Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 3,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,00%. Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking
untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali
ke sasaran 3,0±1% pada paruh kedua 2023, serta memperkuat kebijakan
stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya
akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah
peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat. Bank Indonesia
juga terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas
dan momentum pemulihan ekonomi sebagai berikut:
- Memperkuat
operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang
sesuai dengan kenaikan suku bunga BI7DRR tersebut untuk menurunkan
ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasarannya;
- Memperkuat
stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai bagian untuk pengendalian
inflasi dengan intervensi di pasar valas baik melalui transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder;
- Melanjutkan penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder (operation twist)
untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah dengan meningkatkan
daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investasi portofolio asing
melalui kenaikan yield SBN tenor jangka pendek sejalan dengan kenaikan suku bunga BI7DRR dan kenaikan struktur yield SBN
jangka panjang yang lebih rendah, dengan pertimbangan tekanan inflasi
lebih bersifat jangka pendek dan akan menurun kembali ke sasarannya
dalam jangka menengah panjang;
- Melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada aspek profitabilitas bank (Lampiran);
- Mendorong
percepatan dan perluasan implementasi digitalisasi pembayaran di daerah
melalui pemanfaatan momentum pelaksanaan dan penetapan pemenang Championship Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD);
- Mendorong akselerasi pencapaian QRIS 15 juta pengguna dan peningkatan penggunaan BI-FAST dalam transaksi pembayaran.
Koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra
strategis dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan
TPID) terus diperkuat melalui efektivitas pelaksanaan Gerakan Nasional
Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah. Sinergi
kebijakan antara Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal Pemerintah dan
dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat dalam
rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta
mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor
prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi
ekonomi dan keuangan. Bank Indonesia terus memperkuat kerja sama
internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya,
fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor
prioritas bekerja sama dengan instansi terkait. Koordinasi bersama
Kementerian Keuangan dan K/L terkait terus diperkuat dalam rangka
menyukseskan 6 (enam) agenda prioritas jalur keuangan Presidensi
Indonesia pada G20 tahun 2022 dalam pertemuan 4th FMCBG Oktober 2022 dan G20 Leader Summit November 2022.
Perekonomian
global berisiko tumbuh lebih rendah disertai dengan tingginya tekanan
inflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global. Penurunan pertumbuhan
ekonomi diprakirakan akan lebih besar pada tahun 2023 terutama di
Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Tiongkok, bahkan disertai dengan risiko
resesi di sejumlah negara maju. Volume perdagangan
dunia juga tetap rendah. Di tengah perlambatan ekonomi, disrupsi pasokan
meningkat sehingga mendorong harga energi bertahan tinggi. Tekanan
inflasi global semakin tinggi seiring dengan ketegangan geopolitik,
kebijakan proteksionisme yang masih berlangsung, serta terjadinya
fenomena heatwave di beberapa negara. Inflasi di negara maju maupun emerging market
meningkat tinggi, bahkan inflasi inti berada dalam tren meningkat
sehingga mendorong bank sentral di banyak negara melanjutkan kebijakan
moneter agresif. Perkembangan terkini menunjukkan kenaikan Fed Fund Rate
yang lebih tinggi dan diprakirakan masih akan meningkat. Perkembangan
tersebut mendorong semakin kuatnya mata uang dolar AS dan semakin
tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, sehingga mengganggu
aliran investasi portofolio dan tekanan nilai tukar di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.
