Laporan

BI Icon
​​​Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter​​
9/19/2025 5:00 PM
Hits: 26

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2025

Bulanan
Laporan Kebijakan Moneter

TKM-September-2025.png​Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 September 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 3,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50%. Keputusan ini sejalan dengan upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menjaga tetap rendahnya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1% dan stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga BI-Rate dengan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar Rupiah. Sejalan dengan itu, ekspansi likuiditas moneter dan kebijakan makroprudensial longgar terus diperkuat untuk menurunkan suku bunga, meningkatkan likuiditas, dan mendorong kredit/pembiayaan bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Kebijakan sistem pembayaran tetap diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, penguatan struktur industri sistem pembayaran, dan penguatan daya tahan infrastruktur sistem pembayaran.

Arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan stabilitas tersebut didukung dengan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:​

  1. Penguatan strategi Penguatan strategi operasi moneter pro-market guna makin memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga, meningkatkan likuiditas, dan mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing (valas), dengan:
    1. menyesuaikan struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas sejalan dengan ekspansi likuiditas moneter dan untuk mempercepat efektivitas penurunan suku bunga deposito dan kredit perbankan;
    2. meningkatkan likuiditas di pasar uang dan perbankan melalui penurunan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder secara terukur; dan
    3. memperkuat peran dealer utama untuk meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar;
  2. Penguatan strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental melalui intervensi baik melalui transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik maupun transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri. Strategi ini disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk meningkatkan likuiditas dan menjaga stabilitas pasar keuangan;
  3. Penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM);
  4. Peningkatan akseptasi digital melalui penguatan implementasi kerja sama QRIS Antarnegara dan QRIS Tanpa Pindai (TAP); dan
  5. Penguatan dan perluasan kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk dengan memperkuat konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
    Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah. Selain itu, Bank Indonesia terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. 
ASESMEN PEREKON​OMIAN

Perekonomian dunia masih dalam tren melambat akibat dampak penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan ketidakpastian yang masih tinggi. Berbagai indikator menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi di sebagian besar negara disertai dengan disparitas pertumbuhan antarnegara. Di AS, keyakinan pelaku ekonomi menurun seiring implementasi kebijakan tarif yang berdampak pada melemahnya konsumsi rumah tangga dan naiknya tingkat pengangguran. Kinerja ekonomi Tiongkok juga melambat akibat menurunnya ekspor terutama ke AS sebagai dampak tarif resiprokal AS serta melemahnya permintaan domestik khususnya investasi. Ekonomi Eropa dan Jepang juga dalam tren menurun sejalan dengan tertekannya kinerja ekspor. Sementara itu, ekonomi India sedikit meningkat ditopang oleh stimulus fiskal untuk mendorong konsumsi. Prospek ekonomi dunia yang belum kuat dan menurunnya tekanan inflasi mendorong sebagian bank sentral menempuh kebijakan moneter akomodatif, kecuali di Jepang. Probabilitas penurunan Fed Funds Rate (FFR) juga semakin tinggi sejalan dengan naiknya tingkat pengangguran AS. Di pasar keuangan global, yield US Treasury menurun sejalan dengan ekspektasi penurunan FFR dan mendorong pelemahan indeks mata uang dolar AS (DXY). Dengan masih tingginya ketidakpastian, aliran modal global ke komoditas emas semakin meningkat sedangkan aliran modal ke emerging market (EM) tertahan. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu makin ditingkatkan agar sesuai dengan kapasitas perekonomian. Pada triwulan III 2025, sejumlah indikator menunjukkan konsumsi rumah tangga masih belum kuat dipengaruhi oleh menurunnya ekspektasi konsumen khususnya pada kelompok menengah ke bawah serta terbatasnya ketersediaan lapangan kerja. Investasi juga perlu terus diperkuat melalui percepatan realisasi berbagai program prioritas Pemerintah, termasuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di berbagai daerah. Sementara itu, ekspor diprakirakan lebih baik ditopang oleh kenaikan ekspor produk pertanian dan manufaktur, khususnya komoditas minyak kelapa sawit (CPO) ke India seiring penurunan bea impor.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap baik dan mendukung ketahanan eksternal. Neraca perdagangan Juli 2025 mencatat kenaikan surplus menjadi sebesar 4,2 miliar dolar AS, didukung ekspor komoditas pertanian dan produk manufaktur yang diprakirakan mendorong defisit transaksi berjalan triwulan III 2025 tetap rendah. Sementara itu, transaksi modal dan finansial diprakirakan juga tetap terkendali, ditopang oleh investasi langsung dan berlanjutnya surplus investasi portofolio. Pada triwulan III 2025 (hingga 15 September 2025), investasi portofolio ke SBN tercatat net inflows sebesar 432 juta dolar AS, melanjutkan net inflows ke SBN pada triwulan II 2025 sebesar 1,6 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa pada akhir Agustus 2025 tercatat sebesar 150,7 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

