Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) merupakan penyempurnaan dari Insentif Makroprudensial yang telah diterapkan sejak Maret 2022. Dalam rangka mendorong intermediasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, diperlukan penguatan stimulus kebijakan makroprudensial yang berbasis likuiditas, salah satunya melalui implementasi KLM. KLM merupakan insentif yang ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui pengurangan giro bank di Bank Indonesia dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) yang wajib dipenuhi secara rata-rata. Pemberian insentif dilakukan berdasarkan pencapaian penyaluran kredit/pembiayaan bank kepada sektor-sektor tertentu secara
targeted.
Kebijakan insentif likuiditas ini telah melalui beberapa tahapan reformulasi sejak penerapannya pertama kali pada 2022. Pada awal tahun 2025, Bank Indonesia memperkuat KLM untuk terus mendorong kredit/pembiayaan perbankan dengan fokus kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau. Dalam rangka dukungan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah, penguatan KLM kembali dilakukan pada 1 April 2025, utamanya melalui penyesuaian pada (i) besaran KLM keseluruhan, (ii) cakupan sektor tertentu, dan (iii) tambahan besaran KLM pada sektor tertentu.
Seiring dengan penerbitan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 7 tahun 2025, KLM yang diberikan disesuaikan dari semula paling tinggi sebesar 4% (400bps) menjadi paling tinggi sebesar 5% (500bps). Adapun penyesuaian besaran KLM dan cakupan sektor ekonomi pendukung penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat dalam pemberian KLM meliputi:
- sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan;
- sektor transportasi, pergudangan, pariwisata, dan ekonomi kreatif; dan/atau
- Sektor konstruksi,
real estate, dan perumahan yang terdiri dari:
- sektor perumahan termasuk perumahan rakyat; dan/atau
- sektor konstruksi dan real estate selain perumahan.
Rincian Besaran Insentif (KLM)
Pembiayaan Sektor Tertentu:
- Sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan
- Sektor transportasi, pergudangan, pariwisata, dan ekonomi kreatif
- Sektor konstruksi,
real estate, dan perumahan rakyat
- Sektor perumahan termasuk perumahan rakyat
- Sektor konstruksi dan real estate selain perumahan
|
3,2%
|
Pembiayaan Inklusif |
1,0%
|
Pembiayaan Ultra Mikro |
0,3%
|
Pembiayaan Berwawasan Lingkungan
|
0,5%
|
Bank Indonesia dapat menambahkan besaran KLM paling banyak sebesar 0,3% untuk masing-masing sektor tertentu dan/atau kredit/pembiayaan inklusif berdasarkan pencapaian Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) jika rata-rata pertumbuhan kredit/pembiayaan memenuhi kriteria:
- bagi sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan, memiliki nilai rata-rata pangsa kredit/pembiayaan lebih besar dari 5% dan nilai rata-rata pertumbuhan kredit/pembiayaan lebih besar dari 5%,
- bagi sektor transportasi, pergudangan, pariwisata, dan ekonomi kreatif, memiliki nilai rata-rata pangsa kredit/pembiayaan lebih besar dari 5% dan nilai rata-rata pertumbuhan kredit/pembiayaan lebih besar dari 5%,
- bagi sektor perumahan, real estate, dan konstruksi
-
bagi sektor perumahan termasuk perumahan rakyat, memiliki nilai rata-rata pangsa Kredit atau Pembiayaan lebih besar dari 2% dan nilai rata-rata pertumbuhan Kredit atau Pembiayaan lebih besar dari 5%; dan
-
bagi sektor konstruksi dan real estate selain perumahan, memiliki nilai rata-rata pangsa Kredit atau Pembiayaan lebih besar dari 5% dan nilai rata-rata pertumbuhan Kredit atau Pembiayaan lebih besar dari 5%, dan
- bagi capaian RPIM yang lebih besar dari atau sama dengan 30%.
Dalam hal ini, tambahan besaran KLM dapat diberikan sepanjang besaran KLM bank belum mencapai 5% sehingga besaran KLM secara keseluruhan paling tinggi tetap sebesar 5%.
