Sumber : Findex-WorldBank-2011
Istilah financial inclusion atau inklusi keuangan menjadi tren pascakrisis
2008, terutama didasari dampak krisis kepada kelompok in the bottom of the
pyramid (pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang
cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat
pinggiran) yang umumnya unbanked yang tercatat sangat tinggi di luar negara
maju.
Pada G20 Pittsbugh Summit 2009, anggota G20 sepakat perlunya peningkatan
akses keuangan bagi kelompok ini yang dipertegas pada Toronto Summit tahun 2010,
dengan dikeluarkannya 9 Principles for Innovative Financial Inclusion sebagai
pedoman pengembangan inklusi keuangan. Prinsip tersebut adalah leadership,
diversity, innovation, protection, empowerment, cooperation, knowledge,
proportionality, dan framework.
Sejak itu, banyak fora internasional yang fokuskan pada kegiatan inklusi
keuangan seperti CGAP, World Bank, APEC, Asian Development Bank (ADB), Alliance
for Financial Inclusion (AFI), termasuk standard body seperti BIS dan Financial
Action Task Force (FATF), termasuk negara berkembang seperti Indonesia.
Belum/tidak terdapat definisi yang baku dari keuangan inklusif, berbagai
institusi mencoba untuk mendefinisikannya, sebagai berikut:
“state in which all working age adults have effective access to
credit, savings, payments, and insurance from formal service providers.
Effective access involves convenient and responsible service delivery, at a cost
affordable to the customer and sustainable for the provider, with the result
that financially excluded customers use formal financial services rather than
existing informal options” (CGAP-GPFI).
“financial
inclusion involves providing access to an adequate range of safe, convenient and
affordable financial services to disadvantaged and other vulnerable groups,
including low income, rural and undocumented persons, who have been underserved
or excluded from the formal financial sector” (FATF).
“process of ensuring access to appropriate financial products and services
needed by all sections of the society in general and vulnerable groups such as
weaker sections and low-income groups in particular, at an affordable cost in a
fair and transparent manner by regulated, mainstream institutional players”
(RBI/Reserve Bank of India).
Berbagai alasan menyebabkan masyarakat dimaksud menjadi unbanked, baik dari
sisi supply (penyedia jasa) maupun demand (masyarakat), yaitu karena price
barrier (mahal), information barrier (tidak mengetahui), design product barrier
(produk yang cocok) dan channel barrier (sarana yang sesuai). Keuangan inklusif
mampu menjawab alasan tersebut dengan memberikan banyak manfaat yang dapat
dinikmati oleh masyarakat, regulator, pemerintah dan pihak swasta, antara lain
sebagai berikut:
• Meningkatkan efisiensi ekonomi.
• Mendukung
stabilitas sistem keuangan.
• Mengurangi shadow banking atau irresponsible
finance.
• Mendukung pendalaman pasar keuangan.
• Memberikan potensi
pasar baru bagi perbankan.
• Mendukung peningkatan Human Development Index
(HDI) Indonesia.
• Berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal
dan nasional yang berkelanjutan.
• Mengurangi kesenjangan (inequality) dan
rigiditas low income trap, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
yang pada akhirnya berujung pada penurunan tingkat kemiskinan.
Dari berbagai belahan dunia, untuk menurunkan financial exclusion dilakukan
dalam dua pendekatan, yaitu secara komprehensif dengan menyusun suatu strategi
nasional seperti Indonesia, Nigeria, Tanzania atau melalui berbagai program
terpisah, misal edukasi keuangan seperti dilakukan oleh pemerintah Amerika
Serikat pascakrisis 2008. Secara umum, pendekatan melalui suatu strategi
nasional mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu penyediaan sarana layanan yang sesuai,
penyediaan produk yang cocok, responsible finance melalui edukasi keuangan dan
perlindungan konsumen. Penerapan keuangan inklusif umumnya bertahap dimulai
dengan target yang jelas seperti melalui penerima bantuan program sosial
pemerintah atau pekerja migran (TKI) sebelum secara perlahan dapat digunakan
oleh masyarakat umum.
Strategi keuangan inklusif bukanlah sebuah inisiatif yang terisolasi,
sehingga keterlibatan dalam keuangan inklusif tidak hanya terkait dengan tugas
Bank Indonesia, namun juga regulator, kementerian dan lembaga lainnya dalam
upaya pelayanan keuangan kepada masyarakat luas. Melalui strategi nasional
keuangan inklusif diharapkan kolaborasi antar lembaga pemerintah dan pemangku
kepentingan tercipta secara baik dan terstruktur.
