Oleh Muhammad Adisurya Pratama
Setelah menjulang di bulan September 2022, inflasi Amerika Serikat (AS) menunduk lumayan dalam. Departemen Tenaga Kerja AS, Kamis (10/11) melaporkan inflasi consumer price index (CPI) di bulan Oktober 2022 tumbuh 7,7% secara tahunan atau year-on-year (yoy). Angka ini jauh lebih rendah dari bulan September 2022 di level 8,2%.
Pasar finansial langsung menyambut data baru ini. Bursa saham AS alias Wall Street langsung melesat. Indeks S&P 500 meroket 5,5% menjadi 3.966,37 dan menjadi kenaikan harian terbesar dalam dua tahun terakhir. (10/11)
Pasar saham di Asia melonjak lebih tinggi pada hari Jumat (11/11). Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik, di luar Jepang melonjak 3,72%. Indeks S&P/ASX 200 Australia naik 2,43% dan Nikkei Jepang naik 3%. Sementara dollar AS mengalami penurunan tajam setelah melandainya harga konsumen AS yang lebih kecil dari perkiraan.
Kondisi ini memicu harapan Bank Sentral AS, the Federal Reserve (the Fed) akan mengurangi laju agresifitas kenaikan suku bunganya pasca kenaikan suku bunga acuan 75 basis poin pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 1-2 November 2022 waktu setempat. Keputusan ini menjadikan bunga acuan AS pada posisi 3,75% - 4,00%, tertinggi selama 14 tahun terakhir.
The Fed belakangan memang agresif menaikan suku bunga untuk mengendalikan laju inflasi di negaranya hingga ke bawah 2%. Koresponden bisnis North America, Michelle Fleury, menyebut kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin selama empat kali beruntun merupakan yang tercepat dalam sejarah kebijakan moneter dunia.
Namun, Gubernur the Fed Jerome Powell dalam pidatonya menyebut inflasi sepanjang tahun 2022 menantang. Ini pula yang membuat The Fed perlu menerapkan kebijakan yang lebih ketat untuk mempersempit terjadinya resesi di tengah upaya pemulihan ekonomi.
Data terbaru inflasi AS memantik harap ekonomi AS tidak akan jatuh ke jurang resesi. Ini nampak dari mendakinya harga komoditas pada Jumat (11/11). Harga minyak mentah dunia yakni West Texas Intermediate (WTI) naik 1,47% menjadi 87,94 per barel untuk pengiriman Desember 2022.
Sementara harga minyak berjangka Brent naik 0,3% menjadi US$ 93,96 per barel di awal perdagangan untuk pengiriman Januari 2023. Kedua jenis kontrak minyak berjangka mencatat kenaikan kuat setelah data inflasi AS keluar, meski secara mingguan turun masing-masing 5% hingga 6% lebih rendah.
Di pasar domestik, data inflasi ini melesatkan performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada akhir perdagangan Jumat, 11 November 2022 ditutup menguat di level 7.0829,21. Begitu juga dengan rupiah yang menguat di level Rp 15.506 per dollar AS, seiring dengan melemahnya indeks dollar AS yang turun 107.790.
Pasar keuangan dan komoditas nampak bersuka ria dengan data inflasi terbaru AS itu. Harap diingat, inflasi 7,7% secara tahunan masih jauh dari target bank sentral AS sebesar 2%. Ini artinya, AS belum sepenuhnya bebas dari ancaman resesi. The Fed masih akan tetap menaikkan suku bunganya.
Pasca data inflasi dirilis, pasar melihat probabilitas kenaikan suku bunga 50 basis poin pada Desember justru meningkat. Berdasarkan perangkat FedWatch CME Group, probabilitas suku bunga berada di 4,25% - 4,5% pada bulan depan kini menjadi sebesar 90%, naik jauh dari hari sebelumnya 56%.
Data ini menunjukkan pasar sudah memperkirakan suku bunga akan dinaikkan sebesar 50 basis poin, tapi masih kurang yakin.