Bank Indonesia akan terus memperkuat efektivitas implementasi KLM dengan sinergi kebijakan bersama Pemerintah, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), otoritas dan K/L terkait, perbankan, serta pelaku dunia usaha guna mendukung peningkatan kredit/pembiayaan yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Ketentuan Terkini Mengenai Kebijakan Insentif Makroprudensial (KLM)
Kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) merupakan inovasi kebijakan untuk mendorong pertumbuhan kredit, khususnya kepada UMKM, Korporasi UMKM, dan Perorangan Berpenghasilan Rendah (PBR), sehingga dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi serta memperkuat inklusi keuangan. RPIM adalah rasio yang menggambarkan porsi pembiayaan inklusif bank. Pemenuhan RPIM oleh bank disesuaikan dengan keahlian dan model bisnis masing-masing, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, serta kontribusi bank dalam meningkatkan inklusi keuangan.
Bank dapat memenuhi RPIM melalui pembiayaan inklusif berupa:
- pembiayaan langsung dan rantai pasok (Modalitas 1);
- pembiayaan melalui lembaga jasa keuangan, badan layanan umum, dan/atau badan usaha (Modalitas 2);
- pembelian Surat Berharga Pembiayaan Inklusif (SBPI) (Modalitas 3); dan/atau
- pembiayaan inklusif lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Bank menetapkan target RPIM dalam RBB berdasarkan hasil penilaian mandiri bank. Target RPIM merupakan besaran kewajiban pemenuhan RPIM bagi bank. Besaran kewajiban pemenuhan RPIM ditetapkan harus meningkat dibandingkan RPIM bank posisi akhir bulan Desember tahun sebelumnya. Dalam hal RPIM bank pada posisi akhir bulan Desember tahun sebelumnya sebesar 30% atau lebih maka besaran kewajiban pemenuhan RPIM paling sedikit sebesar pemenuhan RPIM posisi akhir bulan Desember tahun sebelumnya.
Ketentuan Terkini Mengenai RPIM
Rasio
Loan to Value atau
Financing to Value
(LTV/FTV)
adalah
rasio antara nilai kredit/pembiayaan yang diberikan oleh Bank Umum Konvensional maupun Syariah
(termasuk Unit Usaha Syariah) terhadap nilai agunan, berupa properti pada saat pemberian kredit/pembiayaan berdasarkan hasil penilaian terkini. Sedangkan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor adalah pembayaran di muka sebesar persentase tertentu dari nilai harga kendaraan bermotor yang sumber dananya berasal dari debitur atau nasabah.

Instrumen kebijakan makroprudensial ini bersifat countercyclical dengan tujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dengan memitigasi risiko sistemik yang berasal dari peningkatan harga properti yang tidak sesuai dengan fundamental perekonomian. Dalam stance kebijakan makroprudensial akomodatif, instrumen ini bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan yang seimbang, berkualitas, dan berkelanjutan, dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan. Kebijakan ini ditujukan tidak hanya untuk mengatur penawaran kredit perbankan (supply side) tetapi juga untuk mengatur permintaan masyarakat terhadap kredit (demand side), khususnya di sektor properti.
Dengan tujuan memitigasi risiko spekulatif yang dapat mendorong terciptanya harga properti yang tidak wajar maka ditetapkan rasio LTV/FTV berjenjang dan lebih ketat terhadap pemilikan properti lebih dari satu dan pemilikan properti yang belum tersedia. Selain itu, pengaturan batas minimum uang muka kredit/pembiayaan kendaraan bermotor dilakukan untuk memitigasi risiko gagal bayar yang disebabkan oleh kemudahan persyaratan yang ditetapkan dalam pemilikan kendaraan bermotor dan unsur spekulatif dari nasabah yang tidak memiliki kapasitas keuangan yang memadai.
Saat ini, rasio
Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti ditetapkan paling tinggi sebesar 100% dan uang muka kredit/pembiayaan kendaraan bermotor paling rendah sebesar 0%.
Ketentuan Terkini Mengenai Rasio LTV/FTV dan Uang Muka
Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG)
|
:
|
PADG Nomor 21/25/PADG/2019 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
Amandemen:
-
PADG Nomor 22/21/PADG/2020
-
PADG Nomor 23/6/PADG/2021
-
PADG Nomor 23/26/PADG/2021
-
PADG Nomor 24/16/PADG/2022
-
PADG Nomor 19 Tahun 2023
-
PADG Nomor 19 Tahun 2024
|
Ketentuan ini juga mengatur rasio LTV/FTV dan uang muka untuk kredit/pembiayaan properti dan kendaraan bermotor berwawasan lingkungan.
Perkembangan Ketentuan LTV, FTV, dan Uang Muka
15/03/2012 |
-
Penetapan rasio LTV sebesar 70%.
