Oleh Donni Fajar Anugerah
Sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia dengan kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 13,70% pada tahun 2020. Namun, sektor ini cenderung menurun kontribusinya.
Sektor pertanian di Indonesia juga menjadi penyumbang pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan. Menurut studi oleh Kaika dan Zervas (2013), penurunan produksi pertanian dapat disebabkan oleh pencemaran residu pestisida dan logam berat di lahan pertanian dan air.
Dengan latar belakang ini, Sucihatiningsih dkk. melakukan riset untuk mengukur dan menganalisis kontribusi masing-masing subsektor pertanian terhadap indeks kualitas lingkungan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini dilakukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dengan sumber pendanaan dari bank sentral melalui skema Research Grant Bank Indonesia (RGBI).
Selain itu, riset ini juga menganalisis kesediaan masyarakat untuk membayar produk eco-label. Penelitian ditutup dengan rekomendasi kebijakan dalam pelaksanaan pasar digital produk berbasis eco-label.
Penelitian ini menggunakan pendekatan model Vector Error Correction Models (VECM) dan Panel Vector Error Correction Models (PVECM), serta metode regresi logistik dan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Hasil penelitian dengan menggunakan VECM menunjukkan bahwa PDB sektor pertanian berpengaruh signifikan terhadap peningkatan gas metana saat ini dengan koefisien sebesar 1,02%. Sementara itu, pada subsektor hortikultura dalam jangka pendek, hasil VECM menunjukkan bahwa PDB regional subsektor hortikultura berpengaruh signifikan terhadap penurunan indeks kualitas lingkungan saat ini dengan koefisien sebesar 1,66%. Berdasarkan estimasi individual antarprovinsi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan menggunakan data panel kabupaten kota, terlihat bahwa PDB regional sektor pertanian di ketiga propinsi tersebut tidak memengaruhi sulfur dioksida baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Rata-rata sekitar 82,6% responden dari total 300 responden menyatakan bersedia membayar untuk produk pertanian berlabel ramah lingkungan. Berdasarkan hasil analisis FGD dan AHP, dapat disimpulkan bahwa akses pasar menjadi prioritas utama dalam upaya pemulihan ekonomi hijau Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa akses pasar harus semakin didorong oleh pemangku kepentingan terkait, mulai dari pemerintah, produsen, hingga konsumen.
Berdasarkan analisis AHP, faktor utama yang menjadi prioritas kebijakan adalah penyediaan akses pasar bagi petani organik. Setelah petani memeroleh motivasi yang kuat dari daya tarik pasar khususnya produk pertanian organik dengan harga premium diperoleh, maka para petani secara langsung dan sukarela akan meningkatkan kompetensi dan kapasitas pemahaman tentang bentuk pertanian organik. Faktor penting berikutnya adalah aspek kapasitas petani dan intensifikasi lahan. Hasil lainnya menunjukkan bahwa faktor terpenting dalam meningkatkan pertanian organik di Indonesia di tingkat konsumen, yaitu: (i) penetapan harga yang ekonomis dan kompetitif kepada konsumen; (ii) kepercayaan konsumen pada produk; dan (iii) manfaat kesehatan.
Secara keseluruhan, penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat dua hal yang menjadi peyebab konsumen masih cenderung membeli produk konvensional yang tidak ramah-lingkungan. Pertama, harga produk eco-label yang lebih mahal dibandingkan produk konvensional. Kedua, kurangnya pemahaman masyarakat terkait urgensi produk eco-label. Mahalnya harga produk eco-label dibandingkan produk konvensional, antara lain didorong oleh permintaan yang masih rendah dan ketersediaan bahan baku yang mahal.
Lalu bagaimana peran pemerintah agar masyarakat mau membeli produk eco-label? Salah satunya adalah dengan mengedukasi masyarakat melalui sarana yang paling sering digunakan masyarakat, yaitu smartphone. Pemerintah dapat memberikan iklan publik melalui media sosial, dan bekerjasama dengan artis ibukota. Masyarakat pada umumnya sangat mudah terpengaruh oleh public figure yang sedang populer. Cara lainnya, Pemerintah dapat mengeluarkan regulasi seperti memutus penggunaan kantong plastik. Selain itu, Pemerintan juga dapat memberikan dukungan insentif seperti kemudahan sertifikasi holiday tax, dan izin produksi bagi perusahaan produk eco-label. Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan penjualan produk Eco-label.