Perbaikan ekonomi nasional terus berlanjut dengan semakin membaiknya permintaan domestik dan tetap positifnya kinerja ekspor. Konsumsi swasta tumbuh
tinggi didukung dengan kenaikan pendapatan, tersedianya pembiayaan
kredit, dan semakin kuatnya keyakinan konsumen, seiring dengan semakin
meningkatnya mobilitas. Dorongan terhadap konsumsi rumah tangga juga
didukung oleh kebijakan Pemerintah yang menambah bantuan sosial untuk
menjaga daya beli masyarakat, utamanya kelompok bawah, dari dampak
kenaikan inflasi sebagai konsekuensi pengalihan subsidi BBM. Kenaikan
permintaan domestik juga terjadi pada investasi, khususnya investasi
nonbangunan. Berlanjutnya perbaikan ekonomi domestik tersebut tercermin
pada perkembangan beberapa indikator dini pada Agustus 2022 dan hasil
survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan
eceran, dan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur yang
terus membaik. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diprakirakan tetap
baik, khususnya CPO, batu bara, serta besi dan baja seiring dengan
permintaan beberapa mitra dagang utama yang masih kuat dan kebijakan
Pemerintah untuk mendorong ekspor CPO dan pelonggaran akses masuk
wisatawan mancanegara. Secara spasial, kinerja positif ekspor ditopang
oleh seluruh wilayah, terutama Kalimantan dan Sumatera, yang tetap
tumbuh kuat. Perbaikan ekonomi nasional juga tercermin pada kinerja
lapangan usaha utama, seperti Industri Pengolahan, Pertambangan, dan
Pertanian. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2022
diprakirakan tetap bias ke atas dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia
pada 4,5-5,3%.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan membaik sejalan dengan kinerja ekspor yang kuat. Kinerja
transaksi berjalan triwulan III 2022 diprakirakan tetap kuat ditopang
oleh peningkatan kinerja ekspor seiring dengan masih kuatnya permintaan
beberapa mitra dagang utama, dukungan kebijakan Pemerintah untuk
mendorong ekspor, dan masih tingginya harga komoditas global. Sementara
itu, tekanan dari sisi arus modal asing, terutama dalam bentuk investasi
portofolio, masih terjadi di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar
keuangan global. Pada triwulan III 2022 (hingga 20 September 2022),
investasi portofolio mencatat net outflow sebesar 0,6 miliar
dolar AS. Sementara itu, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Agustus
2022 tercatat sebesar 132,2 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan
6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri
Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar
3 bulan impor. Ke depan, kinerja NPI pada 2022 diprakirakan akan tetap
terjaga dengan transaksi berjalan yang berpotensi lebih baik dari
prakiraan semula terutama ditopang oleh harga komoditas global yang
masih berada di level tinggi, serta didukung oleh neraca transaksi modal
dan finansial terutama dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA),
sejalan dengan iklim investasi dalam negeri yang terjaga.
Stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Nilai
tukar pada 21 September 2022 terdepresiasi 1,03% (ptp) dibandingkan
dengan akhir Agustus 2022. Perkembangan nilai tukar yang tetap
terjaga tersebut ditopang oleh pasokan valas domestik dan persepsi
positif terhadap prospek perekonomian domestik, serta langkah-langkah
stabilisasi Bank Indonesia. Nilai tukar Rupiah sampai dengan 21
September 2022 terdepresiasi 4,97% (ytd) dibandingkan dengan level akhir
2021, relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang
sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India 7,05%, Malaysia 8,51%,
dan Thailand 10,07%. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat
kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan nilai
fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas
makroekonomi.
Tekanan inflasi meningkat didorong oleh masih tingginya harga energi dan pangan global, serta dampak dari penyesuaian harga BBM di dalam negeri. Inflasi
Indeks Harga Konsumen (IHK) Agustus 2022 tercatat sebesar 4,69% (yoy)
seiring dengan meningkatnya inflasi kelompok harga diatur Pemerintah (administered prices) yang sebesar 6,84% (yoy) dan inflasi inti yang menjadi 3,04% (yoy). Sementara itu, inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile food)
menurun menjadi 8,93% (yoy) sejalan dengan peningkatan pasokan dari
daerah sentra produksi. Tekanan inflasi IHK diprakirakan meningkat,
didorong oleh penyesuaian harga BBM subsidi di tengah masih tingginya
harga energi dan pangan global. Inflasi inti dan ekspektasi inflasi
diprakirakan meningkat akibat dampak lanjutan (second round effect)
dari penyesuaian harga BBM dan menguatnya tekanan inflasi dari sisi
permintaan. Berbagai perkembangan tersebut diprakirakan mendorong
inflasi tahun 2022 melebihi batas atas sasaran 3,0±1%, dan karenanya
diperlukan sinergi kebijakan yang lebih kuat antara Pemerintah Pusat dan
Daerah dengan Bank Indonesia baik dari sisi pasokan maupun sisi
permintaan untuk memastikan inflasi kembali ke sasarannya pada paruh
kedua 2023.
Kondisi likuiditas di perbankan dan perekonomian tetap terjaga. Penyesuaian
secara bertahap GWM Rupiah dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret
sampai 15 September 2022 telah menyerap likuiditas perbankan sekitar
Rp269,3 triliun. Penyerapan likuiditas tersebut tidak mengurangi
kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia
usaha maupun partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN. Pada
Agustus 2022, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK)
masih tinggi mencapai 26,52%. Likuiditas perekonomian juga tetap
longgar, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas
(M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 13,7% (yoy) dan 9,5% (yoy). Lebih
lanjut, dalam rangka pelaksanaan Kesepakatan Bersama Bank Indonesia dan
Kementerian Keuangan, Bank Indonesia hingga 20 September 2022
melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana sejalan dengan program
pemulihan ekonomi nasional serta pembiayaan penanganan kesehatan dan
kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19 sebesar
Rp102,3 triliun. Pelaksanaan operation twist telah mendorong imbal
hasil SBN tenor jangka pendek meningkat sementara imbal hasil SBN tenor
jangka panjang relatif terjaga. Sementara itu, suku bunga IndONIA pada
20 September 2022 naik 58 bps dibandingkan dengan akhir Juli 2022
menjadi sebesar 3,38%.