-
Penetapan DP min sebesar 30% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 25% (roda 2)
|
15/03/2012 |
SE No.14/10/DPNP |
Pranala |
24/09/2013 |
-
Penetapan rasio LTV/FTV sebesar 60% s.d. 90%.
-
Penetapan DP min sebesar 30% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 25% (roda 2).
|
24/09/2013 |
SE No.15/40/DKMP |
Pranala |
18/06/2015 |
-
Penetapan rasio LTV/FTV sebesar 60% s.d. 90%.
-
Penetapan DP min sebesar 25% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 20% (roda 2).
|
18/06/2015 |
PBI No.17/10/PBI/2015 |
Pranala |
26/08/2016 |
-
Penetapan rasio LTV/FTV sebesar 60% s.d. 90% (tiering 5%).
-
Penetapan DP min sebesar 25% (roda 4), 20% (roda 4 produktif), 20% (roda 2).
|
29/08/2016 |
PBI No.18/16/PBI/2016 |
Pranala |
30/07/2018 |
- Penetapan rasio LTV/FTV FK 1 diserahkan kpd kebijakan masing-masing bank; FK 2 dst. sebesar 80% s.d 90%.
- Penetapan UM min. sebesar 25% (roda 3 atau lebih), 20% (roda 3 atau lebih produktif), 20% (roda 2)
|
01/08/2018 |
PBI No.20/8/PBI/2018 |
Pranala |
26/11/2019 |
- Penetapan rasio LTV/FTV FK 1 diserahkan kpd kebijakan masing-masing bank; FK 2 dst. sebesar 85% s.d 95%.
- Penetapan UM min. sebesar 15% (roda 3 atau lebih), 10% (roda 3 atau lebih produktif), 15% (roda 2).
- Tambahan keringanan rasio LTV/FTV untuk kredit/pembiayaan properti dan UM KKB berwawasan lingkungan masing-masing sebesar 5%.
|
02/12/2019 |
PBI No. 21/13/PBI/2019 |
Pranala |
26/2/2021 |
- Penetapan rasio LTV paling tinggi sebesar 100%, termasuk properti berwawasan lingkungan.
- Penetapan UM min. 0%, termasuk KKB berwawasan lingkungan.
|
26/02/2021 |
PBI No. 23/2/PBI/2021 |
Pranala |
Countercyclical Capital Buffer (CCyB) adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit dan/atau pembiayaan perbankan yang berlebihan (excessive credit growth) sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Risiko ini terkait dengan perilaku prosiklikalitas penyaluran kredit perbankan, yakni cenderung meningkat saat periode ekonomi ekspansi (boom) dan melambat pada periode ekonomi kontraksi (bust). CCyB perlu diimplementasikan di Indonesia karena adanya perilaku prosiklikalitas, yang ditunjukkan oleh antara pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi yang berbanding lurus.
Tambahan modal yang wajib dibentuk bank pada periode ekspansi dapat digunakan ketika bank menghadapi tekanan saat ekonomi sedang kontraksi, sehingga keberlanjutan fungsi intermediasi bank diharapkan tetap dapat terjaga. Dengan demikian CCyB dapat meningkatkan ketahanan perbankan dengan cara mengurangi prosiklikalitas yakni meredam pertumbuhan kredit yang berlebihan pada fase ekspansi dan mendukung pertumbuhan kredit pada fase kontraksi.
Secara umum, Bank Indonesia akan meningkatkan besaran CCyB pada saat ekonomi sedang ekspansi, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan besaran CCyB pada saat ekonomi sedang kontraksi. Kebijakan ini tidak terpisahkan dari ketentuan permodalan perbankan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diharapkan akan memperkuat daya tahan perbankan. Besaran CCyB bersifat dinamis yaitu berkisar antara 0% sampai 2,5% dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bank. Saat ini, rasio CCyB yang wajib dipenuhi oleh bank adalah sebesar
0%.
Ketentuan terkini mengenai Countercyclical Capital Buffer (CCyB)
Perkembangan Ketentuan Countercyclical Capital Buffer
Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Rasio Intermediasi Makroprudensial Syariah (RIM Syariah) merupakan instrumen makroprudensial yang ditujukan untuk mengurangi
build-up risiko sistemik melalui pengelolaan fungsi intermediasi perbankan agar sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan perekonomian serta tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Instrumen kebijakan makroprudensial ini bersifat
countercyclical dan dapat disesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi dan keuangan. Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) serupa dengan rasio kredit terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio) namun dengan perluasan sehingga komponen pembiayaan mencakup surat berharga yang dimiliki oleh bank dan menambahkan surat berharga yang diterbitkan serta pinjaman yang diterima pada komponen pendanaan. Dengan demikian RIM dapat lebih mencerminkan kemampuan intermediasi bank.
