No.25/342/DKom
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada
20-21 Desember 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate
sebesar 6,00%, suku bunga
Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga
Lending Facility sebesar 6,75%. Terhitung mulai 21 Desember 2023, Bank Indonesia menggunakan nama BI-Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate untuk memperkuat komunikasi kebijakan moneter. Penggantian nama ini tidak mengubah makna dan tujuan BI-Rate sebagai
stance kebijakan moneter Bank Indonesia, serta operasionalisasinya tetap mengacu pada transaksi
reverse repo Bank Indonesia tenor 7 (tujuh) hari.
Keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang
pro-stability yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah
pre-emptive dan
forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024. Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap
pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran juga terus didorong untuk meningkatkan volume transaksi dan memperluas inklusi ekonomi-keuangan digital, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Penguatan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan mencakup pula langkah sebagai berikut:
- Stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi
spot,Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder;
- Penguatan strategi operasi moneter yang
pro-market untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI);
- Penguatan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi (Lampiran);
- Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran dan perluasan kerja sama antarnegara guna meningkatkan volume transaksi dan mendorong inklusi Ekonomi Keuangan Digital (EKD), melalui:
- Perluasan implementasi QRIS dengan: (a) menetapkan target penggunaan QRIS sebesar 55 juta pengguna di tahun 2024; (b) menetapkan target volume transaksi QRIS sebanyak 2,5 miliar transaksi pada tahun 2024; dan (c) memperkuat strategi implementasi QRIS Antarnegara untuk percepatan akseptasi transaksi;
- Penguatan implementasi Kartu Kredit Indonesia (KKI) Segmen Pemerintah dengan mengembangkan KKI fitur
Online Payment, serta perluasan sosialisasi, koordinasi, dan monitoring yang lebih intensif;
- Perluasan kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra, khususnya melalui QRIS antarnegara dan
Local Currency Transactions (LCT), serta fasilitasi promosi investasi, perdagangan, dan pariwisata di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
Koordinasi kebijakan Bank Indonesia dan kebijakan fiskal Pemerintah terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis, termasuk program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), serta Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD). Sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha, khususnya pada sektor-sektor prioritas.
Perekonomian dunia melambat dengan ketidakpastian
pasar keuangan
yang
mulai mereda. Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 sebesar 3,0% dan melambat menjadi 2,8% pada 2024. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India tahun 2023 lebih baik dari prakiraan awal ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan ekspansi pemerintah. Sementara itu, ekonomi Tiongkok melemah seiring dengan konsumsi rumah tangga dan investasi yang tumbuh terbatas. Inflasi di negara maju, termasuk di AS, dalam kecenderungan menurun tetapi tingkatnya masih di atas sasaran. Suku bunga kebijakan moneter, termasuk Fed Funds Rate (FFR), diprakirakan telah mencapai puncaknya namun masih akan bertahan tinggi dalam waktu yang lama (high for longer). Demikian pula
yield obligasi Pemerintah negara maju, termasuk US Treasury, diprakirakan dalam kecenderungan menurun tetapi tingkatnya masih akan tinggi sejalan dengan premi risiko jangka panjang (term-premia) terkait besarnya pembiayaan fiskal dan utang pemerintah. Kejelasan arah kebijakan moneter di negara maju tersebut mendorong mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global. Sehubungan dengan itu, aliran modal sejauh ini mulai kembali masuk dan menurunkan tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market, termasuk Indonesia. Ke depan, sejumlah risiko dapat kembali meningkatkan ketidakpastian perekonomian dunia, di antaranya masih berlanjutnya ketegangan geopolitik, pelemahan ekonomi di sejumlah negara termasuk Tiongkok, serta masih tingginya suku bunga kebijakan moneter dan yield obligasi di negara maju.
Perekonomian Indonesia tetap
tumbuh baik
didukung oleh permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga dan investasi tetap tumbuh sejalan dengan keyakinan masyarakat dan berlanjutnya penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN). Perkembangan ini dikonfirmasi oleh sejumlah indikator utama hingga bulan Desember 2023, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan
Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur. Sementara itu, kinerja ekspor cenderung lebih baik, seiring dengan peningkatan permintaan beberapa mitra dagang utama, seperti AS dan India. Berdasarkan Lapangan Usaha (LU), kinerja perekonomian terutama didorong oleh Perdagangan Besar dan Eceran, Industri Pengolahan, serta Konstruksi. Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2023 berada dalam kisaran 4,5-5,3%. Pada 2024, kinerja konsumsi, baik swasta maupun Pemerintah, dan investasi diprakirakan terus meningkat sejalan dengan keyakinan konsumsi masyarakat yang tetap kuat, dampak positif pelaksanaan Pemilu, serta keberlanjutan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN). Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan meningkat dalam kisaran 4,7-5,5%. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi stimulus fiskal Pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan.