Nilai tukar Rupiah tetap terkendali didukung kebijakan stabilisasi Bank Indonesia di tengah ketidakpastian global yang tinggi. Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS pada September 2025 (hingga 16 September 2025) menguat sebesar 0,30% (ptp) dibandingkan dengan level akhir Agustus 2025. Stabilitas nilai tukar Rupiah didukung oleh konsistensi kebijakan stabilisasi Bank Indonesia di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan global serta peningkatan konversi valas ke Rupiah oleh eksportir seiring penerapan penguatan kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA). Secara umum, perkembangan Rupiah relatif stabil bila dibandingkan dengan kelompok mata uang negara berkembang dan negara maju.

Tekanan inflasi secara umum tetap terkendali rendah. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Agustus 2025 tercatat rendah 2,31% (yoy) didorong inflasi inti dan administered prices (AP) yang menurun. Inflasi inti turun menjadi 2,17% (yoy), dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang masih di bawah kapasitas, konsistensi suku bunga kebijakan moneter Bank Indonesia dalam menjangkar ekspektasi inflasi sesuai dengan sasarannya, serta imported inflation yang rendah. Inflasi kelompok AP menurun menjadi 1,00% (yoy) didorong penyesuaian harga BBM nonsubsidi dan diskon tiket pesawat dalam rangka peringatan HUT RI 2025. Sementara itu, inflasi kelompok volatile food (VF) meningkat menjadi 4,47% (yoy), didorong terutama kenaikan harga komoditas beras seiring berakhirnya masa panen raya. 

Bauran kebijakan Bank Indonesia terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian. Kebijakan moneter ditempuh melalui penurunan suku bunga BI-Rate, stabilisasi nilai tukar Rupiah, dan ekspansi likuiditas moneter, BI-Rate telah turun sebesar 125 bps sejak September 2024 menjadi 5,00%, yang merupakan level terendah sejak tahun 2022. Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah terus diperkuat dengan intervensi di pasar off-shore melalui NDF dan intervensi di pasar domestik melalui pasar spot, DNDF, serta pembelian SBN di pasar sekunder. Bank Indonesia juga melakukan ekspansi likuiditas melalui penurunan posisi instrumen moneter SRBI dari Rp916,97 triliun pada awal tahun 2025 menjadi Rp716,62 triliun pada 15 September 2025. Selain itu, Bank Indonesia membeli SBN sebagai bentuk sinergi erat antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, yang hingga 16 September 2025 mencapai Rp217,10 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan Pemerintah sebesar Rp160,07 triliun. Pembelian SBN di pasar sekunder dilakukan sesuai mekanisme pasar, terukur, transparan, dan konsisten dengan program moneter dalam menjaga stabilitas perekonomian sehingga dapat terus menjaga kredibilitas kebijakan moneter. Kebijakan moneter juga didukung oleh kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dan akselerasi digitalisasi sistem pembayaran guna mendorong pertumbuhan ekonomi.  

