun, target ini berpotensi terhambat oleh biaya teknologi. Melalui pemanfaatan teknologi tepat guna seperti AI yang frugal dan QRIS, UMKM dapat menghemat biaya komputasi yang mahal, sementara data transaksi QRIS mereka yang rapi, dapat menjadi 'paspor' untuk mengakses permodalan dari perbankan dan dapat menargetkan pasar ekspor senilai US$27,53 miliar yang sebelumnya sulit dijangkau.
Penggunaan Frugal Innovation untuk Menjawab Dilema
Prinsip frugal innovation adalah membuat teknologi yang efektif, cerdas, dan berdampak, tetapi dengan sumber daya (komputasi, energi, biaya) yang minimal. Ini adalah solusi bagi UMKM kita.
Penerapan frugal innovation dengan teknologi seperti Small LLM sudah tersedia dan bisa diimplementasikan dengan hemat energi (low power compute). Hal ini bisa membuka jalan bagi Sobat, misalnya untuk menciptakan copywriting promosi, ide konten media sosial, chatbot customer service hingga riset keyword pasar tanpa harus membayar lisensi software ribuan dolar.
Mendorong Ekosistem Inklusi Berbasis Empati
Komitmen Bank Indonesia (BI) terhadap frugal innovation ini bukan hanya sekadar teknis, melainkan sebuah filosofi: Inklusi Berbasis Empati.
BI melihat bahwa superchip dan algoritma yang paling rumit sekalipun tidak akan ada gunanya jika tidak bisa menyentuh dan memuliakan hidup manusia di lapisan ekonomi paling bawah. Oleh karena itu, BI mendorong terciptanya ekosistem teknologi yang mendukung kemandirian nasional seperti mengurangi ketergantungan pada vendor atau prinsipal asing yang mahal (software sovereignty), mampu menciptakan produk simple, tidak rumit dan mudah dipahami. Serta terjangkau karena biaya implementasi dan operasionalnya rendah.
Tidak Hanya Butuh High-tech, Tetapi Juga Right-tech
Jika teknologi tepat guna semakin berdaya, ekonomi kreatif kita niscaya melesat cepat bagai kuda!
Jika frugal innovation ini berhasil diadopsi secara luas oleh UMKM Indonesia, potensi pertumbuhan ke depan sangat besar. Indonesia memiliki target ambisius menjadi pemain utama di Ekonomi Digital ASEAN. Dengan alat-alat digital yang hemat dan cerdas, pelaku Ekraf kita dapat meningkatkan kualitas, efisiensi produksi, dan jangkauan ekspor secara signifikan.
Digitalisasi yang inklusif bukan hanya soal keuangan dan sistem pembayaran, tetapi tentang memastikan bahwa setiap ide brilian dari generasi muda, sekecil apapun modalnya, mendapatkan alat yang tepat untuk mengubah ide tersebut menjadi keuntungan nyata.
Mari kita wujudkan masa depan di mana para pelaku Ekraf kita bisa bersaing di panggung internasional, bukan karena chip mereka yang paling canggih, tetapi karena ide-ide mereka didukung oleh alat-alat digital yang cerdas, hemat, dan tepat guna. Mantap jaya!