Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Desember 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,50%.
Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan
stabilitas eksternal yang terjaga, serta upaya untuk mendukung pemulihan
ekonomi. Bank Indonesia memperkuat sinergi kebijakan dan mendukung
berbagai kebijakan lanjutan untuk membangun optimisme pemulihan ekonomi
nasional, melalui pembukaan sektor-sektor ekonomi produktif dan aman
Covid-19, akselerasi stimulus fiskal, penyaluran kredit perbankan dari
sisi permintaan dan penawaran, melanjutkan stimulus moneter dan
makroprudensial, serta mengakselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan.
Di samping kebijakan tersebut, Bank Indonesia menempuh pula
langkah-langkah sebagai berikut:
- Melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.
- Memperkuat strategi operasi moneter untuk mendukung stance kebijakan moneter akomodatif.
- Memperkuat kebijakan makroprudensial
akomodatif untuk mendorong peningkatan kredit/pembiayaan kepada
sektor-sektor prioritas dalam rangka pemulihan ekonomi nasional di
tengah terjaganya ketahanan sistem keuangan.
- Mendorong penurunan suku bunga kredit
melalui pengawasan dan komunikasi publik atas transparansi suku bunga
perbankan dengan koordinasi bersama OJK.
- Memperkuat pendalaman pasar uang melalui perluasan underlying DNDF guna meningkatkan likuiditas dan penguatan JISDOR sebagai acuan dalam mekanisme penentuan nilai tukar di pasar valas.
- Memperkuat koordinasi pengawasan
perbankan secara terpadu antara Bank Indonesia, OJK dan LPS dalam rangka
mendukung stabilitas sistem keuangan.
- Mempercepat transformasi digital dan
sinergi untuk memperkuat momentum pemulihan ekonomi melalui penguatan
kebijakan sistem pembayaran dan percepatan implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025.
- Memperpanjang kebijakan Merchant Discount Rate QRIS sebesar 0 persen untuk merchant Usaha Mikro sampai dengan 31 Maret 2021.
- Memperkuat dan memperluas implementasi elektronifikasi dan
digitalisasi, baik di pusat maupun di daerah, bersinergi dengan
Pemerintah Pusat dan Daerah serta otoritas terkait melalui pembentukan
Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah.
- Mendorong inovasi dan pemanfaatan teknologi serta kolaborasi perbankan dengan fintech melalui percepatan implementasi Sandbox 2.0, antara lain meliputi regulatory sandbox, industrial test, innovation lab dan start up.
Ke depan, Bank Indonesia terus mengarahkan
seluruh instrumen kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional,
dengan tetap menjaga terkendalinya inflasi dan memelihara stabilitas
nilai tukar Rupiah, serta mendukung stabilitas sistem keuangan.
Koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat untuk menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan, serta mempercepat pemulihan ekonomi
nasional. Fokus koordinasi kebijakan diarahkan pada mengatasi
permasalahan sisi permintaan dan penawaran dalam penyaluran
kredit/pembiayaan dari perbankan kepada dunia usaha pada sektor-sektor
prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dalam rangka pemulihan
ekonomi nasional.
Kinerja perekonomian global terus menunjukkan perbaikan, dan diprakirakan akan meningkat lebih tinggi pada 2021. Perbaikan
ekonomi dunia didorong oleh peningkatan mobilitas dan dampak stimulus
kebijakan yang berlanjut di berbagai negara, terutama Amerika Serikat
(AS) dan Tiongkok. Perkembangan sejumlah indikator dini pada bulan
November 2020 mengonfirmasi perbaikan ekonomi global yang terus
berlangsung. Kenaikan Purchasing Manager’s Index (PMI)
manufaktur dan jasa berlanjut di AS dan Tiongkok, keyakinan konsumen dan
bisnis terus membaik di AS, Tiongkok, dan kawasan Eropa, serta tingkat
pengangguran menurun di banyak negara. Dengan perkembangan tersebut,
perbaikan ekonomi global diperkirakan terus berlanjut dengan tumbuh di
kisaran 5,0% pada tahun 2021, setelah terkontraksi 3,8% pada tahun 2020.
