Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. Keputusan
ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem
keuangan, di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Bank Indonesia juga terus
mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan ekonomi
lebih lanjut, melalui berbagai langkah berikut:
- Melanjutkan
kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang
sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar;
- Melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas
stance kebijakan moneter akomodatif;
- Melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan (a) rasio
Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%, (b)
Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94% dengan
parameter disinsentif batas bawah sebesar 80% (1 September-31 Desember
2021) dan 84% (sejak 1 Januari 2022), serta (c) rasio Penyangga
Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo
sebesar 6%, dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo
sebesar 4,5%;
- Melanjutkan pelonggaran ketentuan Uang Muka
Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk
semua jenis kendaraaan bermotor baru, untuk mendorong pertumbuhan kredit
di sektor otomotif dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan
manajemen risiko, berlaku efektif 1 Januari 2022 sampai dengan 31
Desember 2022;
- Melanjutkan pelonggaran rasio
Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV)
Kredit/Pembiayaan Properti menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis
properti (rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan), bagi bank yang
memenuhi kriteria NPL/NPF tertentu, dan menghapus ketentuan pencairan
bertahap properti inden untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor
properti dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen
risiko, berlaku efektif 1 Januari 2022 sampai dengan 31 Desember 2022;
- Memperkuat
kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman
asesmen transmisi SBDK dan suku bunga kredit baru per sektor/subsektor
ekonomi (Lampiran);
- Menetapkan implementasi BI-FAST tahap
pertama mulai minggu ke-2 Desember 2021, dengan kebijakan
penyelenggaraan yang mencakup kepesertaan, penyediaan infrastruktur,
batas maksimal nominal transaksi, serta skema harga yang akan diumumkan
pada tanggal 22 Oktober 2021;
- Memperpanjang masa berlaku kebijakan Kartu Kredit untuk:
- Batas minimum pembayaran kartu kredit sebesar 5% dari total tagihan sampai dengan 30 Juni 2022;
- Penurunan nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit sebesar 1% dari
outstanding atau maksimal Rp100.000 sampai dengan 30 Juni 2022;
- Mengakselerasi implementasi penggunaan
Local Currency Settlement (LCS) dalam memfasilitasi
perdagangan dan investasi dengan negara mitra, dengan memperkuat sinergi
bersama Pemerintah, KSSK, perbankan, dan dunia usaha;
Memperluas
dukungan kepada Pemerintah dalam memfasilitasi promosi investasi dan
perdagangan dengan negara-negara mitra utama. Pada Oktober dan November
2021 akan diselenggarakan promosi investasi dan perdagangan di Jepang,
Uni Emirat Arab, Tiongkok, Australia, Amerika Serikat, Inggris, Rusia,
Bulgaria, dan Singapura.
Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan
Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka
menjaga stabilitas sistem keuangan dan meningkatkan kredit/pembiayaan
kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Pemulihan ekonomi global berlanjut namun lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Pertumbuhan
ekonomi di Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan Jepang lebih rendah dari
prakiraan sejalan dampak kenaikan kasus varian delta Covid-19, serta
gangguan rantai pasokan dan energi global. Di sisi lain, pemulihan
ekonomi Eropa lebih tinggi sehingga menahan perlambatan ekonomi global.
Kinerja sejumlah indikator dini seperti
Purchasing Managers' Index (PMI), penjualan eceran,
dan keyakinan konsumen secara umum melambat pada September 2021. Dengan
perkembangan tersebut, Bank Indonesia merevisi pertumbuhan ekonomi
global 2021 menjadi 5,7% dari prakiraan sebelumnya sebesar 5,8%.
Kenaikan volume perdagangan dunia dan harga komoditas terus berlanjut,
sehingga menopang prospek ekspor negara berkembang. Pemulihan ekonomi
dunia diperkirakan akan tetap berlanjut pada tahun 2022 meskipun dampak
dari gangguan rantai pasokan dan keterbatasan energi perlu tetap
diwaspadai. Ketidakpastian pasar keuangan global sedikit menurun di
tengah kekhawatiran pengetatan kebijakan moneter global yang lebih cepat
sejalan kenaikan inflasi yang terus berlangsung. Kondisi tersebut
berpengaruh terhadap tetap berlanjutnya aliran portofolio global ke
negara berkembang, khususnya di negara-negara yang mempunyai imbal hasil
aset keuangan yang menarik dan kondisi ekonomi yang membaik.
