
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Mei 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,50%, suku bunga
Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75%, dan suku bunga
Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25%. Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali dalam sasaran 2,5±1%, upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi dalam sasarannya dan stabilitas nilai tukar Rupiah yang sesuai fundamental, dengan tetap mencermati ruang untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan domestik. Kebijakan ini juga diperkuat dengan kebijakan makroprudensial dan kebijakan sistem pembayaran. Kebijakan makroprudensial akomodatif terus dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan berbagai strategi untuk mendorong pertumbuhan kredit dan meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan. Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi, khususnya sektor perdagangan dan UMKM, melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, serta penguatan infrastruktur dan konsolidasi struktur industri sistem pembayaran.
Arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dalam rangka memperkuat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tersebut didukung dengan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:
- Penguatan strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental terutama melalui intervensi transaksi
Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri serta transaksi
spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik. Strategi ini disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan kecukupan likuiditas di perbankan;
- Penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga, menjaga kecukupan likuiditas, mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing (valas), serta mendorong aliran masuk modal asing, dengan:
- mengelola struktur suku bunga instrumen moneter dan
swap
valas untuk memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga dengan tetap menjaga daya tarik aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik;
- memperkuat strategi transaksi term-repo dan swap valas untuk menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan; dan
- memperkuat peran Primary Dealer (PD) untuk meningkatkan transaksi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar;
- Peningkatan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dari maksimum 30% menjadi 35% dari modal bank. Penguatan implementasi kebijakan RPLN ini ditujukan untuk meningkatkan sumber pendanaan bank dari luar negeri sesuai kebutuhan perekonomian dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, melalui penerapan parameter kontrasiklikal sebagai penambah RPLN sebesar 5%. Penguatan kebijakan RPLN dimaksud berlaku efektif sejak 1 Juni 2025, dan akan diatur lebih lanjut pada ketentuan mengenai RPLN;
- Pelonggaran likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 5% menjadi 4% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4%, dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 3,5% menjadi 2,5% untuk Bank Umum Syariah (BUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5%. Penurunan ini juga ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, yang berlaku efektif sejak 1 Juni 2025;
- Penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM);
- Perluasan akseptasi digital melalui akselerasi persiapan implementasi QRIS Antarnegara Indonesia-Jepang dan inisiasi uji coba QRIS Antarnegara Indonesia-Tiongkok;
- Penguatan dan perluasan kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah. Selain itu, Bank Indonesia terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Perekonomian global ditandai dengan ketidakpastian yang sedikit mereda dengan adanya kesepakatan sementara antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok untuk menurunkan tarif impor selama 90 hari. Pertumbuhan ekonomi AS dan Tiongkok diprakirakan lebih baik dari proyeksi April 2025, yang kemudian berdampak positif pada berbagai negara lain termasuk Eropa, Jepang, dan India. Penurunan tarif diprakirakan juga menurunkan proyeksi inflasi AS, sehingga mendorong tetap kuatnya ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR). Sementara itu,
yield US Treasury lebih tinggi dari prakiraan sejalan dengan meningkatnya risiko kesinambungan fiskal AS. Di pasar keuangan global, pergeseran aliran modal dari AS ke negara dan aset yang dianggap aman (safe haven asset) masih berlanjut dan mulai diikuti dengan peningkatan aliran modal ke
Emerging Markets (EM). Akibatnya, indeks mata uang dolar AS terhadap negara maju (DXY) terus melemah dan diikuti pelemahan juga terhadap mata uang negara berkembang di Asia (ADXY).
