Infrastruktur Pasar Keuangan atau 
      Financial Market Infrastructures (FMI) mencakup keseluruhan sistem yang memfasilitasi terjadinya transaksi di pasar keuangan hingga penyelesaiannya. Mengacu pada definisi IOSCO, 
      FMI merupakan sistem multilateral yang menyediakan jasa untuk melakukan perdagangan, kliring, setelmen, pelaporan, dan pencatatan sehubungan dengan transaksi pembayaran, surat berharga, derivatif, dan transaksi keuangan lainnya. Beberapa sistem tersebut dinilai sebagai 
      systemically important FMI sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh masing-masing negara. Meski demikian, kebanyakan lebih merujuk pada sistem yang digunakan setelah transaksi terjadi (post-trade).
 
   Mengacu pada 
       
         Principles for Financial Market Infrastructure (CPSS-IOSCO, 2012), FMI yang dikategorikan sebagai 
      systemically important meliputi sistem multilateral yang menjalankan fungsi: 
       
         Payment System (PS),  
       
         Central Securities Depositories (CSD),  
       
         Securities Settlement System (SSS),  
       
         Central Counterparty (CCP), dan  
       
         Trade Repository (TR). Dalam implementasinya, setiap negara dapat memiliki pertimbangan tersendiri dalam mengkategorikan masuk tidaknya suatu sistem dalam 
      systemically important FMI. Sebagai contoh, 
      New Zealand tidak mengkategorikan TR sebagai 
      systemically important FMI karena belum termasuk dalam 
      regulatory framework saat ini ataupun India yang memasukkan sistem perdagangan 
      (trading system), yaitu 
      Negotiated Dealing System-Order Matching (NDS-OM) dalam pasar surat berharga pemerintah sebagai 
      designated FMI karena mencakup 90% volume perdagangan pasar surat berharga pemerintah di pasar sekunder. 
 
   Di Indonesia, saat ini yang dinilai sebagai 
      systemically important FMI mencakup sistem pembayaran (BI-Real Time Gross Settlement atau BI-RTGS) dan sistem setelmen dan penatausahaan obligasi negara (BI-Scripless Securities Settlement System atau BI-SSSS) yang keduanya dimiliki, dioperasikan, dan diawasi oleh Bank Indonesia.
 
   Selain itu, terdapat FMI yang dioperasikan oleh swasta atau 
      self regulatory organisation (SRO) yang diatur dan diawasi oleh Otoritas lain di pasar keuangan. Di pasar modal, terdapat lembaga kliring (Kliring Penyelesaian Efek Indonesia/KPEI) dan sentral kustodi (Kustodian Sentral Efek Indonesia/KSEI) yang berada dalam kewenangan OJK. Sementara di pasar komoditas berjangka, terdapat lembaga kliring berjangka (Kliring Berjangka Indonesia/KBI dan Indonesia Clearing House/ICH) yang berada di dalam kewenangan Bappebti.
 
    
      
 Gambar: Fungsi Financial Market Infrastructure (FMI) dalam suatu Transaksi Perdagangan
   
      
   
    
   
 
   
                           Sebagai ilustrasi terkait peran FMI misalnya, bisnis memerlukan 
                               
                                 Payment System(PS) untuk menerima pembayaran transaksi barang dan jasa. Masyarakat umum menggunakan PS untuk menerima gaji dan tunjangan. 
                               
                                 Central Securities Depositories(CSD) memungkinkan ekuitas dan obligasi yang ditransaksikan dapat ditatausahakan dengan aman dan efisien, sementara 
                               
                                 Central Counterparty(CCP) mengambil alih transaksi derivatif terutama yang dilakukan di luar bursa atau secara 
                              over-the-counter (OTC) dari para pihak sehingga menurunkan 
                              counterparty risk.
 
                            
                           Melihat peran FMI di pasar keuangan yang krusial dalam hal mengalami hambatan operasional serta tidak dikelola dengan baik dapat mengganggu kontribusi pasar keuangan dalam pembiayaan pembangunan ekonomi dan bahkan dapat menimbulkan risiko instabilitas sistem keuangan, maka pengaturan dan pengawasan FMI semakin disadari pentingnya oleh otoritas di sektor keuangan secara global. 
 
                           Pengaturan dan pengawasan lazimnya menyangkut aspek-aspek yang minimal harus dipenuhi oleh pihak yang menjalankan (operator) FMI dan mekanisme koordinasi antarotoritas di sektor keuangan, baik secara domestik maupun dengan otoritas terkait di luar negeri dalam hal suatu FMI melayani transaksi yang bersifat lintas negara.
 
                           Konsep pengaturan suatu FMI pada dasarnya harus menyeimbangkan antara perannya dalam meningkatkan efisiensi dan mengembangkan pasar keuangan serta meminimalkan potensi risiko yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. Dengan demikian, mengenali jenis-jenis risiko yang melekat dalam suatu FMI menjadi sangat penting bagi otoritas dalam menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasannya.
 