Kecepatan perbaikan ekonomi global ke depan dipengaruhi oleh
implementasi vaksinasi, peningkatan mobilitas, dan berlanjutnya stimulus
kebijakan fiskal dan moneter. Perbaikan ekonomi global tersebut
mendorong kenaikan volume perdagangan dan harga komoditas dunia sesuai
prakiraan sebelumnya. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan
global diprakirakan menurun didorong oleh ekspektasi positif terhadap
prospek perekonomian global seiring dengan ketersediaan vaksin, di
tengah kondisi likuiditas global yang besar, suku bunga rendah dan tren
pelemahan nilai tukar dolar Amerika Serikat. Perkembangan ini kembali
meningkatkan aliran modal ke negara berkembang dan mendorong penguatan
mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia.
Perbaikan pertumbuhan ekonomi domestik diprakirakan terus berlangsung secara bertahap dan akan meningkat pada tahun 2021. Perkembangan
tersebut terindikasi pada berlanjutnya kinerja positif sejumlah
indikator pada November 2020, seperti peningkatan mobilitas masyarakat
di beberapa daerah, berlanjutnya perbaikan PMI Manufaktur, dan
menguatnya keyakinan serta ekspektasi konsumen terhadap penghasilan,
ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha. Ke depan, vaksinasi dan
disiplin dalam penerapan protokol Covid-19 merupakan kondisi prasyarat
bagi proses pemulihan ekonomi nasional. Prospek perekonomian domestik
yang membaik tersebut juga didukung oleh berbagai langkah kebijakan yang
diarahkan untuk mendorong (i) pembukaan sektor-sektor produktif dan
aman secara nasional maupun di masing-masing daerah, (ii) akselerasi
stimulus fiskal, (iii) penyaluran kredit perbankan dari sisi permintaan
dan penawaran, (iv) berlanjutnya stimulus moneter dan makroprudensial,
serta (v) percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan, khususnya
terkait pengembangan UMKM. Dengan kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi
Indonesia diperkirakan akan mulai positif pada triwulan IV 2020 dan
pada kisaran -1% hingga -2% pada 2020, serta selanjutnya meningkat pada
kisaran 4,8-5,8% pada 2021. Bank Indonesia akan terus memperkuat
sinergi dengan Pemerintah dan otoritas terkait dalam menempuh
langkah-langkah kebijakan lanjutan agar berbagai kebijakan yang ditempuh
semakin efektif mendorong pemulihan ekonomi.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap baik sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal.
Defisit transaksi berjalan diprakirakan tetap rendah didorong oleh
surplus neraca barang yang berlanjut. Neraca perdagangan November 2020
mencatat surplus sebesar 2,61 miliar dolar AS, melanjutkan surplus pada
bulan sebelumnya sebesar 3,58 miliar dolar AS. Sementara itu, aliran
masuk modal asing ke pasar keuangan domestik berlanjut, tercermin dari
investasi portofolio yang mencatat net inflows sebesar 2,54 miliar dolar
AS pada periode Oktober hingga 15 Desember 2020. Posisi cadangan devisa
Indonesia akhir November 2020 tetap tinggi, yakni 133,6 miliar dolar
AS, setara pembiayaan 9,9 bulan impor atau 9,5 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar
kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit
transaksi berjalan diprakirakan akan di bawah 1,5% dari PDB pada tahun
2020 dan sekitar 1,0-2,0% dari PDB pada tahun 2021, sehingga mendukung
ketahanan sektor eksternal ekonomi Indonesia.
Nilai tukar Rupiah terjaga didukung
langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia dan berlanjutnya aliran masuk
modal asing ke pasar keuangan domestik. Nilai tukar Rupiah
pada 16 Desember menguat 0,63% secara rerata, meskipun melemah terbatas
0,04% secara point to point dibandingkan dengan level November 2020.