Bank Indonesia terus memperkuat implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan. Hingga minggu pertama September 2025, total insentif KLM mencapai Rp384 triliun, yang disalurkan kepada kelompok bank BUMN dan BUSN masing-masing sebesar Rp170 triliun, BPD sebesar Rp38,5 triliun, dan KCBA sebesar Rp5,7 triliun. Secara sektoral, insentif KLM disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni Pertanian, Real Estate, Perumahan Rakyat, Konstruksi, Perdagangan dan Manufaktur, Transportasi, Pergudangan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan Hijau.

Penurunan suku bunga pasar uang dan imbal hasil SBN sejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia perlu diikuti dengan penurunan suku bunga oleh perbankan. Di pasar uang, sejalan dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps sejak September 2024 dan ekspansi likuiditas moneter Bank Indonesia, suku bunga INDONIA terus menurun sebesar 144 bps dari 6,03% pada awal 2025 menjadi 4,59% pada 16 September 2025. Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun masing-masing sebesar 210 bps, 213 bps, dan 219 bps sejak awal 2025 menjadi 5,06%; 5,07%; dan 5,08% pada 12 September 2025. Imbal hasil SBN untuk tenor 2 tahun menurun sebesar 185 bps dari 6,96% pada awal 2025 menjadi 5,11% pada 16 September 2025, sementara untuk tenor 10 tahun menurun sebesar 94 bps dari tingkat tertinggi 7,26% pada pertengahan Januari 2025 menjadi 6,32%. Namun, penurunan suku bunga perbankan masih berjalan lambat dan karenanya perlu dipercepat. Dibandingkan dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun sebesar 16 bps dari 4,81% pada awal 2025 menjadi 4,65% pada Agustus 2025, terutama dipengaruhi oleh pemberian special rate kepada deposan besar yang mencapai 25% dari total DPK bank. Penurunan suku bunga kredit perbankan bahkan berjalan lebih lambat, yaitu sebesar 7 bps dari 9,20% pada awal 2025 menjadi sebesar 9,13% pada Agustus 2025.

Kebijakan moneter longgar juga mendorong kenaikan jumlah uang beredar dan diperkirakan akan meningkat sejalan dengan ekspansi kebijakan fiskal Pemerintah untuk mendorong sektor riil. Pertumbuhan uang Primer (M0) Adjusted, --yaitu uang primer yang telah memperhitungkan dampak penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) bank di Bank Indonesia karena pemberian kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM)-- tercatat 7,34% (yoy) pada Agustus 2025, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan M0 (tanpa memperhitungkan dampak KLM) sebesar 0,34% (yoy). Dari faktor yang memengaruhi, kenaikan M0 Adjusted ini berasal dari ekspansi Aktiva Luar Negeri Bersih (Net Foreign Asset – NFA) sejalan dengan kenaikan cadangan devisa, sedangkan komponen Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat (Net Claims on Government-NCG) mengalami kontraksi sehingga menahan kenaikan M0 Adjusted. Kebijakan moneter ekspansif juga tecermin pada pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) yang meningkat dari 5,46% (yoy) pada Januari 2025 menjadi 6,53% (yoy) pada Juli 2025. Dari sisi komponen, kenaikan pertumbuhan M2 dipengaruhi oleh peningkatan pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) yakni dari 7,25% (yoy) pada Januari 2025 menjadi 8,72% (yoy) pada Juli 2025, sejalan dengan peningkatan pertumbuhan uang kartal di luar Bank Umum dan BPR dari 10,30% (yoy) pada Januari 2025 menjadi 10,98% (yoy) pada Juli 2025. Dari sisi faktor yang memengaruhi, kenaikan M2 terutama berasal dari peningkatan Aktiva Luar Negeri Bersih (Net Foreign Asset-NFA) sejalan dengan kenaikan cadangan devisa. Sementara faktor lainnya, yaitu Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat masih mengalami kontraksi dan pertumbuhan kredit masih rendah. 