Dari domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu terus diperkuat. Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 tercatat 4,87% (yoy), lebih rendah dari triwulan IV 2024 sebesar 5,02% (yoy). PDB triwulan I 2025 didukung konsumsi rumah tangga sejalan aktivitas dan mobilitas masyarakat yang meningkat selama periode libur tahun baru dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri. Investasi tumbuh sejalan dengan realisasi penanaman modal, sementara ekspor tumbuh ditopang oleh permintaan mitra dagang utama dan ekspor jasa. Berdasarkan Lapangan Usaha (LU), LU Industri Pengolahan, Perdagangan, Transportasi dan Pergudangan, serta Pertanian mencatatkan kinerja yang baik. Perkembangan terkini pada triwulan II 2025 menunjukkan perlunya terus memperkuat upaya-upaya
untuk mendorong berbagai kegiatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan akan membaik pada semester II 2025 didorong peningkatan permintaan domestik, termasuk dari kenaikan belanja Pemerintah.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap terjaga, dengan aliran masuk investasi portofolio yang kembali meningkat pada Mei 2025 sehingga mendukung ketahanan eksternal. Pada triwulan I 2025, defisit transaksi berjalan diprakirakan tetap rendah ditopang oleh surplus neraca perdagangan barang, terutama nonmigas. Kinerja transaksi modal dan finansial juga diprakirakan tetap terkendali, didukung oleh investasi langsung yang mencatatkan surplus serta investasi portofolio yang meningkat seiring tetap terjaganya persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi domestik. Pada triwulan II 2025, aliran masuk investasi portofolio bulan Mei 2025 kembali meningkat, terutama ke Surat Berharga Negara (SBN) dan saham, sejalan dengan meredanya ketidakpastian global serta tetap baiknya prospek perekonomian Indonesia. Perkembangan positif ini memperkuat ketahanan eksternal setelah pada April 2025 investasi portofolio mencatat
net outflows , meskipun secara kumulatif triwulan II 2025 sampai 19 Mei 2025 masih tercatat
net outflows 3,1 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa pada akhir April 2025 tercatat sebesar 152,5 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Nilai tukar Rupiah tetap stabil dan cenderung menguat didukung kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit mereda. Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS pada Mei 2025 (hingga 20 Mei 2025) menguat sebesar 1,13% (ptp) dibandingkan dengan posisi akhir April 2025. Rupiah juga cenderung menguat dibandingkan dengan kelompok mata uang negara berkembang mitra dagang utama Indonesia dan kelompok mata uang negara maju di luar dolar AS. Secara keseluruhan, pergerakan Rupiah berada dalam kisaran yang sesuai dengan fundamental ekonomi domestik dalam menjaga stabilitas perekonomian.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada April 2025 terjaga dan mendukung stabilitas perekonomian. IHK pada April 2025 mengalami inflasi sebesar 1,95% (yoy), dengan inflasi inti tetap terkendali sebesar 2,50% (yoy), sejalan dengan konsistensi suku bunga kebijakan BI (BI-Rate) untuk mengarahkan ekspektasi inflasi. Inflasi kelompok
volatile food (VF) tercatat sebesar 0,64% (yoy) didukung oleh kecukupan pasokan komoditas pangan utama dan eratnya sinergi pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat/Daerah (TPIP/TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Sementara itu, kelompok
administered prices mencatat inflasi sebesar 1,25% (yoy), setelah pada Maret 2025 mencatat deflasi sebesar 3,16% (yoy), terutama dipengaruhi oleh berakhirnya implementasi kebijakan diskon tarif listrik untuk rumah tangga dengan daya terpasang listrik di bawah 2.200 VA.
Penguatan respons kebijakan moneter terus dilakukan untuk mencapai sasaran inflasi sebesar
2,5±1%
pada tahun 2025 dan 2026, menjaga
stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sejalan dengan itu, strategi operasi moneter
pro-market terus dioptimalkan untuk memperkuat transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga khususnya di perbankan. Di pasar uang, sejalan dengan penurunan BI-Rate pada Januari 2025 dan operasi moneter Bank Indonesia, suku bunga INDONIA terus menurun menjadi 5,77% pada 20 Mei 2025 dari semula sebesar 6,03% pada awal Januari 2025. Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan tanggal 16 Mei 2025 juga menurun, yakni dari masing-masing 7,16%; 7,20%; dan 7,27% pada awal Januari 2025 menjadi 6,40%; 6,44%; dan 6,47%. Imbal hasil SBN untuk tenor 2 tahun menurun dari 6,96% menjadi 6,16%, sementara untuk tenor 10 tahun menurun dari 6,98% menjadi 6,84%. Namun demikian, suku bunga perbankan masih tetap relatif tinggi. Pada April 2025, suku bunga deposito 1 bulan tercatat 4,83%, meningkat dari 4,81% pada awal Januari 2025, dengan kecenderungan sejumlah bank menawarkan suku bunga deposito yang lebih tinggi dari yang dipublikasikan. Suku bunga kredit perbankan juga masih relatif tinggi, yaitu tercatat sebesar 9,19% pada April 2025, relatif sama dengan 9,20% pada awal Januari 2025.