Perbaikan ekonomi domestik tetap berlanjut. Pada
triwulan III 2021, kinerja perekonomian diprakirakan terus membaik,
didukung kinerja ekspor yang tetap tinggi serta aktivitas konsumsi dan
investasi yang kembali meningkat sejalan pelonggaran pembatasan
mobilitas. Dari sisi Lapangan Usaha (LU), kinerja LU Industri
Pengolahan, Pertambangan, Perdagangan, serta Informasi dan Komunikasi
tumbuh tinggi. Secara spasial, pemulihan ekonomi terutama pada wilayah
Sulampua, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan ditopang kinerja ekspor.
Perbaikan ekonomi berlanjut tercermin pada perkembangan indikator dini
hingga Oktober 2021, seperti penjualan eceran, ekspektasi konsumen, PMI
Manufaktur, transaksi pembayaran melalui SKNBI dan RTGS, serta ekspor.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan terus membaik hingga triwulan
IV sehingga keseluruhan 2021 tetap berada dalam kisaran proyeksi Bank
Indonesia pada 3,5%-4,3%. Pertumbuhan ekonomi pada 2022 diprakirakan
membaik didorong oleh mobilitas yang terus meningkat sejalan akselerasi
vaksinasi, kinerja ekspor yang tetap kuat, pembukaan sektor-sektor
prioritas yang semakin luas, dan stimulus kebijakan yang berlanjut.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap baik. Transaksi
berjalan triwulan III 2021 diprakirakan kembali mencatat surplus,
didorong oleh surplus neraca perdagangan yang meningkat menjadi 13,2
miliar dolar AS, tertinggi sejak triwulan IV 2009. Kinerja tersebut
didukung peningkatan ekspor komoditas utama seperti CPO, batu bara,
kimia organik, dan bijih logam, di tengah kenaikan impor terutama bahan
baku seiring perbaikan ekonomi domestik. Sementara itu, surplus neraca
modal diprakirakan meningkat sejalan dengan masuknya aliran modal asing,
baik penanaman modal asing maupun investasi portofolio. Pada triwulan
III 2021, aliran investasi portofolio mencatat
net inflows sebesar 1,3 miliar dolar AS. Aliran investasi
portofolio tersebut terus berlanjut dari tanggal 1 Oktober 2021 hingga
15 Oktober 2021 dengan mencatat
inflows sebesar 0,2 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa
pada akhir September 2021 meningkat menjadi sebesar 146,9 miliar dolar
AS, setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta melampaui standar
kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit
transaksi berjalan diprakirakan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya
menjadi di kisaran 0,0%-0,8% dari PDB pada 2021, dan akan tetap rendah
pada 2022, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal Indonesia.
Nilai tukar Rupiah menguat sejalan ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit menurun. Nilai tukar Rupiah pada 18 Oktober 2021 menguat 1,44% secara
point to point dan 0,33% secara
rerata dibandingkan dengan level September 2021. Penguatan
nilai tukar Rupiah didorong oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing
sejalan dengan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik,
menariknya imbal hasil aset keuangan domestik, terjaganya pasokan valas
domestik, dan langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia. Dengan
penguatan tersebut, dibandingkan dengan level akhir 2020, Rupiah sampai
dengan 18 Oktober 2021 mencatat depresiasi yang lebih rendah menjadi
sebesar 0,43% (ytd), dan relatif lebih baik dibandingkan depresiasi mata
uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India, Malaysia, dan
Filipina. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai
tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme
pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas
di pasar.
Inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian.
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2021 tercatat deflasi 0,04%
(mtm) sehingga inflasi IHK sampai September 2021 mencapai 0,80% (ytd).
Secara tahunan, inflasi IHK tercatat 1,60% (yoy), sedikit meningkat
dari inflasi Agustus 2021 sebesar 1,59% (yoy). Inflasi inti tetap
rendah sejalan dengan belum kuatnya permintaan domestik, terjaganya
stabilitas nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia
mengarahkan ekspektasi inflasi pada kisaran target. Inflasi kelompok
volatile food melambat disebabkan pasokan barang yang memadai. Inflasi
administered prices sedikit meningkat sejalan masih
berlanjutnya dampak kenaikan cukai tembakau. Dengan perkembangan
tersebut, inflasi diprakirakan berada di bawah titik tengah kisaran
sasarannya 3,0±1% pada 2021 dan terjaga dalam kisaran sasaran 3,0±1%
pada 2022. Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas harga dan
memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat
maupun daerah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID) guna
menjaga inflasi IHK dalam kisaran targetnya.
