Berdasarkan data yang
dirilis oleh BPS, pada Triwulan III 2020 ekonomi DIY menunjukkan
pemulihan. Realisasi pertumbuhan PDRB DIY naik 9,24% (qtq), setelah dua
triwulan berturut turut mengalami kontraksi. Namun demikian bila dilihat
secara tahunan, ekonomi DIY triwulan III masih mencatatkan kontraksi
2,84% (yoy). Kinerja perekonomian DIY ini, lebih baik jika dibandingkan
Nasional dan Jawa, masing-masing kontraksi 3,49 (yoy) dan 4,00% (yoy).
Berdasarkan
Lapangan Usaha (LU), beberapa sektor utama di DIY masih mengalami
pertumbuhan positif, antara lain LU Pertanian dan Informasi Komunikasi.
Sektor pertanian pada triwulan III masih melanjutkan masa panen
utamanya untuk komoditas bawang merah, aneka cabai, dan tembakau.
Aktivitas ekonomi yang mulai bergerak seiring dengan reaktivasi sektor
pariwisata menyebabkan serapan komoditas pangan secara perlahan
meningkat. Sementara itu pertumbuhan sektor Informasi dan Komunikasi
terus meningkat seiring dengan pola pembelajaran jarak jauh secara
daring sejak awal Maret 2020. Bahkan sejak September 2020, pemerintah
menyalurkan bantuan kuota internet untuk menunjang kegiatan pendidikan.
Meningkatnya animo masyarakat untuk melakukan belanja daring di masa
pandemi juga turut mendukung pertumbuhan sektor ini. Selain itu
penyediaan jaringan telekomunikasi di lokasi wisata pantai, embung, desa
wisata, dan destinasi wisata lainnya di Kab. Gunungkidul juga
memberikan pengaruh peningkatan aktivitas telekomunikasi dan informasi.
Aktivitas
beberapa LU seperti Industri Pengolahan, Akomodasi Makanan Minuman,
serta Konstruksi mengalami perbaikan dibanding triwulan sebelumnya.
Naiknya kinerja LU industri pengolahan sejalan dengan aktivitas industri
yang mulai meningkat, utamanya pada kelompok makanan dan minuman,
tekstil, industri kayu dan furnitur, hingga industri barang galian bukan
logam. Sementara itu, LU Akomodasi Makan Minum mulai meningkat sejak
dibukanya kembali pembatasan arus lalu lintas di perbatasan wilayah DIY
pada awal Juli dan dibukanya beberapa objek wisata di DIY. LU Konstruksi
juga mengalami kenaikan sejalan dengan progres pembangunan KA Bandara
YIA maupun pembebasan lahan tol yang terus berjalan.
Dari
kelompok pengeluaran, kinerja seluruh komponen juga mencatatkan
perbaikan. Konsumsi RT meningkat seiring meningkatnya pendapatan dengan
mulai bergeraknya beberapa sektor pada masa kebiasaan baru. Kinerja
investasi juga mencatatkan perbaikan, meski masih terbatas, dengan mulai
kembalinya pengerjaan proyek strategis nasional dan proyek pemerintah
daerah yang sempat ditunda pada semester awal 2020. Prospek perbaikan
pertumbuhan ekonomi dan konsumsi global juga mendorong peningkatan
ekspor DIY pada triwulan laporan.
Perbaikan
kinerja perekonomian tersebut juga tercermin dari perbaikan kinerja
korporasi dan rumah tangga di DIY. Pada triwulan III 2020, ketahanan
korporasi mengalami perbaikan. Stimulus yang diberikan oleh pemerintah
dan perbankan turut menopang korporasi di tengah pandemi. Untuk tetap
menjaga pemulihan korporasi, pemerintah telah memberikan stimulus
fiskal, di antaranya melalui restrukturisasi kredit perbankan yang mampu
memangkas kredit macet korporasi menjadi 6,25% (yoy). Bantuan bagi
masyarakat miskin dan terdampak COVID-19 melalui program bantuan
sembako, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT)
hingga kartu pra-kerja juga masih disalurkan sebagai penopang konsumsi
rumah tangga. Selain itu, rumah tangga menengah ke atas juga mulai
meningkatkan konsumsi walaupun masih terbatas. Bantuan subsidi
pemerintah untuk pemilik KPR dan KKB juga mampu menurunkan kredit macet
konsumsi rumah tangga hingga di level 1,57%, yang menurun dari triwulan
sebelumnya (1,82%).