Strategi operasi moneter
pro-market juga terus dioptimalkan untuk mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui kecukupan likuiditas. Dalam kaitan ini, instrumen moneter pro-market SRBI, SVBI, dan SUVBI terus dioptimalkan. Hingga 19 Mei 2025, total posisi instrumen SRBI tercatat sebesar Rp869,67 triliun, menurun dari Rp923,53 triliun pada awal Januari 2025, sehingga mendukung ekspansi likuiditas kebijakan moneter. Sementara instrumen SVBI dan SUVBI pada 19 Mei 2025 masing-masing tercatat sebesar 1,97 miliar dolar AS dan 306 juta dolar AS. Implementasi dealer utama (primary dealer) sejak Mei 2024 juga makin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar. Bank Indonesia juga melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder untuk memperkuat ekspansi likuiditas kebijakan moneter, sekaligus mencerminkan sinergi erat antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal Pemerintah. Selama tahun 2025 (hingga 20 Mei 2025), Bank Indonesia telah membeli SBN sebesar Rp96,41 triliun, yaitu melalui pasar sekunder sebesar Rp64,99 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp31,42 triliun.
Peran kredit perbankan
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi perlu terus ditingkatkan. Kredit April 2025 tumbuh sebesar 8,88% (yoy), lebih rendah dari 9,16% (yoy) pada Maret 2025. Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit oleh bank (lending standard) masih baik, terutama pada sektor pertanian, Listrik, Gas, dan Air (LGA), dan jasa sosial. Kondisi likuiditas perbankan secara umum masih memadai, namun pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) cenderung melambat dari 5,51% (yoy) pada awal Januari 2025 menjadi 4,55% (yoy) pada April 2025. Kondisi ini mendorong persaingan dalam pendanaan antarbank dan perlunya memperluas sumber pendanaan lainnya di luar DPK. Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit terutama dikontribusikan oleh sektor industri, pengangkutan, dan jasa sosial, sedangkan kontribusi pertumbuhan kredit sektor konstruksi dan perdagangan serta sektor-sektor lainnya masih terbatas. Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi, masing-masing sebesar 4,62% (yoy), 15,86% (yoy), dan 8,97% (yoy). Pembiayaan syariah tumbuh sebesar 8,85% (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,60% (yoy).
Ketahanan perbankan tetap kuat mendukung stabilitas sistem keuangan. Kondisi likuiditas perbankan tetap memadai, permodalan masih tinggi, serta risiko kredit rendah. Likuiditas perbankan memadai, tecermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang stabil sebesar 25,23% pada April 2025. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada Maret 2025 sebesar 25,38% sehingga masih mampu untuk menyerap risiko. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan tercatat rendah, sebesar 2,17% (bruto) dan 0,80% (neto) pada Maret 2025. Hasil
stress test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat, serta ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga.
Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital pada April 2025 tetap tumbuh didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Dari sisi transaksi, pembayaran digital[1] pada April 2025 mencapai 3,79 miliar transaksi atau tumbuh 31,50% (yoy) didukung peningkatan seluruh komponen. Volume transaksi aplikasi mobile dan
internet terus tumbuh masing-masing sebesar 33,14% (yoy) dan 8,65% (yoy). Demikian pula, volume transaksi pembayaran digital melalui QRIS tetap tumbuh tinggi sebesar 154,86% (yoy) didukung peningkatan jumlah pengguna dan merchant. Dari sisi infrastruktur, volume transaksi ritel yang diproses melalui BI-FAST mencapai 335,34 juta transaksi atau tumbuh 42,91% (yoy), dengan nilai mencapai Rp849,51 triliun. Volume transaksi nilai besar yang diproses melalui BI-RTGS turun sebesar 2,91% (yoy) menjadi 724,03 ribu transaksi dengan nilai Rp15.293,92 triliun. Sementara dari sisi pengelolaan uang Rupiah, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh 7,28% (yoy) menjadi Rp1.135,22 triliun pada April 2025. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperluas kerja sama sistem pembayaran antarnegara, termasuk kerja sama QRIS dengan sejumlah negara dan interkoneksi BI-FAST dalam inisiatif Nexus dengan beberapa negara.
