No. 26/54/DKom
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Maret 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility
sebesar 6,75%. Keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024. Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk tetap memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.
Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, melalui upaya sebagai berikut:
- Stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder;
- Penguatan strategi operasi moneter yang pro-market untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI);
- Perluasan pendalaman pasar uang dan pasar valas melalui peningkatan volume dan jumlah pelaku transaksi
repurchase agreement (repo);
- Penguatan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman suku bunga kredit berdasarkan sektor ekonomi (Lampiran);
- Penguatan aspek pelindungan konsumen dalam inovasi produk melalui kampanye literasi digital, termasuk melalui QRIS Jelajah Indonesia dan perluasan QRIS antarnegara.
Untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi, koordinasi kebijakan Bank Indonesia dan kebijakan Pemerintah terus ditingkatkan. Bank Indonesia memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis, termasuk program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), serta Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD). Bank Indonesia memperkuat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha, khususnya pada sektor-sektor prioritas. Bank Indonesia juga terus memperkuat dan memperluas kerja sama internasional, termasuk mempercepat konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal.
Momentum pemulihan ekonomi global berlanjut, di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi global pada 2024 diprakirakan mencapai 3,0%. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) tetap kuat ditopang oleh permintaan domestik. India juga tumbuh lebih baik dari prakiraan didukung oleh investasi pemerintah dan swasta. Sementara itu, prospek ekonomi Tiongkok tetap belum kuat, meskipun sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya didorong peningkatan stimulus fiskal. Harga komoditas meningkat didorong oleh naiknya biaya angkut karena ketegangan geopolitik dan ketatnya pasokan akibat faktor cuaca. Berbagai perkembangan tersebut mengakibatkan laju penurunan inflasi global tertahan, dengan inflasi di negara maju masih di atas targetnya. Suku bunga Fed Funds Rate (FFR) diprakirakan baru menurun pada semester II 2024. Ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi tecermin pada
yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar. Perkembangan ini mendorong berlanjutnya penguatan dolar AS secara global, lebih terbatasnya aliran masuk modal asing, dan meningkatnya tekanan pelemahan nilai tukar di negara
emerging market. Kondisi tersebut memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global tersebut, termasuk di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat. Perkembangan ini didorong oleh permintaan domestik yang baik di konsumsi rumah tangga dan investasi. Investasi bangunan lebih tinggi dari prakiraan, ditopang oleh berlanjutnya Proyek Strategis Nasional (PSN) di sejumlah daerah dan berkembangnya properti swasta sebagai dampak positif dari insentif pemerintah. Konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan tetap terjaga, meskipun perlu terus didorong untuk mendukung berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional. Tetap baiknya permintaan domestik tecermin pada sejumlah indikator, seperti Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Penjualan Riil, dan PMI Manufaktur yang berada di zona optimis. Sementara itu, ekspor barang diprakirakan belum kuat seiring penurunan permintaan dari negara mitra dagang utama, khususnya untuk komoditas CPO, besi baja, dan batu bara, sedangkan ekspor jasa khususnya pariwisata tumbuh kuat. Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7-5,5%. Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi stimulus fiskal Pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan domestik.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap baik sehingga mendukung ketahanan eksternal. Prospek neraca transaksi berjalan triwulan I 2024 sedikit menurun, dipengaruhi oleh menipisnya surplus neraca perdagangan barang. Pada Februari 2024, neraca perdagangan mencatatkan surplus sebesar 0,9 miliar dolar AS, menurun dibandingkan dengan surplus pada bulan sebelumnya sebesar 2,0 miliar dolar AS. Sementara itu, aliran masuk modal asing, khususnya investasi portofolio, terus berlanjut sehingga secara kumulatif sejak awal tahun hingga 18 Maret 2024 masih mencatat
net inflows sebesar 1,4 miliar dolar AS, meskipun sempat terjadi
outflows pada bulan Maret 2024 dipicu masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Februari 2024 tetap tinggi sebesar 144,0 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Secara keseluruhan, NPI 2024 diprakirakan tetap baik dan mencatatkan surplus dengan transaksi berjalan dalam kisaran defisit rendah sebesar 0,1% sampai dengan 0,9% dari PDB. Sementara itu, neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan melanjutkan surplus didukung oleh aliran masuk modal asing yang dipengaruhi persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.
