Mencermati kondisi perekonomian Indonesia khususnya sebagai dampak
penyebaran COVID-19, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, pada Rabu (6/5)
menyampaikan 5 (lima) hal terkait perkembangan terkini dan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia, sebagai berikut :
1.
Nilai tukar Rupiah
bergerak stabil dan cenderung menguat mengarah ke Rp15.000 pada akhir tahun.
· Pergerakan nilai tukar secara trend dipengaruhi oleh faktor
fundamental yaitu : 1) inflasi yang rendah dan terkendali dalam kisaran sasaran
3±1%; 2) defisit transaksi berjalan Triwulan I akan lebih rendah dari 1,5% PDB
dan secara keseluruhan pada tahun 2020 akan lebih rendah dari 2% PDB, serta 3)
perbedaan suku bunga (yield spread) sangat tinggi, Yield SBN 10 tahun
Indonesia sebesar 8,02% sedangan yield UST Note 10 tahun sebesar 0,3%-04%,
sehingga yield spread sebesar 7,5%. Faktor tersebut menyebabkan nilai
tukar undervalued dan diperkirakan bergerak stabil dan cenderung
menguat.
· Nilai tukar di hari Senin (4/5) ditutup pada level Rp15.050 dan pada hari
Selasa (5/5) menguat Rp15.010. Pergerakan nilai tukar dalam jangka pendek
(harian) dipengaruhi oleh faktor teknikal (sentimen) positif yaitu sejumlah
wilayah di AS dan Eropa akan membuka kegiatan ekonomi, pernyataan board
members The Fed yang menyampaikan bahwa ekonomi AS akan membaik di semester
II-2020, meskipun di semester I-2020 mengalami resesi ekonomi serta peningkatan
harga minyak.
· Sementara itu, beberapa sentimen negatif yang dapat memengaruhi pergerakan
nilai tukar, yaitu ketegangan hubungan antara AS dan Tiongkok, ketegangan
hubungan Korea Utara dan Korea Selatan, serta putusan Mahkamah Konstitusi
Jerman bahwa Quantitative Easing (QE) yang dilakukan Bank Sentral Eropa
(ECB) tidak konstitusional karena tidak didukung oleh perjanjian Uni Eropa
kecuali ECB dapat menjustifikasi dan menjelaskannya dalam waktu 3 bulan.
2. Inflow Asing ke SBN pada Minggu I Mei 2020,
tercatat sebesar Rp1,17 triliun.
· Pergerakan aliran modal asing portfolio ke SBN yang diterbitkan oleh
pemerintah baik di pasar perdana atau pasar sekunder pada minggu I Mei 2020
tercatat inflow Rp1,17 triliun.
· Pada bulan April, secara keseluruhan aliran modal asing tercatat outflow
sebesar Rp2,14 triliun, dengan rincian sebagai berikut minggu I April 2020
tercatat inflow Rp5,73 triliun, minggu II April 2020 tercatat outflow
Rp7,98 triliun, minggu III April 2020 tercatat outflow Rp2,41 triliun,
minggu IV April 2020 tercatat inflow 0,1 triliun, dan minggu V April
2020 tercatat inflow 2,42 triliun.
· Secara historis periode 2011 – 2019 di Indonesia, outflow relatif
kecil dalam periode yang pendek dan diikuti dengan inflow yang besar
dalam periode yang lebih panjang. Data menunjukkan rata-rata outflow sebesar
Rp29,2 triliun dengan durasinya sekitar 3-4 bulan dan diikuti inflow
sebesar Rp229,1 triliun dengan durasi sekitar 21 (dua puluh satu) bulan.
3.
Inflasi 2020 terkendali
dan rendah di kisaran sasaran 3±1%.
Berdasarkan hasil rilis
BPS, Inflasi Indeks Harga Konsumen
(IHK) pada April 2020 tercatat 0,08% (mtm), atau sebesar 2,67% (yoy), lebih
rendah dari prakiraan Bank Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa faktor rendahnya
permintaan mulai membuat tekanan terhadap inflasi berkurang yang dipengaruhi
oleh langkah-langkah penanganan pandemi COVID-19 yang menyebabkan
aktivitas manusia yang lebih rendah terkait pembatasan mobilitas, PSBB dan lain
sebagainya. Kondisi tersebut juga memengaruhi prakiraan inflasi pada saat
Ramadan dan Idulfitri yang lebih rendah daripada data historisnya. Bank
Indonesia meyakini sampai dengan akhir tahun 2020, inflasi akan terkendali dan
rendah di kisaran sasaran 3±1%.
4. Pertumbuhan ekonomi Indonesia Tw I 2020 tercatat 2,97% (yoy).
· Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I 2020 tercatat 2,97% (yoy), lebih rendah dari perkiraan
Bank Indonesia 4,4% (yoy). Hal tersebut didorong oleh dampak penanganan pandemi
COVID-19 yang mulai memengaruhi kegiatan ekonomi baik dari sisi pendapatan,
konsumsi, produksi, investasi, serta ekspor dan impor. Semula Bank
Indonesia memperkirakan pengaruh dari penanangan pandemi COVID-19 baru
mulai terasa di bulan April sampai dengan pertengahan Juni 2020, namun ternyata
terjadi lebih cepat yaitu di bulan Maret 2020.