RIM dan RIM Syariah dihitung dengan formula sebagai berikut:
Giro RIM/RIM Syariah adalah saldo giro dalam rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia yang wajib dipelihara oleh Bank Umum Konvensional dan Unit Usaha Syariah, serta Bank Umum Syariah untuk pemenuhan RIM/RIM Syariah yang diatur sebagai berikut:
- Dalam hal RIM/RIM Syariah berada dalam kisaran target RIM/RIM Syariah maka Giro RIM ditetapkan sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam Rupiah.
- Dalam hal RIM/RIM Syariah < batas bawah target RIM maka:
Giro RIM/Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Bawah x (batas bawah target RIM/RIM Syariah – RIM/RIM Syariah) x DPK dalam Rupiah
- Dalam hal RIM/RIM Syariah > batas atas Target RIM/Target RIM Syariah maka:
Giro RIM/Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Atas x (RIM/RIM Syariah - batas atas target RIM/RIM Syariah) x DPK dalam Rupiah
Keterangan:
a. Parameter Disinsentif Atas
KPMM < 14%
|
0
|
KPMM ≥ 14%
|
0
|
b. Parameter Disinsentif Bawah
≥ 5%
|
- |
0 |
< 5%
|
KPMM s.d. 14%
|
0
|
|
14% < KPMM ≥ 19%
|
0,1
|
|
KPMM > 19%
|
0,15
|
Pengetatan kebijakan melalui pengurangan batas atas rasio intermediasi atau peningkatan parameter disinsentif atas diterapkan untuk mencegah perilaku
risk-taking berlebih dari penyaluran kredit berlebihan ketika kondisi ekonomi ekspansif. Sebaliknya, kebijakan akomodatif melalui peningkatan batas minimum rasio intermediasi atau peningkatan parameter disinsentif bawah dilakukan untuk mendorong penyaluran kredit ketika kondisi ekonomi kontraktif.
Untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan,
kebijakan RIM/RIM Syariah saat ini tetap pada kisaran 84-94% dengan disinsentif berupa kewajiban giro RIM/RIM Syariah bagi bank-bank dengan RIM/RIM Syariah yang tidak memenuhi target RIM yang ditetapkan.
Ketentuan Terkini Mengenai RIM/RIM Syariah
Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG)
|
:
|
PADG Nomor 21/22/PADG/2019 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. Amandemen:
-
PADG Nomor 22/11/PADG/2020
- PADG Nomor 22/30/PADG/2020
-
PADG Nomor 23/7/PADG/2021
- PADG Nomor 23/31/PADG/2021
- PADG Nomor 24/14/PADG/2022
- PADG Nomor 10 Tahun 2023
- PADG Nomor 18 Tahun 2023
|
Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial Syariah (PLM Syariah) merupakan cadangan likuiditas minimum dalam Rupiah yang wajib dipelihara oleh Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah dalam bentuk surat berharga dalam Rupiah yang dapat digunakan dalam operasi moneter, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga bank dalam Rupiah.
PLM dan PLM Syariah juga memiliki fitur fleksibilitas, yang berarti pada kondisi tertentu surat berharga tersebut dapat digunakan untuk transaksi repo kepada Bank Indonesia dalam Operasi Pasar Terbuka sebesar persentase tertentu dari DPK bank dalam Rupiah.
Kebijakan PLM/PLM Syariah diharapkan mengatasi permasalahan prosiklikalitas likuiditas serta menjadi instrumen makroprudensial berbasis likuiditas yang berlaku untuk seluruh bank. Dengan penyesuaian besaran PLM yang mempertimbangkan kondisi likuiditas agregat perbankan, PLM dapat ditingkatkan dalam kondisi likuiditas perbankan yang tinggi dan perilaku risk-taking yang mulai terjadi sehingga bank dapat meningkatkan buffer likuiditasnya. Sebaliknya dalam kondisi likuiditas yang lebih rendah, PLM dapat diturunkan sehingga bank dapat menggunakan buffer likuiditas yang dimiliki.
Saat ini, Bank Indonesia memperkuat implementasi kebijakan makroprudensial longgar untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan antara lain melalui penetapan rasio PLM sebesar 5% dengan fleksibilitas repo sebesar 5%, dan rasio PLM Syariah sebesar 3,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5%.
