Entah kebetulan atau tidak, sama-sama menyandang status daerah istimewa, Aceh dan Yogyakarta di masa kolonial ternyata punya gedung De Javasche Bank (DJB) yang serupa. Kantor DJB Agentchaap Aceh (dulu bernama Kutaraja) didirikan pada 1918, sedangkan DJB Agentschaap Yogyakarta pada 1879. Kedua bangunan peninggalan DJB tersebut kini menjadi kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Aceh dan Yogyakarta.
Kemiripan DJB Aceh dan Yogyakarta antara lain dilihat dari bentuk bangunannya. Terdapat dua menara di kedua sisi, dengan cuppola (kubah melengkung) di atas tiap menara. Pada atap, sama-sama terdapat dormer (jendela). Namun demikian, perbedaanya adalah pada posisi pintu masuk utama. Jika pintu masuk utama kantor DJB Aceh berada di sisi bawah bagian tengah tampak muka, pintu masuk utama kantor DJB Yogyakarta justru berada di bawah menara sisi kanan. Jika di kantor DJB Aceh tidak ada kanopi, di kantor Yogyakarta terdapat sebuah kanopi.
Perkembangan ekonomi yang strategis, uatamanya di bidang pertanian dan perkebunan, merupakan dasar pendiriaan kantor DJB di kedua daerah tersebut. Namun khusus DJB Yogyakarta, selain faktor ekonomi, ada pengaruh dari lobi yang dilakukan oleh Dorrepaal. Dorrepaal adalah salah satu komisaris di DJB Agentscaap Semarang sekaligus pengusaha yang memiliki pekebunan tebu “Poendoeng” di Yogyakarta. Sebagai komisaris, ia mendesak pimpinan DJB Pusat supaya mendirikan kantor cabang Yogyakarta untuk mengakomodasi kebutuhan pelayanan perbankan dan permodalan.
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, kedua kantor DJB tersebut ditutup. Setelah proses nasionalisasi DJB menjadi BI pada 1953, kantor cabang Yogyakarta difungsikan kembali tahun 1948. Sementara kantor cabang di Aceh baru dibuka lagi pada 1964.