Perkembangan nilai tukar Rupiah yang terjaga didorong peningkatan aliran
masuk modal asing ke pasar keuangan domestik seiring dengan menurunnya
ketidakpastian pasar keuangan global dan persepsi positif investor
terhadap prospek perbaikan perekonomian domestik. Dengan perkembangan
ini, Rupiah sampai dengan 16 Desember 2020 mencatat depresiasi sekitar
1,72% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2019. Ke depan, Bank
Indonesia memandang penguatan nilai tukar Rupiah berpotensi berlanjut
seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued. Hal
ini didukung defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang
rendah dan terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi,
dan premi risiko Indonesia yang menurun, serta likuiditas global yang
besar. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi
nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme
pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas
di pasar.
Inflasi tercatat rendah sejalan permintaan yang belum kuat dan pasokan yang memadai. Inflasi
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada November 2020 tercatat 0,28% (mtm),
sehingga secara tahunan inflasi mencapai 1,59% (yoy). Inflasi inti tetap
rendah sejalan dengan pengaruh permintaan domestik yang belum kuat,
konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi
inflasi pada kisaran target, dan stabilitas nilai tukar yang terjaga.
Sementara itu, inflasi kelompok volatile food meningkat
terutama karena faktor musiman akibat kenaikan harga komoditas
hortikultura seiring dengan berlalunya musim panen serta harga komoditas
global yang meningkat. Inflasi kelompok administered prices
juga meningkat didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara di tengah
deflasi komoditas tarif listrik sejalan kebijakan penyesuaian tarif.
Bank Indonesia memprakirakan inflasi 2020 lebih rendah dari batas bawah
target inflasi dan kembali ke sasarannya 3,0% ± 1% pada 2021. Bank
Indonesia konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui
Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID), guna mengendalikan inflasi
sesuai kisaran targetnya.
Sejalan dengan kebijakan moneter dan
makroprudensial akomodatif yang ditempuh Bank Indonesia, kondisi
likuiditas tetap longgar, sehingga mendorong suku bunga terus menurun
dan mendukung pembiayaan perekonomian. Hingga 15 Desember 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing)
di perbankan sekitar Rp694,87 triliun, terutama bersumber dari
penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi
moneter sekitar Rp524,07 triliun. Longgarnya kondisi likuiditas
mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga
(AL/DPK) yakni 31,52% pada November 2020 dan rendahnya rata-rata suku
bunga PUAB overnight, sekitar 3,20% pada November 2020.
Longgarnya likuiditas serta penurunan BI7DRR berkontribusi menurunkan
suku bunga deposito dan kredit modal kerja dari 4,93% dan 9,38% pada
Oktober 2020 menjadi 4,74% dan 9,32% pada November 2020. Penurunan suku
bunga kredit diperkirakan akan berlanjut dengan longgarnya likuiditas
dan rendahnya suku bunga kebijakan Bank Indonesia. Imbal hasil SBN 10
tahun turun dari 6,16% pada akhir November 2020 menjadi 6,07% pada 16
Desember 2020. Dari besaran moneter, pertumbuhan besaran moneter M1 dan
M2 pada November 2020 tetap tinggi, yaitu sebesar 15,8% (yoy) dan 12,2%
(yoy). Ke depan, ekspansi moneter Bank Indonesia dan percepatan
realisasi anggaran serta program restrukturisasi kredit perbankan
diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan bagi
pemulihan ekonomi nasional.
