Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Februari 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50%.
Kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan
inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran, stabilitas eksternal yang
aman, serta sebagai langkah pre-emptive untuk menjaga momentum
pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek pemulihan
ekonomi global sehubungan dengan terjadinya
Covid-19. Strategi operasi moneter terus ditujukan untuk menjaga
kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang
akomodatif. Sementara itu, kebijakan makroprudensial yang akomodatif
ditempuh untuk mendorong pembiayaan ekonomi sejalan dengan siklus
finansial yang di bawah optimal dengan tetap memerhatikan prinsip
kehati-hatian. Dalam konteks ini, Bank Indonesia akan menyesuaikan
ketentuan terkait perhitungan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)
dengan memperluas cakupan pendanaan dan pembiayaan pada kantor cabang
bank di luar negeri yang diperuntukkan bagi ekonomi Indonesia. Kebijakan
sistem pembayaran terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi
antara lain melalui perluasan akseptasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard)
serta elektronifikasi bansos dan transaksi keuangan Pemda. Ke depan,
Bank Indonesia akan mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik
dalam memanfaatkan ruang bauran kebijakan yang akomodatif untuk menjaga
tetap terkendalinya inflasi dan stabilitas eksternal, serta memperkuat
momentum pertumbuhan ekonomi. Koordinasi Bank Indonesia dengan
Pemerintah dan otoritas terkait terus diperkuat guna mempertahankan
stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik, serta mempercepat
reformasi struktural, termasuk dalam memitigasi dampak Covid-19.
Proses pemulihan ekonomi global tertahan setelah Covid-19 (Corona Virus Disease 2019) merebak akhir Januari 2020.
Kesepakatan tahap 1 perundingan perdagangan AS-Tiongkok sempat
menurunkan ketidakpastian global dan meningkatkan optimisme pelaku
ekonomi terhadap prospek pemulihan ekonomi global. Sejumlah indikator
dini ekonomi global seperti keyakinan pelaku ekonomi, Purchasing Manager Index (PMI)
dan pesanan ekspor menunjukan perbaikan pada Desember 2019-Januari
2020. Optimisme berubah setelah terjadinya Covid-19 yang diprakirakan
akan menekan perekonomian Tiongkok dan menghambat keberlanjutan
pemulihan ekonomi global, setidaknya pada triwulan I-2020. Bank
Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2020 dari
3,1% menjadi 3,0%, dan kemudian meningkat menjadi 3,4% dari prakiraan
semula 3,2% pada tahun 2021. Di pasar keuangan global, terjadinya
Covid-19 telah meningkatkan risiko sehingga mendorong penyesuaian aliran
dana global dari negara berkembang kepada aset keuangan dan komoditas
yang dianggap aman, serta memberikan tekanan kepada mata uang negara
berkembang. Ke depan, upaya penanggulangan Covid-19 perlu terus
dicermati karena dapat memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi, volume
perdagangan, dan harga komoditas dunia, serta pergerakan aliran modal ke
negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu terus
didorong sehingga tetap berdaya tahan di tengah risiko tertundanya
prospek pemulihan perekonomian dunia. Pada 2019, pertumbuhan
ekonomi tetap baik yakni 5,02%, meskipun lebih rendah dibandingkan
dengan capaian tahun 2018 sebesar 5,17%. Pertumbuhan ekonomi tersebut
ditopang permintaan domestik yang terjaga, sedangkan kinerja ekspor
menurun sejalan pengaruh perlambatan permintaan global dan penurunan
harga komoditas. Secara spasial, permintaan domestik yang tetap baik
ditopang oleh meningkatnya perdagangan antardaerah seperti di wilayah
Sumatera. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Kalimantan dan Bali-Nusa
Tenggara tetap terjaga didukung oleh perbaikan ekspor komoditas primer.
Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2020 akan
lebih rendah, yaitu menjadi 5,0-5,4%, dari prakiraan semula 5,1-5,5%,
dan kemudian meningkat pada tahun 2021 menjadi 5,2-5,6%. Revisi
prakiraan ini terutama karena pengaruh jangka pendek tertahannya prospek
pemulihan ekonomi dunia pasca meluasnya Covid-19, yang memengaruhi
perekonomian Indonesia melalui jalur pariwisata, perdagangan, dan
investasi. Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan
Pemerintah dan Otoritas terkait guna memperkuat sumber, struktur, dan
kecepatan pertumbuhan ekonomi, termasuk mendorong investasi melalui
proyek infrastruktur dan implementasi RUU Cipta Kerja dan Perpajakan.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap baik sehingga menopang ketahanan sektor eksternal.
