Langkah Menuju Cita
Pernakah kamu merasakan hangatnya momen berbagi takjil gratis di pinggir jalan? Di tengah hiruk pikuk sore hari, ada tangan-tangan yang saling tak kenal, namun dengan tulus menyodorkan segelas minuman atau sebungkus makanan. Senyum tulus terukir, ucapan terima kasih mengalir, dan tanpa disadari terjalin sebuah ikatan sederhana yang lahir dari semangat kebersamaan dan keinginan untuk memberi manfaat.
Momen seperti inilah yang mengingatkan kebaikan itu menular, dan berbagi tak harus mengenal siapa. Itulah esensi dari kebaikan untuk semua. Tanpa kita sadari, kebiasaan sederhana seperti berbagi takjil itu sejatinya telah memantulkan nilai-nilai syariah tentang keikhlasan, kebersamaan, dan kasih antar sesama.
Sebuah cerminan kecil dari semangat besar yang sedang tumbuh: menuju Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia di tahun 2029. Bukan hanya tentang angka dan keuntungan, tapi tentang bagaimana setiap langkah ekonomi kita bisa membawa keberkahan dan keadilan bagi semua.
Bank Indonesia dan pemangku kepentingan ikut memastikan langkah itu tetap terarah. Perannya bukan hanya sebagai pembuat kebijakan, tetapi juga sebagai penjaga keseimbangan menghubungkan niat baik, strategi, dan aksi nyata agar semuanya berjalan di jalur yang sama.
Kebijakan yang Tumbuh dari Kesadaran
Sebagai salah satu negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia tumbuh dengan budaya yang erat dengan nilai-nilai syariah dalam kehidupan sehari-hari. Tak heran, kebutuhan akan produk halal sudah menjadi bagian dari gaya hidup banyak orang, bukan sekadar soal keyakinan, tapi juga tentang rasa tenang dan percaya pada apa yang dikonsumsi.
Kesadaran inilah yang mendorong pemerintah untuk terus memperkuat sistem sertifikasi halal, agar setiap produk yang sampai ke tangan masyarakat benar-benar terjamin kehalalannya. Dengan adanya jaminan halal, masyarakat bisa merasa lebih aman, produsen termotivasi untuk menjaga kualitas, dan daya saing produk Indonesia pun semakin kuat. Pada akhirnya, semua ini bukan hanya tentang label halal, tapi tentang membangun kepercayaan dan menggerakkan ekonomi menuju arah yang lebih baik bagi kita semua.
Namun kebijakan halal ini bukan sekedar label dalam kemasan ataupun haram dan halal. Tapi juga tentang standar, kualitas, dan integritas. Dari sinilah kebijakan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia mengambil bentuknya.
Meniti Jalan, Menuju Tujuan
Sebagai bentuk keseriusannya, Bank Indonesia merumuskan blueprint Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah yang didalamnya berdiri kokoh tiga pilar yaitu: Penguatan Ekosistem Rantai Nilai Halal, Optimalisasi Pembiayaan Syariah, dan Perluasan Literasi dan Inklusi Eksyar.
Kalau ditelusuri lebih dalam, kekuatan ekonomi syariah Indonesia terletak pada cara kerjanya yang saling terhubung. Tiga pilar tersebut bukan berdiri sendiri, tapi saling menopang seperti roda yang berputar bersama.
Dari dapur kecil pelaku UMKM, bengkel pengrajin, hingga industri besar yang menembus ekspor, semuanya bergerak dalam satu irama, menghadirkan produk yang tak hanya berkualitas yang menyatu dalam suatu ekosistem halal.
Bank, koperasi, hingga lembaga sosial syariah hadir bukan hanya untuk menyalurkan dana, tapi juga untuk menyalurkan harapan agar tak ada yang tertinggal dalam perjalanan menuju kemandirian.
dan literasi menjadi kunci yang menyalakan kesadaran agar setiap orang, dari pelaku usaha hingga masyarakat luas, memahami nilai, peluang, dan cara berperan di dalam ekosistem halal.
Tiga hal itu berbeda fokus, tapi menuju arah yang sama: membangun ekonomi yang mandiri, berkelanjutan, dan berpihak pada nilai-nilai keadilan.
Yang menarik, ketiganya bukan sekadar strategi ekonomi. Di baliknya ada semangat untuk memperkuat nilai kemanusiaan transparansi, kejujuran, dan kebersamaan. Nilai-nilai itu yang membuat ekonomi syariah terasa hidup, bukan hanya sebagai sistem keuangan, tapi sebagai cara pandang terhadap kesejahteraan.
Dengan begitu, saat kita bicara tiga pilar, sejatinya kita sedang bicara tentang satu napas yang sama: ekonomi yang tumbuh dengan arah, dan bernilai bagi semua.
Saat Visi Menjadi Aksi
Dari ruang Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2025, sinergi itu menemukan maknanya. Pemerintah, Bank Indonesia, lembaga keuangan, pelaku usaha, dan masyarakat bergerak bersama menegakkan visi besar, demi menjadikan Indonesia pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia pada 2029. Kini, ekonomi syariah bukan lagi sebatas transaksi, tapi tentang keseimbangan antara niat dan manfaat, antara untung dan maslahat.
Dalam dua belas tahun perjalanannya, ISEF telah memperlihatkan hasil nyata. Ekosistem halal makin terbangun dari hulu ke hilir, regulasi makin kuat, dan literasi makin meluas. Bank Indonesia bersama para pemangku kepentingan menghidupkan enam inisiatif strategis: Gerbang Santri, JAWARA Ekspor, GEMA Halal, SAPA Syariah, KANAL ZISWAF, dan LENTERA EMAS
Tahun ini, perjalanan itu naik kelas. ISEF ke-12 menghadirkan Masterplan Ekonomi dan Keuangan Syariah (MEKSI) 2025–2029 sebagai arah baru pengembangan ekonomi syariah nasional. Sinergi pusat-daerah diperkuat, SukBI Plus diluncurkan sebagai inovasi instrumen keuangan, dan Database ZISWAF Terintegrasi dihadirkan agar keuangan sosial makin transparan dan berdampak. Semua langkah ini membuktikan bahwa ekonomi syariah kini bukan sekadar wacana spiritual, tapi sistem nyata yang menopang perekonomian nasional.
Dari Indonesia, Untuk Dunia
Menuju 2029, perjalanan ini belum selesai. Tapi arah sudah terang.
Ekonomi syariah bukan lagi sekadar program kerja, melainkan jalan menuju kemajuan yang berkeadilan.
Bank Indonesia dan seluruh pemangku kepentingan mungkin menjadi penggeraknya, tapi penentu keberhasilannya tetap kita semua, Sobat Rupiah. Karena di setiap kebijakan, ada nilai yang hidup. Di setiap sinergi, ada makna yang tumbuh. Dan di setiap rupiah, tersimpan doa untuk Indonesia yang lebih adil, inklusif, dan bermartabat.
Dari sinergi lahir kekuatan. Dari nilai lahir keberkahan. Dari ISEF, lahir masa depan ekonomi syariah Indonesia.