Pertumbuhan kredit perbankan perlu terus didorong untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Kredit perbankan pada Agustus 2025 belum kuat, meskipun meningkat dari Juli 2025 sebesar 7,03% (yoy) menjadi 7,56% (yoy) pada Agustus 2025. Dari sisi permintaan, belum kuatnya perkembangan kredit dipengaruhi oleh sikap menunggu pelaku usaha (wait and see), suku bunga kredit yang masih tinggi, dan lebih besarnya pemanfaatan dana internal untuk pembiayaan usahanya. Perkembangan ini mengakibatkan fasilitas pinjaman yang belum dicairkan masih cukup besar, tecermin dari rasio undisbursed loan pada Agustus 2025 yang mencapai Rp2.372,11 triliun atau 22,71% dari plafon kredit yang tersedia. Rasio undisbursed loan terbesar terutama pada sektor Industri, Pertambangan, Jasa Dunia Usaha, dan Perdagangan, dengan jenis kredit modal kerja. Dari sisi penawaran, kenaikan kredit didukung oleh longgarnya likuiditas perbankan sebagaimana tecermin dari tingginya Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,25% pada Agustus 2025 sejalan dengan ekspansi likuiditas moneter dan KLM Bank Indonesia, serta minat penyaluran kredit perbankan yang membaik sebagaimana tecermin pada persyaratan pemberian kredit (lending requirement). Namun demikian, tingginya suku bunga kredit masih menjadi salah satu faktor penahan peningkatan kredit/pembiayaan lebih lanjut untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Ketahanan perbankan tetap kuat dan mendukung stabilitas sistem keuangan. Permodalan terjaga pada level tinggi, likuiditas perbankan tetap memadai, dan risiko kredit rendah. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada Juli 2025 tetap tinggi sebesar 25,88% sehingga masih mampu untuk menyerap risiko. Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan terjaga rendah sebesar 2,28% (bruto) dan 0,86% (neto) pada Juli 2025. Hasil stress test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat, ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga.

Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital pada Agustus 2025 tetap berlangsung dengan baik didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Volume transaksi pembayaran digital[1] mencapai 4,43 miliar transaksi atau tumbuh 39,79% (yoy) pada Agustus 2025 didukung oleh peningkatan seluruh komponennya. Volume transaksi aplikasi mobile dan internet masing-masing tumbuh sebesar 15,86% (yoy) dan 18,85% (yoy), termasuk transaksi QRIS yang tumbuh 145,07% (yoy). Kinerja positif tersebut didukung oleh peningkatan jumlah pengguna dan merchant. Dari sisi infrastruktur, volume transaksi ritel yang diproses melalui BI-FAST mencapai 398,65 juta transaksi atau tumbuh 27,54% (yoy) dengan nilai transaksi menyentuh Rp967,29 triliun pada Agustus 2025. Volume transaksi nilai besar yang diproses melalui BI-RTGS tercatat sebanyak 876,89 ribu transaksi dengan nilai sebesar Rp17.170,27 triliun di sepanjang Agustus 2025. Sementara dari sisi pengelolaan uang Rupiah, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh 12,14% (yoy) menjadi Rp1.180,49 triliun pada Agustus 2025.

Stabilitas sistem pembayaran tetap terjaga ditopang oleh infrastruktur yang stabil dan struktur industri yang sehat. Infrastruktur yang stabil tecermin pada penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) dan sistem pembayaran industri yang lancar dan andal serta kecukupan pasokan uang dalam jumlah dan kualitas yang memadai pada Agustus  2025. Struktur industri yang sehat tergambar pada interkoneksi antarpelaku dalam sistem pembayaran yang terus menguat dan diikuti oleh ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) yang meluas. Transaksi pembayaran berbasis Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) juga meningkat sejalan dengan perluasan tingkat adopsi. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memastikan ketersediaan, keandalan, dan keamanan infrastruktur SPBI, baik ritel maupun wholesale, serta infrastruktur sistem pembayaran industri. Bank Indonesia terus menjaga ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk daerah Terdepan, Terluar, dan Terpencil (3T).   