NPI keseluruhan 2019 mencatat surplus sebesar 4,7 miliar dolar AS,
setelah pada 2018 mengalami defisit 7,1 miliar dolar AS. Perbaikan NPI
ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial yang meningkat
sejalan kinerja ekonomi Indonesia yang terjaga, daya tarik pasar
keuangan yang besar, dan ketidakpastian pasar keuangan global yang
mereda. Defisit transaksi berjalan juga menurun dari 2,94% PDB pada 2018
menjadi 2,72% PDB. Kinerja terkini pada Januari 2020 menunjukkan aliran
masuk modal asing ke pasar keuangan domestik terus berlanjut, yang
secara neto tercatat 6,3 miliar dolar AS. Pada awal Februari 2020,
aliran masuk modal asing terutama investasi portofolio di pasar keuangan
mengalami penyesuaian setelah terjadinya Covid-19. Sementara itu,
neraca perdagangan mencatat defisit 0,86 miliar dolar AS, dipengaruhi
ekspor yang belum kuat akibat kondisi global yang masih lemah. Posisi
cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2020 tercatat sebesar 131,7
miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5
bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di
atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan,
Bank Indonesia akan terus meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah
untuk memperkuat ketahanan sektor eksternal, termasuk berupaya mendorong
peningkatan PMA serta mengendalikan defisit transaksi berjalan yang
pada 2020 dan 2021 diprakirakan dalam kisaran 2,5-3,0% PDB.
Nilai tukar Rupiah tetap terkendali sesuai nilai fundamental didukung kinerja Neraca Pembayaran Indonesia yang tetap baik. Pada 19 Februari 2020, Rupiah secara rerata menguat 0,27% dibandingkan dengan rerata level Januari 2020, meskipun secara point to point harian
melemah sebesar 0,24% dibandingkan dengan level akhir bulan Januari
2020. Pelemahan Rupiah pada awal Februari 2020 terutama dipicu sentimen
terhadap Covid-19, meskipun dalam perkembangan berikutnya kembali stabil
ditopang pasokan valas eksportir dan aliran masuk modal asing. Rupiah
yang menguat juga terlihat pada Januari 2020 yang secara rerata mencatat
apresiasi 2,13% dibandingkan dengan rerata level Desember 2019. Ke
depan, Bank Indonesia memandang nilai tukar Rupiah tetap stabil sesuai
dengan fundamentalnya dan mekanisme pasar yang terjaga. Untuk mendukung
efektivitas kebijakan nilai tukar dan memperkuat pembiayaan domestik,
Bank Indonesia terus mengakselerasi pendalaman pasar keuangan, baik
pasar uang maupun pasar valas.
Inflasi tetap terkendali pada level yang rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Inflasi IHK Januari 2020 tercatat 0,39% (mtm) atau 2,68% (yoy), dipengaruhi inflasi inti yang terkendali dan kelompok administered prices yang mencatat deflasi, sedangkan inflasi volatile food sedikit
meningkat. Inflasi inti yang terkendali tidak terlepas dari konsistensi
Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi, termasuk dalam
menjaga pergerakan nilai tukar sesuai fundamentalnya. Kelompok administered prices mencatat
deflasi didorong kebijakan penurunan harga Bahan Bakar Khusus (BBK) dan
normalisasi tarif berbagai angkutan pascalibur akhir tahun. Sementara
itu, inflasi volatile food meningkat, antara lain disebabkan gangguan produksi dan distribusi beberapa komoditas volatile food dipicu
dampak banjir di sebagian daerah. Ke depan, Bank Indonesia tetap
konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan
dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk
mengendalikan inflasi tetap rendah dan stabil dalam kisaran sasaran 3,0%
±1% pada 2020 dan 2021.