Sinergi ekspansi moneter Bank Indonesia
dengan akselerasi stimulus fiskal Pemerintah dalam mendorong pemulihan
ekonomi nasional terus diperkuat. Bank Indonesia melanjutkan
komitmen untuk pendanaan APBN Tahun 2020 melalui pembelian SBN dari
pasar perdana dalam rangka pelaksanaan UU No.2 Tahun 2020, baik
berdasarkan mekanisme pasar maupun secara langsung, sebagai bagian upaya
mendukung percepatan implementasi program PEN, dengan tetap menjaga
stabilitas makroekonomi. Sampai dengan 15 Desember 2020, Bank Indonesia
telah membeli SBN di pasar perdana melalui mekanisme pasar sesuai dengan
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal
16 April 2020, sebesar Rp75,86 triliun, termasuk dengan skema lelang
utama, Greenshoe Option (GSO) dan Private Placement. Sementara
itu, realisasi pendanaan dan pembagian beban untuk pendanaan Public
Goods dalam APBN tahun 2020 oleh Bank Indonesia melalui mekanisme
pembelian SBN secara langsung sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7 Juli 2020, berjumlah
Rp397,56 triliun. Dengan demikian secara keseluruhan Bank Indonesia
telah melakukan pembelian SBN untuk pendanaan dan pembagian beban dalam
APBN 2020 guna program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp473,42
triliun. Selain itu, Bank Indonesia juga telah merealisasikan pembagian
beban dengan Pemerintah atas penerbitan SBN untuk pendanaan Non Public Goods-UMKM sebesar Rp114,81 triliun dan Non Public Goods-Korporasi
sebesar Rp62,22 triliun sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7 Juli 2020. Dengan sinergi
ini, Pemerintah dapat lebih memfokuskan pada upaya akselerasi realisasi
APBN tahun 2020 untuk mendorong pemulihan perekonomian nasional.
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga,
meskipun risiko dari berlanjutnya dampak covid-19 terhadap stabilitas
sistem keuangan terus dicermati. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Oktober 2020 tetap tinggi yakni 23,70%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL)
tetap rendah yakni 3,15% (bruto) dan 1,03% (neto). Namun demikian,
fungsi intermediasi dari sektor keuangan masih lemah tercermin dari
pertumbuhan kredit pada November 2020 yang masih terkontraksi 1,39%
(yoy), sedangkan DPK tumbuh 11,55% (yoy). Bank Indonesia memandang bahwa
rendahnya pertumbuhan kredit lebih disebabkan oleh sisi permintaan dari
dunia usaha, di samping karena persepsi risiko dari sisi penawaran
perbankan. Pertumbuhan kredit berpotensi akan meningkat pada
sektor-sektor seperti Industri Makanan dan Minuman, Industri Logam
Dasar, Industri Kulit dan Alas Kaki, di samping sejumlah sektor-sektor
prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan ekspor. Kinerja
korporasi pada sektor-sektor tersebut serta pada UMKM menunjukan
perbaikan, tercermin pada peningkatan indikator penjualan dan kemampuan
bayar di dunia usaha. Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan
makroprudensial akomodatif, serta memperkuat sinergi dan koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah, KSSK, perbankan dan dunia usaha untuk
mengatasi permasalahan sisi permintaan dan penawaran dalam penyaluran
kredit/pembiayaan dari perbankan kepada dunia usaha pada sektor-sektor
prioritas.
Transaksi Sistem Pembayaran baik tunai maupun
nontunai menunjukkan peningkatan sejalan dengan perbaikan ekonomi,
disertai dengan percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan.
Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada November 2020 mencapai Rp804,9
triliun, tumbuh 12,3% (yoy), seiring dengan membaiknya aktivitas
ekonomi. Transaksi pembayaran menggunakan ATM, Kartu Debit, dan Kartu
Kredit menunjukkan perbaikan dengan lebih rendahnya kontraksi
pertumbuhan (yoy) pada November 2020 sebesar 1,93% dibandingkan dengan
Oktober 2020 sebesar 3,97%. Transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap
tumbuh positif sejalan dengan penggunaan platform dan instrumen digital
di masa pandemi, serta kuatnya preferensi dan akseptasi masyarakat akan
transaksi digital. Hal itu terlihat dari nilai transaksi Uang
Elektronik pada November 2020 yang terus tumbuh positif, sebesar 20,27%
(yoy). Demikian pula dengan volume dan nilai transaksi digital banking
yang tumbuh positif pada Oktober 2020 sebesar 29,98% (yoy) dan 2,11%
(yoy). Bank Indonesia memprakirakan tren digitalisasi akan terus
berlanjut didukung dengan integrasi ekosistem fintech.
Selanjutnya, kebijakan Sistem Pembayaran diarahkan kepada penguatan
momentum pemulihan ekonomi nasional, sinergi dengan pemerintah dan
otoritas lainnya, serta perluasan akseptasi digital di seluruh wilayah
Indonesia.