Nilai tukar Rupiah tetap terkendali didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia. Nilai tukar Rupiah pada Maret 2024 (hingga 19 Maret 2024) relatif stabil dipengaruhi oleh kebijakan stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia, di tengah dinamika penyesuaian aliran modal asing di pasar keuangan domestik sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Dengan perkembangan ini, nilai tukar Rupiah melemah sebesar 2,02% dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, lebih baik dibandingkan dengan Ringgit Malaysia, Won Korea, dan Baht Thailand yang masing-masing melemah sebesar 3,02%, 3,87%, dan 5,39%. Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil dengan kecenderungan menguat, didorong oleh kembali masuknya aliran modal asing sejalan dengan tetap terjaganya persepsi positif terhadap prospek ekonomi Indonesia. Selain itu, kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI juga mendukung prospek penguatan nilai tukar Rupiah tersebut. Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.
Inflasi tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,5±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Februari 2024 tercatat sebesar 2,75% (yoy), ditopang oleh inflasi inti yang rendah sebesar 1,68% (yoy) dan inflasi
administered prices (AP) yang menurun menjadi 1,67% (yoy). Sementara itu, inflasi
volatile food (VF) meningkat menjadi 8,47% (yoy) dari 7,22% pada bulan sebelumnya, dipengaruhi oleh dampak El-Nino, faktor musiman, dan pergeseran musim tanam, yang terutama terjadi pada komoditas beras dan cabai merah. Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi IHK 2024 tetap terkendali dalam sasarannya. Inflasi inti diprakirakan terjaga seiring dengan ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas perekonomian yang masih besar dan dapat merespons permintaan domestik,
imported inflation yang rendah sejalan dengan tetap stabilnya nilai tukar Rupiah, serta dampak positif faktor struktural terkait berkembangnya digitalisasi. Inflasi VF diprakirakan kembali menurun seiring dengan peningkatan produksi akibat masuknya musim panen dan dukungan sinergi pengendalian inflasi TPIP dan TPID melalui GNPIP di berbagai daerah, sehingga mendukung upaya menjaga stabilitas harga secara keseluruhan. Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan moneter
pro-stability dan meningkatkan sinergi kebijakan dengan Pemerintah Pusat dan Daerah sehingga inflasi tahun 2024 tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1%.
Respons dan inovasi instrumen kebijakan moneter terus diperkuat untuk meningkatkan efektivitasnya dalam memastikan inflasi tetap terkendali dan nilai tukar Rupiah tetap stabil. Untuk meningkatkan upaya pendalaman pasar uang dan mendukung aliran masuk ke dalam negeri, instrumen moneter
pro-market SRBI, SVBI, dan SUVBI, yang diterbitkan sejak 2023 terus dioptimalkan. Hingga 19 Maret 2024, posisi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI masing-masing tercatat sebesar Rp409,38 triliun, 2,31 miliar dolar AS, dan 387 juta dolar AS. Penerbitan SRBI, SVBI, dan SUVBI ini mampu memperkuat pendalaman pasar uang dan mendukung aliran masuk modal asing ke dalam negeri. Perkembangan ini tecermin dari kepemilikan nonresiden pada instrumen SRBI yang mencapai Rp85,02 triliun (20,77% dari total
outstanding). Ke depan, berbagai inovasi instrumen yang telah diterbitkan diharapkan dapat terus memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dari dampak rambatan global.
Transmisi kebijakan moneter berjalan dengan baik. Suku bunga pasar uang (IndONIA) bergerak dalam kisaran BI-Rate sebesar 5,93% pada 18 Maret 2024. Suku bunga SRBI tercatat menarik pada level 6,68%, 6,69%, dan 6,87% masing-masing untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan pada 15 Maret 2024 sehingga mendukung efektivitas SRBI sebagai instrumen moneter yang pro-market. Sementara itu, suku bunga perbankan tetap rendah dipengaruhi oleh likuiditas perbankan yang memadai serta kebijakan transparansi SBDK yang meningkatkan efisiensi suku bunga perbankan. Suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada Februari 2024 tercatat masing-masing sebesar 4,52% dan 9,28%, membaik dibandingkan dengan perkembangan bulan sebelumnya. Imbal hasil SBN tenor 2 dan 10 tahun relatif stabil di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Kredit perbankan terus meningkat sehingga mendukung upaya memperkuat pertumbuhan ekonomi. Pada Februari 2024, kredit tumbuh tinggi sebesar 11,28% (yoy), terutama pada sektor Pertanian, Pertambangan, Konstruksi, Perdagangan, Jasa Sosial, dan Jasa Dunia Usaha. Dari sisi penawaran, tingginya pertumbuhan kredit ditopang terjaganya
appetite perbankan yang didukung dengan permodalan dan ketersediaan likuiditas. Ketersediaan likuiditas perbankan tecermin pada tingginya rasio AL/DPK sebesar 27,41% yang didukung oleh KLM Bank Indonesia. Untuk mencapai target pertumbuhan kredit 2024 di tengah pertumbuhan DPK Februari 2024 sebesar 5,66% (yoy), perbankan melanjutkan strategi realokasi aset dan optimalisasi
pricing pendanaan. Perbankan juga mengoptimalisasi sumber pendanaan lain, seperti pinjaman, penerbitan surat utang jangka panjang, dan
right issue saham. Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit didukung oleh kinerja rumah tangga dan korporasi yang diprakirakan terus meningkat pasca Pemilu. Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi masing-masing sebesar 11,82% (yoy); 12,04% (yoy); dan 9,70% (yoy). Pembiayaan syariah melanjutkan pertumbuhan tinggi sebesar 15,89% (yoy) pada Februari 2024, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 8,85% (yoy). Ke depan, pertumbuhan kredit 2024 diprakirakan meningkat dan berada pada kisaran 10-12%. Bank Indonesia akan terus memperkuat efektivitas implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif, dan meningkatkan sinergi dengan Pemerintah, otoritas keuangan, Kementerian/Lembaga, perbankan, serta pelaku dunia usaha. Untuk memperkuat penyaluran kredit, Bank Indonesia dalam waktu dekat akan memperkuat implementasi KLM dengan mengoptimalkan insentif likuiditas yang tersedia serta memperluas cakupan sektor prioritas yang berkontribusi besar pada pembiayaan pertumbuhan ekonomi nasional.