Stabilitas sistem pembayaran tetap terjaga, ditopang oleh infrastruktur yang stabil dan struktur industri yang sehat. Dari sisi infrastruktur, stabilitas sistem pembayaran tecermin pada penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) yang lancar dan andal serta kecukupan pasokan uang dalam jumlah dan kualitas yang memadai pada April 2025. Dari sisi struktur industri, interkoneksi antarpelaku dalam sistem pembayaran terus menguat diikuti oleh ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) yang meluas. Transaksi pembayaran berbasis Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) juga meningkat sejalan dengan perluasan tingkat adopsi. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memastikan ketersediaan, keandalan, dan keamanan infrastruktur SPBI, baik ritel maupun
wholesale, serta infrastruktur sistem pembayaran industri. Bank Indonesia terus menjaga ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk daerah Terdepan, Terluar, dan Terpencil (3T).
Kesepakatan sementara antara AS dan Tiongkok untuk menurunkan tarif selama 90 hari diprakirakan mengakibatkan lebih baiknya prospek perekonomian dunia bila dibandingkan dengan proyeksi April 2025. Pertumbuhan ekonomi AS dan Tiongkok diprakirakan lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya. Prospek perekonomian Eropa juga lebih baik, termasuk didukung peningkatan belanja fiskal. Kesepakatan tarif AS-Tiongkok juga berdampak positif terhadap perbaikan ekonomi Jepang dan India. Perkembangan tersebut mengakibatkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia 2025 menjadi lebih tinggi sebesar 3,0% dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,9%. Namun demikian, ke depan perkembangan negosiasi tarif impor antara AS dengan Tiongkok dan negara-negara lain masih dinamis sehingga ketidakpastian perekonomian global tetap tinggi. Kondisi ini memerlukan kewaspadaan serta penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
Dari domestik, berbagai respons kebijakan perlu terus diperkuat sehingga dapat memitigasi dampak ketidakpastian global akibat kebijakan tarif resiprokal AS terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan realisasi PDB triwulan I 2025 dan mencermati dinamika perekonomian global, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 berada dalam kisaran 4,6–5,4%, sedikit lebih rendah dari kisaran prakiraan sebelumnya 4,7–5,5%. Berbagai respons kebijakan perlu makin diperkuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain melalui penguatan permintaan domestik serta optimalisasi peluang peningkatan ekspor. Dalam kaitan ini, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial Bank Indonesia yang didukung percepatan digitalisasi sistem pembayaran terus disinergikan dengan kebijakan stimulus fiskal Pemerintah, termasuk dukungan terhadap implementasi program Asta Cita Pemerintah.
Ketahanan eksternal ekonomi Indonesia diprakirakan tetap baik seiring dengan prospek ekonomi dunia yang lebih baik. NPI 2025 diprakirakan tetap sehat ditopang oleh defisit transaksi berjalan yang rendah dalam kisaran defisit 0,5% sampai dengan 1,3% dari PDB dan transaksi modal dan finansial yang mencatat surplus didukung oleh aliran masuk modal asing, baik pada investasi portofolio dalam bentuk surat utang domestik maupun investasi langsung.
Nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil didukung komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik. Bank Indonesia terus memperkuat respons kebijakan stabilisasi, termasuk intervensi terukur di pasar
off-shore Non-Deliverable Forward (NDF) dan strategi
triple intervention pada transaksi
spot,
Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan SBN di pasar sekunder. Seluruh instrumen moneter juga terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter
pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI), untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing dan mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah.
Inflasi diprakirakan tetap terkendali dalam kisaran sasaran 2,5±1% pada 2025 dan 2026. Prospek inflasi yang terjaga tersebut didukung oleh komitmen Bank Indonesia untuk terus memperkuat efektivitas kebijakan moneter serta sinergi erat Bank Indonesia dengan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengendalian inflasi. Bank Indonesia juga akan terus mengoptimalkan strategi operasi moneter
pro-market untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter dalam mencapai sasaran inflasi sebesar 2,5±1% pada tahun 2025 dan 2026, menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Bank Indonesia memandang suku bunga perlu diturunkan untuk mendorong peningkatan penyaluran kredit guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Peran kredit perbankan perlu terus didorong untuk menopang pertumbuhan ekonomi agar lebih tinggi. Dengan perkembangan kredit sampai dengan April 2025 tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 akan berada pada kisaran 8–11%. Ke depan, berbagai upaya perlu terus didorong untuk meningkatkan penyaluran kredit, baik dengan penurunan suku bunga dan perluasan sumber dana perbankan, maupun peningkatan permintaan dari sisi sektor riil, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih tinggi, termasuk mengoptimalkan instrumen Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN), Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), dan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi global dan domestik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan
[1] Pembayaran digital terdiri atas transaksi melalui aplikasi
mobile dan
internet.