Ketentuan terkini mengenai PLM/PLM Syariah
Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG)
|
:
|
PADG No. 18 Tahun 2023 tanggal 29 November 2023 tentang Perubahan Ketujuh atas PADG No.21/22/PADG/2019 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.
|
Perkembangan PLM/PLM Syariah
3 Apr 2018 |
16 Jul 2018
|
PBI No.20/4/PBI/2018 |
Pranala Siaran Pes
|
PLM |
4% |
2% |
|
|
|
|
PLM Syariah |
4% |
4% |
15 Nov 2018 |
30 Nov 2018 |
PADG No.20/31/PADG/2018 |
Pranala Siaran Pers
|
PLM |
4% |
2% |
|
|
|
|
PLM Syariah |
4% |
4% |
19 Nov 2020 |
30 Sep 2020 |
PBI No.22/17/PBI/2020 |
|
PLM |
6% |
6% |
|
|
|
|
PLM Syariah |
4,5% |
4,5% |
20 Apr 2021
|
30 Sep 2020
|
PBI No.22/17/PBI/2020
|
Pranala Siaran Pers
|
PLM |
6% |
6% |
|
|
|
|
PLM Syariah
|
4,5% |
4,5% |
19 Okt 2021 |
30 Sep 2020 |
PBI No.22/17/PBI/2020 |
Pranala Siaran Pers |
PLM |
6% |
6% |
|
|
|
|
PLM Syariah |
4,5% |
4,5% |
19 April 2022 |
30 Sep 2020 |
PBI No.22/17/PBI/2020 |
Pranala Siaran Pers |
PLM |
6% |
6% |
|
|
|
|
PLM Syariah |
4,5% |
4,5% |
20 Oktober 2022 |
30 Sep 2020 |
PBI No.22/17/PBI/2020 |
Pranala Siaran Pers |
PLM |
6% |
6% |
|
|
|
|
PLM Syariah |
4,5% |
4,5% |
18 April 2023
|
31 Okt 2022
|
PBI No.24/16/PBI/2022
|
Pranala Siaran Pers
|
PLM |
6%
|
6%
|
|
|
|
|
PLM Syariah
|
4,5% |
4,5%
|
19 Oktober 2023
|
31 Okt 2022
|
PBI No.24/16/PBI/2022
|
Pranala Siaran Pers
|
PLM
|
5%
|
5%
|
|
|
|
|
PLM Syariah
|
3,5%
|
3,5%
|
24 April 2024
|
31 Okt 2022
|
PBI No.24/16/PBI/2022
|
Pranala Siaran Pers
|
PLM
|
5% |
5%
|
|
|
|
|
PLM Syariah
|
3,5%
|
3,5%
|
16 Okt 2024
|
31 Okt 2022
|
PBI No.24/16/PBI/2022
|
Pranala Siaran Pers
|
PLM
|
5%
|
5%
|
|
|
|
|
PLM Syariah
|
3,5%
|
3,5%
|
23 April 2025
|
31 Okt 2022
|
PBI No.24/16/PBI/2022
|
Pranala Siaran Pers
|
PLM
|
5%
|
5% |
|
|
|
|
PLM Syariah
|
3,5%
|
3,5%
|
Bank Indonesia selaku otoritas di sektor keuangan turut menjaga stabilitas sistem keuangan salah satunya melalui penyediaan dana dalam menjalankan fungsi
lender of the last resort di antaranya melalui penyediaan dana Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) kepada Bank Umum Konvensional dan Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek berdasarkan prinsip syariah (PLJPS) kepada Bank Umum Syariah yang mengalami kesulitan likuiditas.
Dalam hal ini, kesulitan likuiditas didefinisikan sebagai kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan arus dana keluar (mismatch) sehingga bank umum tidak dapat memenuhi kewajiban GWM. Bank Indonesia dapat memberikan PLJP/PLJPS untuk jangka waktu paling lama 30 hari kalender untuk setiap periode pemberian PLJP/PLJPS yang dapat diperpanjang secara berturut-turut paling banyak 2 (dua) periode (secara keseluruhan maksimum 90 hari kalender).
Ketentuan Terkini PLJP dan PLJPS
Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG)
|
:
|
-
PADG Nomor 21 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional.