Kondisi likuiditas sangat
longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan dampak sinergi
Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi
nasional. Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing)
di perbankan sebesar Rp129,92 triliun pada tahun 2021 (hingga 15
Oktober 2021). Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana
untuk pendanaan APBN 2021 sebesar Rp142,54 triliun (hingga 15 Oktober
2021) yang terdiri dari Rp67,08 triliun melalui mekanisme lelang utama
dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme
Greenshoe Option (GSO). Dengan ekspansi moneter tersebut,
kondisi likuiditas perbankan pada September 2021 sangat longgar,
tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK)
yang tinggi, yakni 33,53%. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat
7,69% (yoy), melambat dibandingkan bulan sebelumnya sejalan dengan
pemulihan aktivitas usaha dan konsumsi masyarakat. Likuiditas
perekonomian meningkat, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit
(M1) dan luas (M2) yang tumbuh meningkat masing-masing sebesar 11,2%
(yoy) dan 8,0% (yoy). Pertumbuhan uang beredar tersebut terutama
didukung oleh kredit perbankan yang mengindikasikan semakin meningkatnya
pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional.
Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang sangat longgar mendorong suku bunga kredit perbankan terus menurun walaupun masih terbatas. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan
suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, masing-masing
sebesar 50 bps dan 171 bps sejak September 2020 menjadi 2,80% dan 3,28%
pada September 2021. Di pasar kredit, penurunan SBDK perbankan terus
berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru. Aktivitas ekonomi
dan mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi
risiko perbankan, sehingga berdampak posistif bagi penurunan suku bunga
kredit baru. Bank Indonesia tetap mengharapkan perbankan untuk terus
melanjutkan penurunan suku bunga kredit sebagai bagian dari upaya
bersama untuk mendorong kredit kepada dunia usaha.
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga dan fungsi intermediasi perbankan mengalami perbaikan secara bertahap. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) perbankan Agustus 2021 tetap tinggi sebesar 24,38%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan /
NPL) tetap terjaga, yakni 3,35% (bruto) dan 1,08% (neto). Intermediasi
perbankan melanjutkan pertumbuhan positif yaitu sebesar 2,21% (yoy) pada
September 2021. Permintaan kredit membaik, terutama dari dunia usaha
dan konsumsi sejalan dengan meningkatnya aktivitas masyarakat. Dari sisi
penawaran, standar penyaluran kredit oleh perbankan melonggar seiring
dengan menurunnya persepsi risiko, di samping sangat longgarnya
likuiditas dan penurunan suku bunga kredit baru. Seluruh kelompok
penggunaan kredit telah tumbuh positif, terutama Kredit Konsumsi dan
Kredit Modal Kerja. Kenaikan kredit yang lebih tinggi tercatat pada
Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yaitu sebesar 8,67% pada September 2021.
Demikian pula, pertumbuhan kredit UMKM meningkat menjadi sebesar 2,97%
(yoy), menunjukkan perbaikan lebih lanjut dunia usaha pada sektor UMKM.
Bank Indonesia akan terus melanjutkan kebijakan makroprudensial yang
akomodatif untuk mendorong peningkatan kredit perbankan. Dengan
perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit pada 2021 diprakirakan pada
kisaran 4%-6% dan pertumbuhan DPK pada kisaran 7%-9%.
Bank Indonesia terus mempercepat digitalisasi sistem pembayaran untuk mendukung akselerasi ekonomi keuangan digital nasional. Berbagai
program digitalisasi sistem pembayaran, seperti perluasan QRIS, Standar
Nasional Open API Pembayaran (SNAP) dan reformasi regulasi, serta
rencana implementasi BI-FAST, terus diakselerasi. Transaksi
ekonomi dan keuangan digital tumbuh terus seiring meningkatnya
akseptasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, perluasan
dan kemudahan sistem pembayaran digital, serta akselerasi
digital banking. Nilai transaksi Uang Elektronik (UE) sampai
dengan triwulan III 2021 meningkat 45,05% (yoy) menjadi Rp209,81
triliun, dan diproyeksikan meningkat 38,75% (yoy) hingga mencapai Rp284
triliun untuk keseluruhan tahun 2021. Demikian pula, nilai transaksi
digital banking sampai dengan triwulan III 2021 meningkat
46,72% (yoy) menjadi Rp28.685,48 triliun, dan diproyeksikan tumbuh
43,04% (yoy) mencapai Rp39.130 triliun untuk keseluruhan tahun 2021.
Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah
dengan pelaksanaan uji coba digitalisasi bantuan sosial (bansos) serta
optimalisasi dan percepatan penyaluran bansos. Di sisi tunai, Uang
Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada September 2021 tumbuh 10,44% (yoy)
mencapai Rp841,73 triliun. Bank Indonesia terus memastikan ketersediaan
uang di seluruh wilayah Indonesia, dengan penguatan strategi distribusi
uang dan pembukaan kembali layanan kas seiring dengan pelonggaran
kebijakan pembatasan mobilitas di masing-masing daerah.