Kinerja
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)
mendukung
tetap terjaganya stabilitas eksternal.
Surplus neraca perdagangan berlanjut pada November 2023 sebesar 2,4 miliar dolar AS didukung oleh ekspor komoditas utama Indonesia, seperti batu bara, besi dan baja, serta minyak dan lemak nabati. Aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio ke pasar keuangan domestik terus berlanjut, dimana
net inflows pada triwulan IV (hingga 19 Desember 2023) tercatat sebesar 5,1 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir November 2023 naik menjadi 138,1 miliar dolar AS, setara pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. NPI 2023 secara keseluruhan diprakirakan tetap sehat dengan transaksi berjalan dalam kisaran surplus 0,4% sampai dengan defisit 0,4% dari PDB. Kinerja positif NPI tersebut diprakirakan berlanjut pada 2024 didukung oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing sejalan dengan prospek perekonomian domestik yang meningkat, serta tetap rendahnya defisit transaksi berjalan dalam kisaran defisit 0,1% sampai dengan defisit 0,9% dari PDB.
Penguatan nilai tukar Rupiah berlanjut sejalan dengan konsistensi kebijakan moneter Bank Indonesia dan mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global. Nilai tukar Rupiah pada 20 Desember 2023 menguat secara rata-rata sebesar 0,44% dibandingkan dengan perkembangan pada November 2023. Dengan perkembangan tersebut, nilai tukar Rupiah menguat 0,37% dibandingkan dengan level akhir Desember 2022, lebih baik dibandingkan dengan Peso Filipina, Rupee India, dan Baht Thailand yang masing-masing tercatat melemah sebesar 0,05%, 0,53%, dan 0,85%. Di samping kebijakan stabilisasi Bank Indonesia, berlanjutnya apresiasi nilai tukar Rupiah didorong oleh masuknya aliran portofolio asing, menariknya imbal hasil aset keuangan domestik, serta tetap positifnya prospek ekonomi. Ke depan, Bank Indonesia tetap akan mewaspadai sejumlah risiko yang mungkin muncul dan memastikan terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah. Strategi operasi moneter
pro-market melalui instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI dioptimalkan guna meningkatkan manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran masuk modal asing dari luar negeri. Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.
Inflasi tetap terjaga dalam kisaran sasaran. Inflasi IHK November 2023 terkendali pada 2,86% (yoy) sehingga diprakirakan inflasi IHK tahun 2023 akan berada dalam kisaran 3,0±1%. Perkembangan ini dipengaruhi oleh inflasi inti yang tetap rendah sebesar 1,87% (yoy) sejalan dengan konsistensi kebijakan suku bunga dan stabilisasi nilai tukar Rupiah oleh Bank Indonesia. Inflasi
administered prices juga rendah sebesar 2,07% (yoy). Sementara itu, inflasi kelompok
volatile food naik menjadi 7,59% (yoy) dipengaruhi oleh faktor musiman yang memengaruhi produksi beberapa komoditas hortikultura. Bank Indonesia akan terus mencermati sejumlah risiko yang dapat mengganggu terkendalinya inflasi, terutama yang bersumber dari harga pangan. Untuk itu, Bank Indonesia tetap memperkuat bauran kebijakan moneter dan mempererat sinergi dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam TPIP dan TPID melalui penguatan GNPIP di berbagai daerah untuk memastikan inflasi terkendali dalam kisaran 2,5±1% pada 2024.
Bank Indonesia terus memperkuat inovasi untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dalam memastikan terkendalinya inflasi dan tetap stabilnya nilai tukar Rupiah. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia mengoptimalkan instrumen moneter SRBI, SVBI, dan SUVBI yang
pro-market dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung upaya menarik
portfolio inflows, dengan memanfaatkan aset SBN dan surat berharga valas yang dimiliki oleh Bank Indonesia sebagai
underlying. Lelang SRBI dan SVBI hingga 19 Desember 2023 masing-masing telah mencapai Rp229,95 triliun dan 421,50 juta dolar AS. Instrumen SRBI telah secara aktif diperdagangkan di pasar sekunder tecermin dari kepemilikan nonresiden yang mencapai Rp52,87 triliun. Sementara itu, posisi nonresiden di SVBI tercatat sebesar 6 juta dolar AS. Selain itu, Bank Indonesia juga menerbitkan SUVBI sebagai instrumen moneter valas yang hingga 19 Desember 2023 telah mencapai 129 juta dolar AS. Berbagai inovasi instrumen ini diharapkan dapat mendukung strategi operasi moneter yang
pro-market dan dapat menarik aliran modal masuk untuk memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dari dampak rambatan global.