Intermediasi perbankan terus membaik dan mendukung pemulihan ekonomi. Pertumbuhan
kredit pada Agustus 2022 tercatat sebesar 10,62% (yoy), ditopang oleh
peningkatan di seluruh jenis kredit dan pada mayoritas sektor ekonomi.
Pemulihan intermediasi juga terjadi pada perbankan syariah, dengan
pertumbuhan pembiayaan sebesar 18,7% (yoy) pada Agustus 2022. Dari sisi
penawaran, berlanjutnya perbaikan intermediasi perbankan didukung oleh
standar penyaluran kredit yang tetap longgar, seiring membaiknya appetite perbankan
dalam penyaluran kredit terutama di sektor Pertanian, Industri,
Konstruksi, dan Perdagangan. Suku bunga perbankan masih dalam tren
menurun. Di pasar dana, suku bunga deposito 1 bulan
perbankan turun sebesar 44 bps menjadi 2,90% pada Agustus 2022 dari
Agustus 2021. Di pasar kredit, suku bunga kredit menunjukkan penurunan
48 bps pada periode yang sama menjadi 8,94%. Dari sisi permintaan,
peningkatan intermediasi ditopang oleh pemulihan kinerja korporasi dan
rumah tangga yang terus berlanjut. Kinerja korporasi tercermin dari
tingkat penjualan dan belanja modal yang tetap tumbuh tinggi, terutama
di sektor Pertanian, Pertambangan, Industri, dan Perdagangan, serta
penerimaan pajak dari korporasi yang meningkat. Kinerja rumah tangga
tercermin dari konsumsi dan investasi rumah tangga yang membaik sejalan
dengan optimisme konsumen. Di segmen UMKM, pertumbuhan kredit UMKM
tercatat sebesar 16,77% (yoy) pada Agustus 2022, terutama didukung oleh
segmen mikro.
Ketahanan sistem keuangan, khususnya perbankan, tetap terjaga baik dari sisi permodalan maupun likuiditas. Permodalan perbankan tetap kuat dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio /
CAR) Juli 2022 tetap tinggi sebesar 24,86%. Seiring dengan kuatnya
permodalan, risiko tetap terkendali yang tercermin dari rasio kredit
bermasalah (Non Performing Loan /NPL) pada Juli 2022 yang
tercatat 2,90% (bruto) dan 0,82% (neto). Likuiditas perbankan pada
Agustus 2022 tetap terjaga didukung pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
sebesar 7,77% (yoy), meskipun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada
Juli 2022 sebesar 8,59%. Perlambatan DPK dikontribusikan oleh
peningkatan konsumsi masyarakat, belanja modal korporasi, dan preferensi
penempatan dana pada aset keuangan lain yang terindikasi dari nilai
kepemilikan surat berharga negara (SBN). Hasil simulasi Bank Indonesia
juga menunjukkan bahwa ketahanan perbankan masih terjaga. Namun,
sejumlah faktor risiko, baik dari sisi kondisi makroekonomi
domestik maupun gejolak eksternal, tetap perlu diwaspadai potensi
dampaknya pada laju pemulihan intermediasi ke depan.
Bank
Indonesia terus memperkuat implementasi kebijakan sistem pembayaran dan
akselerasi digitalisasi untuk mendukung pemulihan ekonomi. Di tengah tantangan tekanan inflasi, transaksi
ekonomi dan keuangan digital tetap mengalami kenaikan ditopang oleh
meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat dalam berbelanja
daring, perluasan dan kemudahan sistem pembayaran digital, serta
akselerasi digital banking. Nilai transaksi uang elektronik (UE) pada
Agustus 2022 tumbuh 43,24% (yoy) mencapai Rp35,5 triliun dan nilai
transaksi digital banking meningkat 31,40% (yoy) menjadi Rp4.557,5
triliun sejalan dengan normalisasi mobilitas masyarakat. Sementara itu,
nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu Automatic Teller Machine
(ATM), kartu debet, dan kartu kredit mengalami peningkatan 34,72% (yoy)
menjadi Rp722,5 triliun. Bank Indonesia terus mendorong inovasi sistem
pembayaran dengan melanjutkan persiapan implementasi Kartu Kredit
Pemerintah (KKP) Domestik secara bertahap, antara lain melalui
pengembangan KKP Domestik berbasis kartu untuk meningkatkan akseptasi
dan transaksi KKP Domestik termasuk efisiensi transaksi Pemerintah. Di
sisi lain, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Agustus 2022
meningkat 6,96% (yoy) mencapai Rp902,7 triliun. Bank Indonesia terus
memastikan ketersediaan uang Rupiah dengan kualitas yang terjaga di
seluruh wilayah NKRI, termasuk peredaran Uang Rupiah Kertas Tahun Emisi
2022.