                           Adanya suatu kerangka pengawasan (supervisory framework) yang utuh dan jelas serta didasari oleh suatu landasan hukum yang kuat dan mencakup semua aspek yang melekat dalam suatu bisnis FMI tentu merupakan prasayarat bagi suatu pengaturan dan pengawasan FMI yang efektif dan efisien.
 
                            
                              
 
                           
 
                            
                            
                              
 
                           
 
                           Pendekatan pengaturan suatu FMI pada dasarnya terkait erat dengan sistem perundang-undangan di sektor keuangan suatu negara.
 
                           Sejalan dengan perundang-undangan di sektor keuangan dan otoritas terkait di Indonesia, pengaturan FMI di Indonesia saat ini, selain terkait dengan sistem pembayaran, dilakukan melalui pendekatan segmen pasar keuangan yaitu pasar uang dan pasar valas, pasar modal dan pasar komoditas, termasuk pasar derivatifnya. 
 
                           Pendekatan tersebut tercermin di dalam kerangka pengembangan dan pendalaman pasar keuangan Indonesia yang merupakan upaya bersama otoritas terkait di pasar keuangan yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan. Kerangka pengembangan dan pendalaman pasar keuangan di Indonesia ini dikenal dengan 
                              Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan (SN-PPPK).
 
                            
                              
 
                              
 
                           
 
                           
                                                    
                                                      Gambar: Kerangka Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan
                                                    
                                                      
 
                                                   
 
                                                   Melalui 
                                                      Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan (SN-PPPK) yang merupakan 
                                                      single policy framework yang komprehensif dan terukur dan diarahkan untuk merealisasikan 
                                                      visi pasar keuangan yang dalam, likuid, efisien, inklusif, dan aman, telah ditetapkan 3 pilar utama yang mendasari kerangka pengembangan tersebut. Ketiga pilar dimaksud yaitu (1) sumber pembiayaan ekonomi dan pengelolaan risiko, (2) pengembangan infrastruktur pasar keuangan, dan (3) koordinasi kebijakan harmonisasi ketentuan dan edukasi. Pengembangan infrastruktur pasar keuangan disadari menjadi salah satu pilar kunci yang diharapkan dapat mendukung tersedianya akses informasi dan penyelesaian transaksi yang cepat, aman, dan efisien. Untuk itu, 
                                                      koordinasi antarotoritas dalam pengembangan FMI yang berada dalam kewenangan masing-masing menjadi hal yang mutlak dilakukan. 
 
                                                   Dalam pengembangan FMI di Indonesia, pendekatan yang mengikuti 
                                                      best practice internasional namun terbuka untuk disesuaikan dengan profil, kondisi, preferensi kebijakan serta 
                                                      national interest dinilai merupakan pendekatan terbaik saat ini. Konsep pengaturan FMI yang terus diselaraskan dengan penerapan prinsip-prinsip yang dianut secara internasional khususnya oleh 
                                                      Committee on Payment and Settlement Systems (CPSS) dan 
                                                      International Organization of Securities Commissions (IOSCO) sebagaimana terangkum dalam 
                                                      Principles for Financial Market Infrastructure (PFMI)  
                                                      (BIS, 2012).
 
                                                   Stabilitas keuangan yang terjaga sejalan dengan implementasi FMI yang aman, andal, dan efisien merupakan tujuan berbagai prinsip yang dijadikan acuan (guidance) dalam PFMI. Manajemen risiko, efisiensi sumber daya, penyelenggaraan yang 
                                                      prudent serta berlaku universalitas merupakan intisari dalam PFMI.
 
                                                    
                                                    
                                                      
 
                                                   
 
                                                   Kejelasan atas rentang kewenangan dan tanggung jawab dari suatu FMI dalam menjamin berlangsungnya operasionalisasi FMI yang andal, aman, dan efisien mengharuskan adanya kerangka pengaturan dan pengawasan yang jelas.
Memiliki mandat sebagai otoritas di bidang moneter sesuai undang-undang, Bank Indonesia memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi pasar uang dan pasar valas termasuk yang berbasis syariah. Melalui kedua pasar tersebut transmisi kebijakan moneter terdampak secara langsung atas kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia.
 
                                                    
                                                      
 
                                                   
 
                                                    
                                                      
 
                                                      
 
                                                   
 
                                                   Gambar: FMI berperan penting dalam transmisi kebijakan moneter, kelancaran fungsi sistem pembayaran serta stabilitas sistem keuangan
 
                                                    
                                                      
 
                                                   
 
                                                   Lebih khusus, sejalan dengan penguatan peran Bank Indonesia dalam sistem pembayaran di Indonesia, pada tahun 2019, Bank Indonesia telah mengeluarkan 
                                                      Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 yang salah satunya bertujuan untuk mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional yang menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, termasuk di dalamnya pengembangan infrastruktur pasar keuangan. 
 
