Oleh Safari Kasiyanto
Penerbitan uang digital bank sentral nilai besar akan berpengaruh terhadap kebijakan moneter. Namun demikian, pengaruh tersebut akan sangat tergantung pada desain yang dipilih. Demikian menurut hasil riset Bank Indonesia (BI) terbaru. Riset dilaksanakan oleh Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) akhir tahun lalu.
Seperti namanya, uang digital bank sentral atau dikenal dengan CBDC (Central Bank Digital Currency) adalah uang yang diterbitkan bank sentral dalam bentuk digital, untuk menggantikan uang kertas dan koin yang selama ini kita kenal.
Hasil penelitian bank sentral di kebanyakan negara dan berbagai lembaga internasional menemukan bahwa secara teori, terdapat dua jenis CBDC. Pertama, CBDC nilai besar yang digunakan hanya oleh bank sentral dan perbankan untuk bertransaksi di antara mereka. Kedua, CBDC retail yang akan digunakan oleh masyarakat sebagai pengganti uang kartal.
Riset Bank Indonesia ini mengkaji secara detail pilihan desain untuk pengembangan CBDC nilai besar. Desain yang diteliti mencakup dua hal, aspek konvertibilitas CBDC dan penentuan remunerasi atas penggunaanya.
Untuk aspek konvertabilitas CBDC, penelitian Bank Indonesia menggunakan dua analisis. Pertama, analisis atas neraca (balance sheet) bank sentral. Hasilnya, penerbitan CBDC nilai besar melalui konversi simpanan bank pada bank sentral (reverse) tidak akan menyebabkan neraca bank sentral membesar. Konversi ini juga relatif sederhana karena simpanan (reserve) bank pada bank sentral berbentuk Rupiah. Sehingga konversi akan satu banding satu.
Kedua, analisis atas konversi menggunakan aset bank berupa Surat Berharga Negara (SBN). Hasilnya, konversi SBN perbankan menjadi CBDC nilai akan berdampak pada membesarnya aset dan liabilitas pada neraca bank sentral. Pada kondisi pascacovid ini, dimana bank sentral berupaya untuk menurunkan eksposur atas neracanya, kegiatan yang menyebabkan membesarnya neraca bank sentral perlu dihindari. Hal ini karena, neraca kebanyakan bank sentral telah menggelembung sebagai akibat kebijakan kuantitatif yang ditempuh pada periode pandemi Covid-19 untuk mendorong perekonomian tetap menggeliat. Penerbitan CBDC nilai besar yang menyebabkan neraca membengkak, akan bertentangan dengan upaya keluar dari kebijakan yang ditempuh pemerintah dan bank sentral selama pandemi (exit policy).
Di sisi lain, penerbitan CBDC nilai besar melalui konversi SBN juga tidak sederhana. Hal ini karena SBN memiliki tingkat imbal hasil (yield), kupon, rasio pemangkasan (hair cut), dan jatuh tempo (maturity) yang bermacam-macam. Konversi menjadi CBDC menjadi lebih kompleks karna harus memperhitungkan komponen-komponen ini.
Lebih lanjut, penelitian penerbitan CBDC nilai besar oleh Bank Indonesia juga menyangkut pemberian remunerasi atau bunga. Jika bank sentral akan memberikan bunga atas CBDC, maka ia perlu sangat memperhatikan level suku bunga yang ia berikan pada instrumen kebijakan moneter lainnya seperti fasilitas deposit bank sentral (depocit facility) atau fasilitas pinjaman (lending facility). Pemberian bunga atas CBDC juga harus melihat suku bunga pasar terutama pasar uang antarbank satu hari (overnight).
Jadi secara umum, remunerasi CBDC nilai besar berpengaruh terhadap perlu tidaknya bank sentral meninjau kembali kerangka kebijakan moneter yang saat ini berjalan. Dengan demikian, bank sentral perlu sangat berhati-hati dalam menentukan nilai remunarsi tersebut. Tujuannya supaya penerbitan CBDC oleh bank sentral berdampak positif terhadap efektivitas transmisi kebijakan moneter.
Sebagai contoh, remunerasi CBDC sebesar jasa giro wajib minimum (GWM) tidak akan mengubah kerangka kebijakan moneter. GWM adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap bank untuk menyimpan sejumlah nilai uang tertentu yang dimilikinya pada rekening gironya di bank sentral. Kewajiban ini merupakan salah satu intrumen moneter yang efektif bagi bank sentral untuk memengaruhi likuiditas pasar. Penetapan remunerasi CBDC nilai besar sebesar jasa giro GWM akan menciptakan titik keseimbangan transaksi pasar uang antarbank satu hari (PUAB ON) agar selalu berada pada level suku bunga yang lebih rendah dari depocit facility.
Sementara itu, penetapan remunerasi CBDC nilai besar setara dengan suku bunga depocit facility akan berdampak pada perubahan kerangka kebijakan moneter dan berpotensi memperkuat transmisi kebijakan moneter. Penetapan remunerasi seperti ini juga akan memberikan insentif bagi perbankan untuk menambah simpanannya di bank sentral (excess reseve) karena keinginan untuk menukarnya dengan CBDC. Dengan demikian, sisi liabilitas pada neraca bank sentral berpontensi membesar.
Karena CBDC nilai besar akan berfungsi pula sebagai alat pembayaran antarbank (means of payment) maka CBDC akan menggiring suku bunga antarbank tetap berada di dalam koridor suku bunga kebijakan.