PROSPEK PEREKONOMIAN​​

Penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan ketidakpastian yang masih tinggi berdampak pada melambatnya prospek perekonomian dunia. Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 masih berpotensi lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sekitar 3,0%. Ke depan, volatilitas pasar keuangan global masih terus berlanjut sehingga perlu diantisipasi dengan penguatan berbagai respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri.

Dari domestik, sinergi Bank Indonesia dengan kebijakan stimulus fiskal dan sektor riil Pemerintah perlu terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian. Dari sisi fiskal, belanja Pemerintah diprakirakan akan meningkat di semester II 2025 sejalan dengan implementasi proyek prioritas Pemerintah terkait program ketahanan pangan, energi, pertahanan dan keamanan, serta Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah 2025. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penurunan suku bunga, pelonggaran likuiditas, peningkatan insentif makroprudensial, serta percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan. Dengan penguatan sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah tersebut, pertumbuhan ekonomi semester II 2025 diprakirakan membaik sehingga secara keseluruhan tahun 2025 akan berada di atas titik tengah kisaran 4,6–5,4%.

Ketahanan eksternal ekonomi Indonesia diprakirakan tetap baik. Bank Indonesia memprakirakan NPI 2025 tetap baik ditopang defisit transaksi berjalan yang rendah dalam kisaran defisit 0,5% sampai dengan 1,3% dari PDB serta surplus transaksi modal dan finansial, di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.

Nilai tukar Rupiah diprakirakan tetap stabil didukung komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan tetap baiknya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bank Indonesia terus memperkuat respons kebijakan stabilisasi, termasuk intervensi terukur di pasar off-shore NDF dan strategi triple intervention pada transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder. Seluruh instrumen moneter juga terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah.

Bank Indonesia meyakini inflasi tahun 2025 dan 2026 tetap terjaga rendah dalam sasaran 2,5±1%. Inflasi inti diprakirakan tetap rendah seiring ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas ekonomi yang masih besar, imported inflation yang terkendali, dan dampak positif dari digitalisasi. Sementara itu, inflasi VF diprakirakan terkendali didukung oleh sinergi pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat/Daerah (TPIP/TPID) dan penguatan implementasi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

Kredit perbankan masih perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia terus berkoordinasi dengan Pemerintah dan KSSK untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan. Kebijakan KLM akan terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan melalui optimalisasi insentif pada sektor yang berkontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja serta selaras dengan program-program Asta Cita Pemerintah. Bank Indonesia memandang suku bunga deposito dan kredit perbankan perlu segera turun sehingga dapat meningkatkan penyaluran kredit/pembiayaan sebagai bagian upaya bersama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sejalan dengan Program Asta Cita Pemerintah. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi global dan domestik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. Secara keseluruhan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 berada dalam kisaran 8-11%. Sejalan dengan itu, jumlah uang yang beredar diperkirakan akan meningkat seiring dengan ekspansi kebijakan fiskal Pemerintah dan pertumbuhan kredit yang akan lebih tinggi.


[1] Pembayaran digital terdiri atas transaksi melalui aplikasi mobile dan internet.

Lampiran
Kontak

Contact Center Bank Indonesia Bicara: (62 21) 131
e-mail : bicara@bi.go.id
Jam operasional Senin s.d. Jumat Pkl. 08.00 s.d 16.00 WIB

Halaman ini terakhir diperbarui 9/19/2025 5:43 PM
Apakah halaman ini bermanfaat?
Terima Kasih! Apakah Anda ingin memberikan rincian lebih detail?

Baca Juga