
Perbaikan ekonomi daerah pada triwulan I 2024 didorong Sumatera, Jawa, dan Sulampua, sedangkan ekonomi Kalimantan dan Balinusra melambat. Perekonomian Sumatera dan Jawa meningkat, ditopang konsumsi swasta, terutama konsumsi rumah tangga. Sementara itu, perbaikan ekonomi Sulampua lebih didorong oleh peningkatan kontribusi net ekspor dan investasi. Berbeda dengan Sumatera dan Jawa, perlambatan ekonomi Kalimantan dipengaruhi oleh normalisasi belanja Pemerintah terkait pembangunan IKN. Di Balinusra, perlambatan ekonomi dipengaruhi oleh penyelesaian proyek infrastruktur pariwisata. Perbaikan ekonomi di sebagian besar wilayah tersebut terkonfirmasi melalui peningkatan kinerja pada beberapa Lapangan Usaha (LU). Peningkatan konsumsi swasta di semua wilayah mendorong perbaikan LU Perdagangan dan LU Industri pengolahan di berbagai wilayah. Di Sulampua, perbaikan net ekspor dan investasi mendorong LU Pertambangan dan Industri pengolahan tumbuh tinggi pada triwulan I 2024.
Secara keseluruhan tahun 2024, perekonomian di sebagian besar wilayah diprakirakan membaik terbatas, kecuali di Kalimantan yang melambat. Konsumsi rumah tangga, pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak menjadi penopang perbaikan ekonomi di sebagian besar wilayah. Khusus Jawa, perbaikan konsumsi rumah tangga wilayah ini akan berdampak besar terhadap peningkatan output LU wilayah lain. Berbeda dengan wilayah lainnya, perbaikan ekonomi Sulampua lebih didorong ekspor dan investasi. Sementara itu, perlambatan ekonomi diprakirakan hanya terjadi di Kalimantan yang dipengaruhi normalisasi belanja Pemerintah terkait pembangunan IKN, di tengah prospek ekspor yang lebih baik. Kinerja LU utama di berbagai wilayah mengonfirmasi perbaikan ekonomi yang terbatas. Perbaikan LU utama di masing-masing wilayah belum merata, tercermin dari perbaikan LU tersier yang masih tertahan di tengah perbaikan LU Industri, kecuali di Sulampua. Perkembangan ekonomi di berbagai wilayah tersebut memperkuat indikasi masih terbatasnya perbaikan ekonomi Indonesia pada 2024.
Inflasi IHK gabungan kota di seluruh wilayah pada triwulan I 2024 tetap terkendali. Secara nasional, realisasi inflasi IHK pada triwulan I 2024 sebesar 3,05% (yoy). Realisasi inflasi tersebut masih berada pada rentang sasaran inflasi IHK Nasional, meskipun meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tekanan inflasi terutama dipengaruhi oleh kelompok Volatile Food (VF) akibat keterbatasan pasokan karena pergeseran musim panen. Sementara itu, inflasi kelompok inti (Core Inflation) terkendali dan inflasi kelompok harga yang diatur Pemerintah (Administered Price) menurun di seluruh wilayah. Secara spasial, inflasi di 13 provinsi berada di atas rentang sasaran, dengan inflasi tertinggi di Papua Barat sebesar 4,78% (yoy).
Inflasi IHK diprakirakan tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 yang didukung sinergi Bank Indonesia dengan Pemerintah. Secara spasial, inflasi IHK di seluruh wilayah juga diprakirkan terkendali. Bauran kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk konsisten menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran. Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis, termasuk melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID). Penguatan koordinasi dimaksudkan untuk mendukung pengendalian inflasi volatile food, di tengah permasalahan produktivitas dan kesinambungan pasokan antarwaktu yang terus menjadi perhatian. Sinergi dengan Pemerintah diperkuat untuk mengakselerasi digitalisasi pembayaran guna meningkatkan efisiensi perekonomian dan mendukung pengendalian inflasi inti.
Ke depan, dinamika perekonomian global yang berubah cepat dan ketidakpastian yang meningkat perlu tetap dicermati. Ekonomi Amerika Serikat (AS) yang diprakirakan tumbuh lebih kuat berdampak pada stance kebijakan moneter the Fed. Perbaikan tersebut mendorong ekonomi India tumbuh lebih baik, didukung kinerja eksternal. Sementara itu, prospek ekonomi Tiongkok belum kuat. Harga komoditas diprakirakan meningkat dipengaruhi produksi dan pasokan yang lebih terbatas akibat faktor cuaca dan ketegangan geopolitik, termasuk Israel-Iran. Berbagai faktor tersebut dapat meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global dan prospek pertumbuhan ekonomi dunia yang pada gilirannya dapat mempengaruhi prospek ekonomi Indonesia di berbagai wilayah.