Mencermati kondisi perekonomian Indonesia khususnya sebagai dampak
penyebaran COVID-19, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, pada Kamis (28/5) menyampaikan 2
(dua)
hal terkait perkembangan indikator ekonomi terkini dan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia, sebagai berikut
:
A.
Perkembangan
Indikator Ekonomi
1.
Inflasi terkendali dan rendah di kisaran sasaran 3±1%.
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu IV Mei 2020, inflasi Mei 2020 diperkirakan sebesar 0,09% (mtm) atau secara tahunan sebesar 2,21% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya. Inflasi di bulan Ramadan dan Idulfitri 2020 sangat rendah, hal ini didorong oleh:
a. Penurunan permintaan masyarakat akibat pandemiCovid-19,
termasuk dari sisi pendapatan masyarakat.
b. Rendahnya harga komoditas global yang memengaruhi
harga barang impor (imported inflation).
c. Stabilitas nilai tukar yang tetap terjaga.
d. Ekspektasi inflasi terjaga dengan baik yang
menunjukkan koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia, baik di pusat
maupun daerah, berjalan sangat baik
sehingga harga barang terkendali serta pasokan barang dan jasa terjaga.
Perkembangan tersebut mendukung keyakinan bahwa inflasi
2020
akan terkendali dan rendah di
kisaran sasaran 3±1%.
2.
Defisit
Transaksi
Berjalan Triwulan I 2020 membaik sehingga ketahanan
eksternal
terjaga.
Defisit transaksi
berjalan sebesar 3,9 miliar dolar AS (1,4% dari PDB), jauh lebih rendah dari
defisit pada triwulan sebelumnya yang mencapai 8,1 miliar dolar AS (2,8% dari
PDB). Penurunan defisit transaksi berjalan tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu :
a. Peningkatan surplus neraca perdagangan barang dipengaruhi
oleh penurunan impor seiring dengan permintaan domestik yang melambat, sehingga
mengurangi dampak penurunan ekspor akibat kontraksi pertumbuhan ekonomi dunia.
b. Penurunan defisit neraca jasa, dipengaruhi oleh penurunan
defisit jasa transportasi sejalan dengan penurunan impor barang, di tengah
penurunan surplus jasa travel akibat berkurangnya kunjungan wisatawan
mancanegara ke Indonesia.
c. Penurunan neraca pendapatan primer sejalan dengan penurunan
kebutuhan pembayaran
bunga dan dividen akibat terjadinya capital
outflow.
3.
Aliran modal asing kembali masuk
Aliran modal asing mencatat inflow pada SBN sebesar Rp6,15
triliun pada minggu II Mei 2020, meningkat dibandingkan dengan
minggu
I Mei 2020 yang tercatat inflow
sebesar Rp2,97 triliun. Hal ini membuktikan dengan meredanya kepanikan
global dan langkah-langkah penangangan pandemic COVID-19
di Indonesia,
terjadi peningkatan inflow SBN. Namun disisi lain, saham masih mencatat outflow di minggu II Mei
2020 sebesar Rp2,72 trilliun. Hal ini didorong oleh kondisi pasar saham
global
yang belum membaik.
4.
Yield
SBN 10 tahun menurun
Yield SBN yang diperdagangkan di pasar sekunder
mengalami penurunan sejalan dengan peningkatan confindence dan meningkatnya
inflow. Sebelum pandemi COVID-19, yield SBN sebesar 8% dan pada 15 Mei 2020 turun menjadi 7,76%, kemudian pada 26 Mei 2020 turun menjadi 7,22%. Perbedaan suku bunga yang tinggi sebesar 6,7%, antara yield
SBN 10 tahun dan obligasi pemerintah AS 10 tahun, menarik untuk investor.
5. Nilai
tukar Rupiah bergerak stabil dan cenderung menguat ke level fundamental.
Nilai tukar
(27/5) ditutup
menguat Rp14.670 per dollar AS atau menguat Rp60
perdolar dan hari ini (28/5) diperdagangkan
stabil pada level Rp14.700. Hal ini memberikan keyakinan bahwa
nilai tukar rupiah akan terus menguat menuju kearah tingkat fundamentalnya,
dipengaruhi oleh :
a. Inflasi yang rendah dan terkendali dalam kisaran sasaran
3±1%.
b. Defisit transaksi berjalan yang rendah
c. Aliran
masuk modal asing
d. Imbal hasil yang menarik seiring
tingginya perbedaan suku bunga (yield spread)
Kondisi
nilai tukar rupiah masih undervalued dan
belum menguat ke tingkat fundamentalnya. Hal itu disebabkan oleh faktor premi risiko seiring
ketidakpastian di pasar keuangan global. Premi risiko antara lain diukur
melalui CDS
(Credit Default Swaps).
