Perekonomian global mulai menunjukkan tanda-tanda
perbaikan setelah mengalami tekanan berat pada triwulan II 2020 sejalan dampak
pandemi COVID-19. Pada triwulan II 2020, pertumbuhan ekonomi di banyak negara maju dan
berkembang mengalami kontraksi tajam akibat pembatasan mobilitas untuk memitigasi penyebaran pandemi COVID-19. Perkembangan terkini mengindikasikan perbaikan ekonomi mulai terlihat di beberapa negara, khususnya di Tiongkok, didorong dampak
penyebaran pandemi COVID-19
yang telah berkurang dan stimulus kebijakan fiskal yang besar. Sementara
di pasar keuangan global, kekhawatiran terhadap terjadinya gelombang kedua
pandemi COVID-19, prospek pemulihan ekonomi global, dan kenaikan tensi
geopolitik Amerika Serikat (AS)-Tiongkok menyebabkan masih tingginya
ketidakpastian. Kondisi ini kemudian menahan aliran modal ke negara berkembang
dan memberikan tekanan kepada nilai tukar negara berkembang, termasuk
Indonesia. Perekonomian global pada paruh kedua 2020 diprakirakan membaik,
meskipun belum kembali ke level sebelum pandemi COVID-19 sejalan penerapan protokol kesehatan di
era kenormalan baru. Ke depan, kecepatan pemulihan ekonomi global dipengaruhi
perkembangan pandemi COVID-19,
mobilitas ekonomi merespons pandemi, besaran dan kecepatan stimulus kebijakan,
terutama stimulus fiskal, kondisi sektor keuangan dan korporasi, serta struktur
perekonomian suatu negara.
Perbaikan pertumbuhan ekonomi domestik juga mulai terindikasi pada Juli 2020 setelah mengalami kontraksi pada triwulan
II 2020. Pertumbuhan ekonomi triwulan II
2020 terkontraksi sebesar 5,32% (yoy), turun dalam dibandingkan dengan capaian triwulan I 2020
sebesar 2,97% (yoy). Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah
penyebaran pandemi COVID-19 menyebabkan terbatasnya mobilitas manusia dan
barang, yang kemudian menurunkan permintaan domestik serta aktivitas produksi
dan investasi. Pada
semester II 2020, pertumbuhan ekonomi domestik diprakirakan membaik didorong
kenaikan permintaan domestik sejalan relaksasi PSBB, peningkatan realisasi APBN
sebagai stimulus kebijakan fiskal, berlanjutnya stimulus kebijakan moneter,
kemajuan dalam restrukturisasi kredit dan dunia usaha, serta dampak positif
meluasnya penggunaan media digital. Ketahanan sektor
eksternal ekonomi Indonesia tetap baik, didukung NPI triwulan II 2020 yang
mencatat surplus 9,2 miliar dolar AS. Nilai tukar Rupiah tetap
terkendali dengan mekanisme pasar yang berjalan baik, meskipun mulai Juli 2020
melemah dipengaruhi ketidakpastian pasar keuangan global. Sementara itu, inflasi tetap
rendah dipengaruhi lemahnya permintaan domestik akibat
pandemi COVID-19, konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan
ekspektasi inflasi, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga. Kondisi likuiditas lebih dari
cukup dan transmisi penurunan suku
bunga berlanjut ditopang strategi operasi moneter. Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga,
meskipun risiko dari dampak meluasnya penyebaran pandemi COVID-19 terus dicermati. Kelancaran Sistem
Pembayaran, baik tunai maupun nontunai, juga tetap terjaga.
Bank Indonesia terus memperkuat sinergi ekspansi moneter dengan akselerasi
stimulus fiskal Pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional. Bank Indonesia melanjutkan
komitmen untuk pendanaan APBN Tahun 2020 melalui pembelian SBN dari pasar
perdana dalam rangka pelaksanaan UU No.2 Tahun 2020, baik berdasarkan mekanisme
pasar maupun secara langsung, sebagai bagian upaya mendukung percepatan
implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional, dengan tetap menjaga
stabilitas makroekonomi. Sampai
dengan 18 Agustus 2020, Bank Indonesia telah membeli SBN di pasar perdana
melalui mekanisme pasar sesuai dengan keputusan bersama Menteri Keuangan dan
Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 April 2020, sebesar
Rp42,96 triliun, termasuk dengan skema lelang utama, Greenshoe Option (GSO) dan Private
Placement. Sementara itu, pembelian SBN oleh
Bank Indonesia di pasar perdana melalui mekanisme pembelian langsung sesuai
dengan keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7
Juli 2020, berjumlah Rp82,1 triliun. Dengan komitmen Bank Indonesia dalam
pembelian SBN dari pasar perdana tersebut, Pemerintah dapat lebih memfokuskan
pada upaya akselerasi realisasi APBN untuk mendorong pemulihan perekonomian
nasional.
Dengan pertimbangan berbagai
asesmen tersebut, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19
Agustus 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate
(BI7DRR) sebesar 4,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,25%, dan
suku bunga Lending Facility sebesar 4,75%. Keputusan ini konsisten dengan
perlunya menjaga stabilitas eksternal, di
tengah inflasi yang diprakirakan tetap rendah. Bank Indonesia
menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas untuk mendorong
pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19, termasuk dukungan Bank
Indonesia kepada Pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN tahun 2020.