                                                   Menjadi salah satu inisiatif dalam BSPI tersebut, pengembangan infrastruktur pasar keuangan diharapkan dapat dicapai melalui modernisasi infrastruktur dan penguatan kerangka regulasi infrastruktur pasar keuangan guna beroperasi sesuai standar 
                                                      best practices dan mendukung implementasi kebijakan secara optimal. 
                                                      Key deliverables dalam inisiatif ini mencakup modernisasi BI-RTGS, BI-SSSS termasuk fungsi CSD, dan BI-Electronic Trading Platform (BI-ETP), serta penguatan kerangka regulasi terkait CCP dan TR termasuk pengembangannya.
 
                                                    
                                                    
                                                      
 
                                                   
 
                                                    
                                                      Lesson learned dari 
                                                      Global Financial Crisis tahun 2008 telah mendorong seluruh negara untuk memperkuat ketahanan pasar keuangan global melalui penguatan serta pengawasan kebijakan di masing-masing negara termasuk elemen infrastruktur.
 
                                                   Sebagai bagian dari G20, pengembangan FMI di Indonesia diakselerasi oleh upaya pemenuhan mandat OTC 
                                                      Derivatives MarketReforms yang merupakan inisiatif G20 dalam upaya reformasi OTC 
                                                      Derivative Market melalui Pittsburgh Summit tahun 2009. Bertujuan untuk meningkatkan transparansi, mencegah penyalahgunaan pasar (market abuse) dan memitigasi risiko sistemik, 5 agenda terkait dengan OTC 
                                                      Derivative Market Reforms ini adalah:
 
                                                    
                                                      - Transaksi OTC derivatif yang standar harus ditransaksikan melalui 
                                                         Electronic Trading Platform (ETP) atau bursa.
  
                                                      - Transaksi OTC derivatif yang standar harus dikliringkan melalui 
                                                         Central Counterparty (CCP).
  
                                                      - Seluruh transaksi OTC derivatif harus dilaporkan melalui 
                                                         Trade Repository (TR).
  
                                                      - Seluruh transaksi OTC derivatif yang tidak dikliringkan melalui CCP terkena kewajiban pemenuhan modal yang lebih besar (higher capital charges).
  
                                                      - Seluruh transaksi OTC derivatif yang tidak dikliringkan melalui CCP terkena kewajiban margin (margining rule).
  
                                                   
 
                                                   Implementasi dari 5 agenda yang berfokus pada transaksi derivatif tersebut nantinya diharapkan dapat mendorong resiliensi pasar keuangan domestik dan global sehingga dapat memitigasi krisis serupa dan sebaliknya mendukung keberlangsungan pasar keuangan yang sehat. Untuk itu, bersama dengan otoritas keuangan lainnya, Bank Indonesia berkomitmen untuk secara aktif mendukung upaya pemenuhan mandat dimaksud khususnya di berbagai area yang berada dalam kewenangan BI.
 
                                                    
                                                    
                                                      
 
                                                   
 
                                                   Terdapat 2 jenis 
                                                      systematically important FMI yang saat ini telah diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia (mengacu pada PBI No.19/14/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika) yaitu:
 
                                                    
                                                      -  
                                                         BI-Real Time Gross Settlement System (BI-RTGS) yaitu infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual. (Fungsi 
                                                         Payment System).
  
                                                      -  
                                                         BI-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) yaitu infrastruktur yang digunakan sebagai sarana Penatausahaan Transaksi dan Penatausahaan Surat Berharga yang dilakukan secara elektronik. (Fungsi 
                                                         Central Securities Depositories dan Securities Settlement System).
  
                                                   
 
                                                   Mengacu kepada pemenuhan mandat 
                                                      OTC Derivatives Market Reforms maupun guna mengimplementasikan 
                                                      Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025, saat ini Bank Indonesia sedang mengembangkan 
                                                      Trading Venue & 
                                                      Central Counterparty untuk transaksi OTC Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar (CCP SBNT) serta 
                                                      Trade Repository dengan keterangan sebagai berikut: 
 
                                                    
                                                      
 
                                                      
 
                                                   
 
                                                   Gambar: Pengaturan Bank Indonesia terkait FMI di Indonesia
 
                                                    
                                                      
 
                                                   
 
                                                   Ke depan, Bank Indonesia terus berkomitmen untuk mengupayakan pengembangan 
                                                      Financial Market Infrastructure yang dapat mendukung pengembangan pasar keuangan domestik yang dalam, likuid, efisien, inklusif, dan aman dengan tetap memenuhi 
                                                      best practice dan standar internasional.