Walaupun
kinerja ekonomi DIY pada triwulan III 2020 mulai meningkat, namun
tingkat inflasi DIY masih menurun. Inflasi DIY triwulan III 2020
tercatat 1,65% (yoy), lebih rendah dibanding realisasi pada triwulan
sebelumnya (1,95%; yoy). Realisasi tersebut juga lebih rendah dibanding
sasaran yang telah ditetapkan yakni 3,0%±1% (yoy). Namun demikian
ekspektasi inflasi masyarakat masih dalam level yang terjaga, sehingga
pergerakan harga komoditas masih tetap berada pada rentang yang wajar.
Terkontraksinya
pertumbuhan ekonomi di DIY pada Triwulan III 2020 berdampak pada
turunnya penyerapan tenaga kerja di DIY dan meningkatnya Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT). Pandemi COVID-19 yang menyebabkan belum
pulihnya aktivitas pariwisata dan kegiatan yang membutuhkan mobilitas
berdampak signifikan terhadap menurunnya penyerapan tenaga kerja pada
lapangan usaha terkait, antara lain LU Akomodasi dan Makan Minum, LU
Transportasi, dan LU Konstruksi. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) DIY
juga tercatat 4,57%, lebih tinggi dari Agustus 2019 sebesar 3,18%.
Selain berpengaruh terhadap meningkatnya pengangguran, COVID-19 juga
berdampak terhadap pergeseran angkatan kerja, peningkatan penduduk
bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja, dan penduduk usia kerja
yang sementara tidak bekerja.
Untuk
mengatasi pandemi dan memulihkan perekonomian agar tidak turun lebih
dalam, Bank Indonesia dan pemerintah melakukan penambahan likuiditas
(quantitative easing / QE) melalui jalur fiskal dan perbankan. QE dari
jalur fiskal dilakukan dengan meningkatkan defisit anggaran yang
dibiayai melalui penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ke Bank
Indonesia. Hingga triwulan III 2020, realisasi belanja negara di daerah
terus dipercepat, dengan realisasi di DIY mencapai 62,1%. Penyerapan
dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di daerah juga terus didorong
dengan pemberlakuan relaksasi ketentuan pada level operasional dan
administrasi. Sampai dengan September 2020, anggaran belanja pemerintah
DIY, kota, dan kabupaten se-DIY telah terealisasi 63,3%.
Adapun
kebijakan QE dari jalur lembaga intermediasi perbankan juga terus
dilakukan. Bank Indonesia telah memangkas BI 7 Days Reverse Repo Rate
sebesar 125bps dari posisi awal tahun menjadi 3,75%. Selain itu QE
kepada perbankan dilakukan melalui strategi ekspansi moneter dan operasi
moneter Bank Indonesia dilakukan melalui pembelian SBN dari pasar
sekunder, penyediaan likuiditas ke perbankan melalui mekanisme term
repurchase agreement (repo), serta penurunan Giro Wajib Minimum (GWM).
Pemerintah juga melakukan penempatan dana Pemulihan Ekonomi Nasional
(PEN) kepada bank mitra, untuk memastikan likuiditas perbankan lebih
dari cukup, sehingga perbankan mampu untuk merestrukturisasi kredit dari
debitur yang terdampak COVID-19.
Untuk
menekan dampak pandemi, Bank Indonesia terus mendorong digitalisasi
UMKM berbasis QRIS. Akselerasi digitalisasi UMKM terus dilakukan akibat
adanya pembatasan belanja fisik. Bank Indonesia berkolaborasi dengan
stakeholder melakukan pelatihan dan bimbingan kepada UMKM agar mampu
merambah pasar online (e-commerce). Hal ini didukung dengan meningkatkan
kapasitas sistem pembayaran UMKM dari dominasi tunai menjadi nontunai
melalui QRIS. Upaya ini menunjukkan hasil yang positif dimana transaksi
uang elektronik meningkat 342% (yoy) sepanjang triwulan III 2020.
Secara
umum perekonomian DIY pada 2020 kami perkirakan menurun. Meskipun
mengalami penurunan, kami perkirakan pertumbuhan ekonomi DIY 2020 dapat
tumbuh lebih baik jika dibandingkan dengan proyeksi yang dilakukan
sebelumnya seiring dengan realisasi kinerja perekonomian DIY pada
triwulan III yang lebih baik dari perkiraan. Sementara itu, inflasi DIY
pada 2020 diperkirakan juga lebih rendah dari 2019 dan juga lebih rendah
dari kisaran target yang ditetapkan yakni 3,0±1% (yoy).