Transmisi pelonggaran kebijakan moneter tetap berjalan baik dengan kecukupan likuiditas perbankan yang terjaga. Likuiditas
di pasar uang dan perbankan memadai, tercermin pada rerata harian
volume PUAB Januari 2020 tetap tinggi sebesar Rp15,12 triliun serta
rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap besar yakni
20,86% pada Desember 2019. Transmisi suku bunga ke pasar uang berjalan
cukup baik, tercermin pada penurunan suku bunga PUAB O/N sebesar 103 bps
menjadi 4,81% dan suku bunga JIBOR tenor 1 minggu sebesar 119 bps
menjadi 5,05% sejak akhir Juni 2019, sebelum penurunan BI7DRR pada Juli
2019. Selain itu, transmisi ke penurunan suku bunga perbankan juga
berlanjut. Rerata tertimbang suku bunga deposito pada Januari 2020
tercatat 6,22%, turun 61 bps sejak akhir Juni 2019, sementara suku bunga
kredit modal kerja turun 29 bps menjadi 10,13%. Pertumbuhan uang
beredar dalam arti sempit (M1) dan uang beredar dalam arti luas (M2)
pada Desember 2019 bergerak sejalan dengan pola pertumbuhan ekonomi,
yakni masing-masing 7,43% (yoy) dan 6,54% (yoy). Ke depan, Bank
Indonesia akan terus memastikan kecukupan likuiditas dan meningkatkan
efisiensi di pasar uang, serta memperkuat transmisi bauran kebijakan
yang akomodatif.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun fungsi intermediasi perbankan terus menjadi perhatian. Stabilitas sistem keuangan terjaga tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Desember 2019 yang tinggi yakni 23,31%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah yakni 2,53% (gross)
atau 1,18% (net). Sementara itu, pertumbuhan kredit masih belum kuat,
tercermin dari angka pertumbuhan kredit pada Desember 2019 sebesar 6,08%
(yoy), yang menurun dari 7,05% (yoy) pada November 2019. Pertumbuhan
Dana Pihak Ketiga (DPK) juga belum kuat dan tercatat sedikit menurun
dari sebesar 6,72% (yoy) pada November 2019 menjadi 6,54% (yoy) pada
Desember 2019. Ke depan, fungsi intermediasi akan terus didorong
sehingga dapat menopang momentum pertumbuhan ekonomi. Kredit pada 2020
diprakirakan tumbuh dalam kisaran 9-11% sedikit lebih rendah
dibandingkan proyeksi sebelumnya pada kisaran 10-12% sejalan dengan
revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020. Pertumbuhan kredit 2021
diprakirakan kembali meningkat pada kisaran 10-12% didorong oleh
kenaikan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, DPK pada 2020 dan 2021
diprakirakan tumbuh dalam kisaran 8-10%. Bank Indonesia tetap menempuh
kebijakan makroprudensial yang akomodatif dan memperkuat koordinasi
dengan otoritas terkait sehingga dapat tetap menjaga stabilitas sistem
keuangan dan mendorong fungsi intermediasi perbankan.
Kelancaran Sistem Pembayaran, baik tunai maupun nontunai, tetap terjaga.
Posisi Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Januari 2020 tumbuh 6,61%
(yoy), sementara transaksi nontunai menggunakan ATM, Kartu Debit, Kartu
Kredit, dan Uang Elektronik (UE) posisi Januari 2020 turun 0,76% (yoy).
Penggunaan kartu ATM/Debit masih mendominasi transaksi nontunai dengan
pangsa 93,16%. Pertumbuhan transaksi UE terus meningkat, yakni 172,85%
(yoy), mengindikasikan preferensi masyarakat terhadap digitalisasi yang
terus menguat. Bank Indonesia memperkuat kebijakan sistem pembayaran
untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional melalui transformasi ekonomi
dan keuangan digital. Bank Indonesia akan menyelenggarakan kegiatan
“Pekan QRIS Nasional 2020” secara serentak di seluruh provinsi guna
memperluas akseptasi QRIS. Koordinasi dengan pemerintah di bidang
elektronifikasi transaksi terus diperkuat antara lain melalui
elektronifikasi bansos dan transaksi keuangan Pemda. Ke depan, Bank
Indonesia terus menjaga terselenggaranya sistem pembayaran yang cepat,
mudah, murah, aman, dan handal didukung oleh pengawasan terpadu serta
penguatan perlindungan konsumen.