Likuiditas perbankan memadai sehingga memperkuat
lending capacity perbankan. Pada November 2023, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap terjaga tinggi, yaitu 26,04%. Likuiditas perbankan yang tetap memadai tersebut didukung oleh kebijakan makroprudensial akomodatif, antara lain implementasi Kebijakan Insentif Likuditas Makroprudensial (KLM). Total tambahan likuiditas dari insentif KLM mencapai Rp163,3 triliun per Desember 2023 atau meningkat sebesar Rp55 triliun sejak penerapan KLM pada 1 Oktober 2023. Perkembangan likuiditas tersebut berdampak positif terhadap suku bunga perbankan, dengan suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada November 2023 tetap terjaga, masing-masing di 4,46% dan 9,29%. Likuiditas yang memadai juga didukung oleh keberadaan SRBI yang diperdagangkan di pasar sekunder sehingga meningkatkan fleksibilitas perbankan dalam mengelola likuiditas dan turut mendukung terjaganya
lending capacity perbankan. Bank Indonesia akan terus meningkatkan efektivitas implementasi KLM untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan yang lebih tinggi pada sektor-sektor yang memiliki daya ungkit besar dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Peningkatan intermediasi perbankan terus
berlanjut. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat sebesar 3,04% (yoy) pada November 2023, sedangkan kredit perbankan tumbuh 9,74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yaitu 8,99% (yoy). Peningkatan kredit/pembiayaan didorong oleh peningkatan permintaan kredit sejalan dengan tetap terjaganya kinerja korporasi dan rumah tangga. Secara sektoral, pertumbuhan kredit terutama ditopang oleh sektor Perdagangan, Industri, dan Jasa Dunia Usaha. Pembiayaan syariah pada November 2023 juga tumbuh sebesar 14,12% (yoy), sementara pertumbuhan kredit UMKM mencapai 8,46% (yoy). Pertumbuhan kredit UMKM tersebut terutama didukung oleh sektor Perdagangan, Pertanian, dan Jasa Sosial. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan dan memperkuat sinergi dengan Pemerintah, otoritas keuangan, Kementerian/Lembaga, perbankan, dan pelaku usaha.
Ketahanan
perbankan tetap terjaga baik,
tecermin dari
permodalan yang
kuat dan risiko kredit yang rendah. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat pada level yang tinggi sebesar 27,44% pada Oktober 2023. Risiko kredit juga tetap terkendali, tecermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang rendah sebesar 2,42% (bruto) dan 0,77% (neto). Hasil
stress-test Bank Indonesia menunjukkan ketahanan perbankan yang tetap kuat dalam menghadapi tekanan global. Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Pada November 2023, nilai transaksi
digital banking tercatat Rp5.163,76 triliun atau tumbuh sebesar 13,21% (yoy), sementara itu nilai transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 16,95% (yoy) sehingga mencapai Rp41,30 triliun. Nominal transaksi QRIS tercatat tumbuh 157,43% (yoy) sehingga mencapai Rp24,90 triliun, dengan jumlah pengguna 45,03 juta dan jumlah
merchant 30,12 juta yang sebagian besar merupakan UMKM. Nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit mencapai Rp662,39 triliun atau turun sebesar 0,39% (yoy). Sementara dari pengelolaan uang Rupiah, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada November 2023 meningkat 5,69% (yoy) sehingga menjadi Rp988,40 triliun. Bank Indonesia terus memastikan ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, dengan kualitas yang terjaga di seluruh wilayah NKRI melalui program pengedaran uang Rupiah ke daerah Terluar, Terdepan, Terpencil (3T) serta kegiatan Kas Keliling, Kas Titipan dan Ekspedisi Rupiah Berdaulat, termasuk pemenuhan untuk kebutuhan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Jakarta, 21 Desember 2023
Departemen Komunikasi
Erwin Haryono
Direktur Eksekutif