· Dari sisi pengeluaran, penurunan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2020
terutama dipengaruhi penurunan permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga
tercatat 2,84% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan kinerja pada
triwulan IV 2019 sebesar 4,97% (yoy). Investasi juga tumbuh melambat sebesar
1,7% (yoy). Respons stimulus Pemerintah melalui konsumsi Pemerintah yang tumbuh
3,74% (yoy) dapat menahan perlambatan permintaan domestik lebih dalam. Selain
itu, ekspor neto berkontribusi positif dipengaruhi ekspor yang tumbuh 0,24%
(yoy) dan impor yang mencatat kontraksi 2,19% (yoy).
· Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I termasuk salah satu yang
tertinggi, lebih baik dari sebagian besar negara-negara lain. Pertumbuhan
ekonomi Tiongkok pada triwulan I 2020 tercatat -6,8% (yoy), jauh lebih rendah
dari pencapaian di triwulan IV 2019 sebesar 6,0%. Pertumbuhan ekonomi AS
tercatat 0,3% (yoy) pada triwulan I 2020, meskipun tetap positif namun lebih
rendah dari pencapaian di triwulan IV 2020 sebesar 2,3% (yoy). Sedangkan
pertumbuhan ekonomi di Eropa, Singapore dan Korea Selatan pada triwulan I 2020,
masing-masing-masing tercatat sebesar -3,3% (yoy), -2,2% (yoy), 1,3% (yoy).
5. Kebijakan dan Operasi Moneter Bank Indonesia.
BI berkomitmen untuk melaksanakan
kebijakan moneter yang prudent dan dengan tata kelola yang baik.
a. Mekanisme pengedaran uang kartal
Sesuai UU Mata Uang (UU No. 7 Tahun 2011), perencanaan,
pencetakan, dan pemusnahan uang kartal (uang kertas dan logam), melalui
koordinasi BI dengan Kementerian Keuangan dengan jumlah sesuai dengan prakiraan
kebutuhan masyarakat. Keseluruhan proses pengolahan uang sesuai dengan tata
kelola dan diaudit oleh BPK. Oleh karena itu, pandangan bahwa BI akan melakukan
pencetakan uang dalam upaya mitigasi COVID-19 adalah tidak sesuai dengan best
practice kebijakan moneter yang prudent dan BI tidak akan melakukan
langkah kebijakan tersebut.
b. Operasi Moneter dalam Pengendalian Uang Giral & Likuiditas Pasar Uang
dan Perbankan
Sesuai mandat, BI mengendalikan inflasi dan mestabilkan nilai tukar Rupiah,
sejalan dengan pencapaian sasaran
inflasi dan juga mendorong pertumbuhan ekonomi. Langkah yang dilakukan oleh BI
adalah melalui penetapan suku bunga acuan dan pelaksanaan operasi moneter (OM)
untuk mengelola likuiditas di pasar uang dan perbankan sejalan dengan langkah
kebijakan BI dalam menstabilkan nilai tukar Rupiah. Pelaksanaan OM, salah
satunya dengan cara OM ekspansi dan OM kontraksi melalui transaksi repo dengan underlying
SBN yang dimiliki.
c. Kebijakan QE Bank Indonesia
Salah satu bentuk QE
berupa injeksi likuitas ke perbankan dengan jumlah secara total telah mencapai
sekitar Rp503,8 trililun, dengan rincian sebagai berikut :
·
Periode Januari – April 2020 sebesar
Rp386 triliun, yang bersumber dari pembelian SBN di pasar sekunder dari
investor asing sebesar Rp166,2 triliun, term repo perbankan sebesar
Rp137,1 triliun, swap valuta asing sebesar Rp29,7 triliun, dan penurunan Giro
Wajib Minimun (GWM) rupiah di bulan Januari dan April 2020 sebesar Rp53
triliiun.
·
Periode Mei 2020 sebesar Rp117,8
triliun, yang bersumber dari penurunan GWM rupiah sebesar Rp102 triliun dan tidak mewajibkan tambahan Giro untuk pemenuhan
Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) sebesar Rp15,8 Triliun.
Kebijakan QE akan dapat memberikan dampak yang efektif ke
sektor riil dengan dukungan dari stimulus fiskal, antara lain melalui
implementasi jaring pengaman sosial, insentif industri termasuk subsidi KUR dan
program bantuan sosial lainnya serta dukungan rektrukturisasi kredit. Mekanisme
QE selengkapnya terlampir.
Bank
Indonesia akan terus memperkuat koordinasi ini dengan Pemerintah dan
OJK untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran COVID-19 dan dampaknya
terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu, serta langkah-langkah
koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia
tetap baik dan berdaya tahan.
Kepala Departemen
Komunikasi
Onny Widjanarko
Direktur Eksekutif
Informasi tentang Bank
Indonesia