Sementara probablitas kenaikan suku bunga the Fed 75 basis poin sebelumnya juga masih tinggi yakni 44%. Ini artinya, tidak ada perubahan proyeksi suku bunga AS. Yang terjadi hanya kelegaan di pasar jika the Fed tidak akan kembali menaikkan suku bunga dengan sangat agresif yakni 75 basis poin
Dalam pidatonya 2 November 2022 waktu setempat, Jerome Powell juga menyatakan masih terlalu dini untuk berpikir tentang berhenti sebentar. “Saat mendengar kata 'tenggat waktu', orang-orang berpikir tentang berhenti sejenak. Dalam pandangan saya, hal itu terlalu dini, untuk berpikir atau berbicara tentang menghentikan kenaikan tingkat bunga sejenak. Kami memiliki jalan untuk hal itu," ujar Powell pada pidatonya.
Ini artinya, ke depan, masih ada ruang bagi the FED untuk bersifat agresif dengan menaikkan bunga acuan mereka.
Bank Indonesia (BI) juga menyampaikan bahwa kebijakan The Fed akan tetap agresif untuk jangka waktu yang lama. Efeknya, ini akan menyebabkan dollar AS masih dalam tren menguat. Akan tetapi, untuk pasar domestik Indonesia sendiri, beberapa penelitian menyimpulkan bahwa koordinasi kebijakan dapat mengurangi efek dari kebijakan The FED yang terkesan agresif serta menopang pasar perekonomian domestik Indonesia.
Utama, Insukindro, dan Fitrady (2022) menyebut, selama periode turbulensi AS, consumer sentiment index (CSI) Indonesia memiliki kencederungan meningkat. Selain itu, Simorangkir dan Adamanti (2010) menyimpulkan bahwa kombinasi antara kebijakan fiskal dan moneter dapat mendorong produksi semua sektor ekonomi di Indonesia selama krisis keuangan global.
***
Referensi
Bank Indonesia, 2022. Monetary policy report quarter III 2022. Jakarta: Economic and Monetary Policy Department, Bank Indonesia.
Coxx, J. (2022). Fed approves 0.75-point hike to takes to highest since 2008 and hints a change in policy ahead. Diakses melalui https://www.cnbc.com/2022/11/02/fed-hikes-by-another-three-quarters-of-a-point-taking-rates-to-the-highest-level-since-january-2008.html pada 03 Nopember 2022.
Goodkind, N. (2022). The Fed makes history with fourth strike three-quarter-point rate hike. Diakses melalui https://edition.cnn.com/2022/11/02/economy/federal-reserve-meeting-inflation/index.html pada 03 Nopember 2022.
Imbert, F. (2022). Full recap of the latest Fed rate hike and chair Jerome Powell's market-moving news conference. Diakses melalui https://www.cnbc.com/2022/11/02/real-time-updates-of-big-fed-rate-hike-and-jerome-powells-news-conference.html pada 03 Nopember 2022.
Sahadi, J. (2022). What rising interest rates mean for you. Diakses melalui https://edition.cnn.com/2022/11/02/success/what-rising-interest-rates-mean-credit-mortgage/index.html pada 03 Nopember 2022.
Sherman, N. (2022). The Fed hikes US interest rates to fresh 14-year high. Diakses melalui https://www.bbc.com/news/business-63488472 pada 03 Nopember 2022.
Simorangkir, I., & Adamanti, J. (2010). The role of fiscal stimulus and monetary easing in Indonesian economy during global financial crisis: Financial computable general equilibrium approach. Bulletin of Monetary Economics and Banking, 13(2), 165-186.
Utama, C., Insukindro, & Fitrady, A. (2022). Fiscal and monetary policy interactions in Indonesia during periods of economic turmoil in the US: 2001Q1-2014Q4. Bulletin of Monetary Economics and Banking, 25(1), 97-116.