Sebelum pandemi COVID-19, premi CDS Indonesia sebesar 66 bps, dan pada puncak
pandemi COVID-19 pada minggu II dan III Maret 2020, premi CDS Indonesia sebesar
245 bps. Seiring dengan meredanya kepanikan pasar keuangan global dan
langkah-langkah antisipasi penyebaran COVID-19, premi CDS Indonesia sekarang
menurun menjadi 160bps. Premi risiko ini diperkirakan akan menurun ke depan.
6.
Cadangan
devisa
Posisi
cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2020 sebesar 127,9 miliar dolar AS,
meningkat dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2020 sebesar 121,0 miliar
dolar AS. Cadangan devisa diperkirakan akan meningkat pada
akhir bulan Mei 2020.
B.
Koordinasi
Kebijakan dalam Pemulihan Ekonomi Nasional
Dalam
penanganan COVID-19 terdapat protokol penanganan COVID 19 yang perlu dilakukan,
termasuk pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB),
yang berdampak pada penurunan aktivitas ekonomi. Pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), perbankan dan dunia
usaha terus memperkuat koordinasi dalam mendorong
pemulihan ekonomi nasional. Dalam konteks Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK), koordinasi yang
dilakukan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing
lembaga. Terdapat 5 kebijakan Bank
Indonesia untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, yaitu menjaga stabiliasi
nilai tukar rupiah, menurunkan suku bunga BI 7-days Reverse Repo Rate
(BI-7DRR), menyediakan dana likuditas antara lain melalui repo SBN dan
penurunan GWM, pelonggaran kebijakan makroprudensial serta menjaga kelancaran
sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai.
1. Koordinasi Kebijakan Pemerintah,
Bank Indonesia, OJK dan LPS untuk Pemulihan Ekonomi
Bank
Indonesia telah melakukan injeksi likuiditas ke perbankan yang secara total
mencapai sekitar Rp583,5 triliun, antara lain melalui pembelian SBN dari pasar sekunder,
penyediaan likuiditas ke perbankan melalui mekanisme term-repurchase agreement (repo), penurunan GWM, FX Swap, dan
tidak mewajibkan tambahan giro bagi yang
tidak memenuhi RIM.
Pemulihan
Ekonomi Nasional memerlukan dukungan
stimulus fiskal dari Pemerintah. Hal itu dilakukan dengan menaikkan defist APBN
seiring meningkatnya kebutuhan untuk belanja sosial, subsidi, insentif industri
dan lainnya. Hal ini memerlukan dukungan
pembiayaan terkait defisit APBN yang meningkat.
Berdasarkan UU No.2 tahun 2020 (Sebelumnya Perppu No.1 Tahun 2020), Bank
Indonesia dapat membeli SBN di pasar perdana untuk mendukung kebutuhan
pembiayaan tersebut.
Selain
itu, kondisi dunia usaha yang menurun berdampak pada perlunya dukungan terhadap
perbankan dalam mendukung Pemulihan
Ekonomi Nasional. Dalam hal ini, OJK telah mengatur terkait
restrukturisasi kredit oleh
perbankan dalam mendukung dunia usaha,
termasuk UMKM. Hal tersebut memerlukan
dukungan likuiditas bagi perbankan yang memadai.
Bank Indonesia berperan dalam memberikan dukungan likuiditas, termasuk
melalui penyediaan repo SBN. Satu hal yang perlu
digarisbawahi adalah tidak benar ada pendapat yang menyebutkan bahwa dana pemulihan ekonomi untuk restrukturisasi
kredit oleh perbankan dipenuhi langsung melalui mekanisme pengajuan PLJP/PLJPS
oleh perbankan. Pengajuan PLJP/PLJPS adalah tahap paling akhir dari 4 (empat)
tahap penyediaan likuiditas dari Bank Indonesia kepada perbankan untuk
rekstrukturisasi kredit.
Adapun mekanisme penyediaan likuiditas oleh Bank Indonesia baik dalam
mendukung pembiayaan defisit fiskal dan dukungan terkait restrukturisasi kredit
oleh perbankan diatur sebagaimana penjelasan butir 2.a dan 2.b berikut.
2. Mekanisme Pembiayaan untuk Program
Pemulihan Ekonomi Nasional
a. Mekanisme pembelian SBN di pasar Perdana oleh Bank
Indonesia untuk Pembiayaan Umum APBN - Above
The Line
Sesuai keputusan bersama
Menkeu dan GBI, pembelian SUN/SBSN oleh
Bank Indonesia di pasar perdana mendasarkan praktek umum dan melalui mekanisme
pasar secara wajar agar transparansi dan tata kelola dapat terjaga. Mekanisme pembelian
SUN/SBSN di pasar Perdana, dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu:
(i)
Tahap 1 : Bank Indonesia sebagai non – competitive bidder dalam pembelian SUN/SBSN di pasar perdana, dengan ketentuan
sebagai berikut :
· Yield
sesuai Rerata Tertimbang (RRT) hasil lelang perdana hari yang sama.