Ketahanan perbankan tetap kuat. Likuiditas perbankan memadai, tecermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) pada Februari 2024 yang terjaga tinggi. Pengelolaan likuiditas perbankan juga semakin baik, sejalan tingginya penempatan perbankan pada surat berharga yang tergolong likuid dan strategi penempatan pada instrumen operasi moneter yang
pro-market, antara lain melalui perdagangan SRBI di pasar sekunder yang memberikan fleksibilitas bank dalam mengelola likuiditas. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat pada level yang tinggi sebesar 27,52% pada Januari 2024, ditopang rasio kredit bermasalah perbankan (Non-Performing Loan/NPL) yang tercatat rendah sebesar 2,35% (bruto) dan 0,79% (neto). Ketahanan perbankan yang kuat tersebut didukung oleh kemampuan bayar korporasi dan rumah tangga yang tetap baik, terlihat dari kinerja usaha korporasi dan ekspektasi penghasilan rumah tangga yang terus membaik. Hasil
stress-test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat dalam menghadapi berbagai risiko ketidakpastian ke depan. Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko tersebut yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Kinerja transaksi sistem pembayaran tetap kuat. Transaksi BI-RTGS pada Februari 2024 meningkat 8,96% (yoy) sehingga mencapai Rp12.916,42 triliun. Transaksi BI-FAST tumbuh 36,45% (yoy) mencapai Rp478,42 triliun. Nominal transaksi
digital banking tercatat Rp5.103,03 triliun atau tumbuh 19,72% (yoy), sementara nominal transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 44,24% (yoy) sehingga mencapai Rp80,03 triliun. Nominal transaksi QRIS tumbuh 161,51% (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 46,98 juta dan jumlah
merchant mencapai 31,27 juta. Nominal transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit mencapai Rp566,65 triliun atau turun 8,81% (yoy). Dari sisi pengelolaan uang Rupiah, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) meningkat 11,89% (yoy) sehingga menjadi Rp1.013,05 triliun. Bank Indonesia dengan sinergi erat pemerintah dan industri akan terus memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran dan penguatan aspek pelindungan konsumen dalam inovasi produk melalui kampanye literasi digital, termasuk melalui QRIS Jelajah Indonesia dan perluasan QRIS antarnegara.
Stabilitas infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran tetap terjaga baik. Dari sisi infrastruktur, kelancaran dan keandalan sistem pembayaran Bank Indonesia (SPBI) terjaga dengan baik, aman, dan andal didukung kondisi likuiditas dan operasional yang memadai. Dari sisi struktur industri, interkoneksi sistem pembayaran dan perluasan ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) terus meningkat. Transaksi pembayaran berbasis SNAP yang memfasilitasi interkoneksi di antara pelaku industri di sistem pembayaran meningkat, didorong perluasan kerja sama baik dengan pengguna eksisting maupun baru. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memastikan ketersediaan, keandalan, dan keamanan SPBI serta sistem pembayaran industri, termasuk memantau keandalan sistem peserta dalam memberikan pelayanan transaksi sistem pembayaran selama periode libur Ramadan dan Idulfitri 1445 H. Bank Indonesia terus memastikan ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang layak edar di seluruh wilayah NKRI, termasuk pada periode Ramadan dan Idulfitri 1445 H melalui program Semarak Rupiah Ramadan dan Berkah Idulfitri (SERAMBI) 2024.
Jakarta, 20 Maret 2024
Kepala Departemen Komunikasi
Erwin Haryono
Asisten Gubernur