PRAKATA
Perubahan konstelasi ekonomi global sejak krisis 2008 lalu, yang terasa begitu luas dan mendalam, telah memunculkan berbagai tantangan baru yang semakin komplek dalam pengelolaan stabilitas makroekonomi. Di tengah berbagai upaya yang terus ditempuh untuk mengatasi berbagai permasalahan struktural di dalam negeri, perekonomian Indonesia selama tahun 2015 dihadapkan pada rangkaian kejutan eksternal dalam perekonomian global, yang berdampak ke Indonesia baik melalui jalur keuangan maupun perdagangan. Pemulihan ekonomi global ternyata tidak sesuai harapan, berjalan lambat, tidak berimbang, dan masih penuh ketidakpastian. Negara maju, terutama perekonomian Amerika Serikat memperlihatkan pemulihan yang lebih solid. Sedangkan perekonomian negara berkembang, terutama Tiongkok, mengalami perlambatan struktural sehingga memicu kemerosotan harga komoditas, yang pada gilirannya terus menekan kinerja ekspor Indonesia. Ketidakseimbangan dalam pemulihan ekonomi global tersebut mengakibatkan terjadinya divergensi siklus kebijakan moneter antara berbagai negara. Kebijakan moneter di Amerika Serikat mulai memasuki periode normalisasi, setelah dalam kurun waktu enam tahun suku bunga dipertahankan sekitar nol persen. Sedangkan, kebijakan moneter di Eropa, Jepang, dan negara berkembang semakin diperlonggar untuk menahan agar laju pertumbuhan ekonomi tidak semakin melambat. Kemerosotan harga komoditas yang semakin berdampak terhadap memburuknya kinerja ekonomi negara berkembang dan ketidakpastian mengenai kecepatan dan besarnya kenaikkan suku bunga di Amerika Serikat menjadi dua kekuatan utama yang mewarnai rangkaian gejolak di pasar keuangan global selama tahun 2015, yang pada gilirannya berdampak pada menurunnya arus modal ke negara berkembang termasuk ke Indonesia.