· Maksimal bidding SUN yaitu 25% dari target
lelang maksimum, dan maksimal bidding SBSN
> 1 tahun yaitu 30% dari target lelang maksimum.
(ii)
Tahap 2 : pelaksanaan green shoe option (lelang tambahan), dengan ketentuan sebagai
berikut :
· Yield
sesuai RRT hasil lelang perdana hari sebelumnya.
· Jika bid
yang masuk lebih rendah dari target lelang, maka maksimal penawaran sama
dengan penawaran sebelumnya.
(iii) Tahap 3 : pelaksanaan private placement, dengan ketentuan sebagai berikut :
·
Mengacu pada harga pasar terkini
dari PT.Penilai
Harga Efek Indonesia (PHEI)
·
Pelaksanaan private placement dilakukan jika
pemerintah ingin menambah pembiayaan dan dengan term and condition sesuai kesepakatan.
Bank
Indonesia memberikan remunerasi bunga atas rekening pemerintah sebagai wujud burden sharing BI untuk mengurangi beban
APBN.
Pembelian SBN oleh Bank Indonesia di pasar
Perdana sebagai tindak lanjut UU No. 2 Tahun 2020 sebesar Rp23,98 triliun dan di pasar sekunder untuk stabilisasi pasar
sebersar Rp166,21 triliun. Posisi kepemilikan SBN oleh BI per 26 Mei
2020 sebesar Rp443,48 triliun.
b.
Mekanisme pendanaan Pemulihan Ekonomi Nasional dan Pembiayaan
APBN - Below The Line
Bank Indonesia menyediakan likuiditas kepada
perbankan melalui repo SBN untuk pendanaan restrukturisasi kredit dalam pemulihan
ekonomi nasional. Dalam hal SBN tidak mencukupi, bank dapat mengajukan
penempatan dana kepada Pemerintah, yang dananya dari pembelian SBN oleh Bank
Indonesia
(below the line).
Sesuai dengan PP No. 23/2020, penempatan dana Pemerintah di Bank Peserta dilakukan apabila SBN bank
yang direpo ke Bank Indonesia sudah tidak mencukupi, dengan kriteria bank pelaksana merupakan bank kategori sehat
berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK dan memiliki SBN,
Sertifikat Deposito Bank lndonesia, Sertifikat Bank Indonesia, Sukuk Bank
Indonesia, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang belum direpokan tidak
lebih dari 6% (enam persen) dari dana pihak ketiga.
Penyediaan likuiditas
dari Bank Indonesia kepada perbankan untuk rekstrukturisasi kredit melalui
mekanisme:
(i)
Tahap
1 : Repo SBN
Total SBN yang dimiliki
perbankan per 14 Mei 2020 sebesar Rp886,0 triliun. Setelah mempertimbangkan
pemenuhan PLM bank, terdapat sekitar Rp563,6 triliun yang
perlu
direpokan ke Bank Indonesia sebelum dapat mengajukan penempatan dana
Pemerintah. Posisi repo SBN perbankan ke Bank Indonesia saat ini Rp43,9 Triliun
(ii)
Tahap
2 : Penempatan dana Pemerintah yang dilakukan sesuai PP 23/2020.
(iii)
Tahap
3 : Repo SBN Penyangga Likuditas
Makropridensial
·
Sesuai ketentuan BI (Penyangga Likuiditas Makroprudensial/ PLM), bank
wajib memiliki SBN minimal 6% DPK (Rp330 triliun) untuk manajemen
likuiditas, di samping GWM 3,5% DPK.
· Seluruh SBN sebesar Rp 330 triliun tersebut masih dapat direpokan dalam operasi
moneter sesuai UUBI sebelum ajukan PLJP/PLJPS.
(iv)
Tahap 4 : PLJP/PLJPS sesuai UU No. 2 Tahun 2020
Bank dapat mengajukan mekanisme PLJP/S apabila SBN yang sudah direpokan
hampir habis. Sesuai UU No. 2/2020, PLJP/S hanya untuk bank yang
solvabel dan tingkat kesehatan penuhi persyaratan penilaian OJK serta mempunyai
kemampuan membayar kembali dan dijamin aset kredit lancar yang telah
didaftarkan ke Bank Indonesia
Bank
Indonesia akan terus memperkuat koordinasi ini dengan Pemerintah dan
OJK untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran COVID-19 dan dampaknya
terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu, serta langkah-langkah
koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia
tetap baik dan berdaya tahan.
Kepala
Departemen Komunikasi
Onny Widjanarko
Direktur
Eksekutif
Informasi
tentang Bank Indonesia
Telp. 021-131,
Email : bicara@bi.go.id
CDS atau Credit Default Swaps merupakan indikator yang
sering digunakan dalam mengukur risiko suatu negara.