-
PADG Nomor 1 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek berdasarkan Prinsip Syariah bagi Bank Umum Syariah.
|
Instrumen PDN bertujuan untuk mengendalikan risiko nilai tukar dan mengatasi currency mismatch yang berlebihan sehingga menjaga ketahanan likuiditas bank. PDN membatasi gap antara aset dan kewajiban dalam mata uang asing yang dimiliki oleh bank sehingga risiko akibat volatilitas pergerakan mata uang asing menjadi terkendali. Selain itu, penerapan ketentuan PDN mendorong bank lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi valuta asing dan menghindari transaksi yang sifatnya spekulatif.
PDN dalam Rupiah dihitung dengan formula sebagai berikut:
PDN* = |(∆ aktiva dan pasiva valas dlm neraca) + (∆ tagihan dan kewajiban valas dalam rekening administratif)|
Kebijakan ini mewajibkan bank untuk mengelola dan memelihara PDN pada akhir hari kerja secara keseluruhan maksimal 20% dari modal (berdasarkan kurs penutupan). Dengan ketentuan ini maka diharapkan bahwa kerugian yang muncul karena perubahan kurs masih dapat diserap modal bank dan tidak berpengaruh besar terhadap kegiatan perbankan.
PDN pertama kali diatur tahun 1989 dengan tujuan untuk menciptakan iklim perbankan yang sehat. Pengaturan terkini dari PDN dimulai dengan penerbitan PBI Nomor 5/13/PBI/2003 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum pada tahun 2003 yang telah diamandemen sebanyak 4 (empat) kali pada tahun 2004, 2005, 2010, dan 2015.
|
|
Ketentuan Terkini Mengenai Posisi Devisa Neto (PDN)
Dalam kapasitasnya sebagai lembaga intermediasi keuangan, bank memanfaatkan utang luar negeri bank dan kewajiban bank lainnya dalam valuta asing sebagai salah satu sumber pendanaan luar negeri jangka pendek yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan kegiatan penyaluran kredit/pembiayaan bank. Kebijakan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) merupakan inovasi instrumen makroprudensial kontrasiklikal untuk memperkuat pendanaan luar negeri jangka pendek bank sesuai dengan kebutuhan perekonomian. RPLN mengatur batas maksimum kewajiban jangka pendek bank terhadap modal bank. Kewajiban jangka pendek yang diperhitungkan dalam RPLN terdiri atas utang luar negeri bank jangka pendek, Surat Utang Valas Domestik jangka pendek, dan/atau Transaksi Partisipasi Risiko jangka pendek.
Terdapat dua fitur kebijakan RPLN:
- Kontrasiklikal (countercyclical): Batasan RPLN bersifat dinamis melalui penetapan parameter kontrasiklikal yang dievaluasi secara berkala, dengan mempertimbankan siklus keuangan dan pertumbuhan ULN bank secara industri.
-
Risk-based approach: Penerapan parameter kontrasiklikal memperhitungkan risiko eksternal dan stabilitas sistem keuangan, termasuk penerapan pinsip kehati-hatian yang mencakup kapasitas permodalan, risiko kredit, dan risiko pasar.
Dengan mekanisme ini, RPLN diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan pendanaan luar negeri Bank tanpa meningkatkan faktor risiko pada sistem perbankan Indonesia
RPLN adalah rasio kewajiban jangka pendek terhadap modal bank yang dihitung secara harian.
Formula RPLN:
|
|
Bank Indonesia menetapkan batasan RPLN paling tinggi sebesar 30% dengan penambahan atau pengurangan persentase parameter kontrasiklikal. Parameter kontrasiklikal merupakan suatu persentase yang menjadi faktor penambah atau faktor pengurang dalam batasan RPLN. Besaran parameter kontrasiklikal yaitu sebesar positif 5%, 0%, atau negatif 5%. Saat ini, parameter kontrasiklikal ditetapkan sebesar 0% sehingga batasan RPLN menjadi sebesar
30%.
Selain itu, bank yang memiliki kewajiban jangka pendek wajib menerapkan prinsip kehati-hatian yang dilaksanakan melalui pemenuhan indikator yang ditetapkan oleh Bank Indonesia meliputi:
- kapasitas permodalan berupa rasio kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko bank,
- risiko kredit berupa rasio kredit atau pembiayaan bermasalah secara bruto lebih kecil dari 5%, dan
- risiko pasar berupa posisi devisa neto dengan besaran persentase posisi devisa neto sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai posisi devisa neto.
Ketentuan Terkini Mengenai RPLN