Berita Terkini (Siaran Pers)

BI Icon
​​​​Departemen Komunikasi ​
11/19/2025 2:55 PM
Hits: 1605

BI-Rate Tetap 4,75%: Mempertahankan Stabilitas, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Siaran Pers
 


No.27/274/DKom 

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 November 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,50%. Keputusan ini konsisten dengan fokus kebijakan jangka pendek pada stabilisasi nilai tukar Rupiah dan menarik aliran masuk investasi portofolio asing dari dampak meningkatnya ketidakpastian global, dengan tetap memperkuat efektivitas transmisi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh selama ini. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga BI-Rate lebih lanjut  dengan prakiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1%, serta perlunya untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pelonggaran kebijakan makroprudensial diperkuat dengan meningkatkan efektivitas implementasi pemberian likuiditas kepada perbankan dalam mempercepat penurunan suku bunga dan kenaikan pertumbuhan kredit/pembiayaan ke sektor riil khususnya sektor-sektor prioritas Pemerintah. Kebijakan sistem pembayaran tetap diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, penguatan struktur industri sistem pembayaran, dan peningkatan daya tahan infrastruktur sistem pembayaran.

Arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk tetap mempertahankan stabilitas dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tersebut didukung dengan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:

  1. Penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi baik transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri maupun transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik. Strategi ini disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder;
  2. Penguatan strategi operasi moneter pro-market dalam mendukung stabilisasi nilai tukar Rupiah dan memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter dengan:
    1. ​mengelola struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas untuk menjaga daya tarik aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik;
    2. menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder secara terukur untuk mengelola kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan;
    3. memperluas instrumen operasi moneter valuta asing dengan instrumen spot dan swap dalam valuta Chinese Yuan (CNY) dan Japanese Yen (JPY) terhadap Rupiah yang terintegrasi dengan pengembangan pasar uang dan pasar valas.
  3. Mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing dalam memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter dan mendukung pembiayaan perekonomian dengan:
    1. memperkuat efektivitas penerbitan BI-FRN (Floating Rate Note) dan pengembangan Overnight Index Swap (OIS) tenor di atas overnight untuk membentuk struktur suku bunga yang efisien di pasar uang;
    2. memperkuat peran dealer utama untuk meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar melalui Central Counterparty (CCP);
    3. mengembangkan transaksi pasar uang dan pasar valas domestik dengan instrumen spot, forward, dan swap dalam valuta Chinese Yuan (CNY) dan Japanese Yen (JPY) terhadap Rupiah untuk mendukung penguatan Local Currency Transaction (LCT). 
  4. Penguatan implementasi pelonggaran Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) melalui pemberian insentif likuiditas kepada perbankan dalam mempercepat penurunan suku bunga (interest-rate channel) dan kenaikan pertumbuhan kredit/pembiayaan (lending channel) ke sektor-sektor prioritas Pemerintah.
  5. Penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM)-(Lampiran 1);
  6. Akselerasi akseptasi pembayaran digital melalui perluasan literasi Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), merchant dan masyarakat terkait QRIS Tap, penguatan implementasi QRIS Antarnegara Indonesia-Tiongkok dan Indonesia-Korea Selatan melalui pelaksanaan sandboxing, implementasi program Kapasitas dan Literasi Sinergi Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (KATALIS P2DD) untuk percepatan digitalisasi Pemerintah Daerah;
  7. Penataan struktur industri sistem pembayaran melalui reformasi pengaturan untuk memperkuat aspek manajemen risiko dan infrastruktur teknologi dalam penyelenggaraan sistem pembayaran.
Selain itu, Bank Indonesia terus memperluas kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait. Bank Indonesia juga terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Sinergi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah diperkuat untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah.

Ketidakpastian pasar keuangan global kembali meningkat di tengah terjadinya temporary government shutdown dan arah suku bunga kebijakan moneter Amerika Serikat (AS). Pertumbuhan ekonomi AS masih melambat akibat berlanjutnya dampak tarif dagang AS dan sempat berhentinya aktivitas Pemerintah yang terlama sepanjang sejarah yang berdampak pada tetap lemahnya kondisi ketenagakerjaan AS. Perlambatan ekonomi juga terjadi di Jepang, Tiongkok, dan India akibat permintaan domestik yang belum kuat. Sementara itu, ekonomi Eropa tumbuh lebih tinggi dari prakiraan akibat realisasi pertumbuhan di triwulan III 2025 yang ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi seiring pelonggaran kebijakan moneter. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2025 diprakirakan tetap sekitar 3,1%. Dari pasar keuangan, ketidakpastian kembali meningkat dipengaruhi oleh penurunan suku bunga kebijakan bank sentral AS yang dinilai pasar lebih berhati-hati (less dovish). Kebijakan tarif yang menahan penurunan inflasi AS serta kondisi pasar tenaga kerja yang belum kuat akibat kebijakan imigrasi dan berhentinya aktivitas Pemerintah di AS diprakirakan mendorong the Fed menahan penurunan Fed Funds Rate (FFR) di sisa tahun 2025. Aliran modal global ke komoditas emas dan aset keuangan AS sebagai safe haven assets terus berlanjut sehingga mendorong peningkatan harga emas dan penguatan indeks mata uang dolar AS (DXY). Sementara itu, aliran modal ke emerging market (EM) lebih terbatas ke pasar saham. Perkembangan ini memerlukan kewaspadaan dan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak rambatan global, menjaga ketahanan eksternal, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri dengan tetap menjaga stabilitas.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan perlu terus ditingkatkan agar sesuai dengan kapasitas perekonomian. Ekonomi Indonesia pada triwulan III 2025 tumbuh 5,04% (yoy), ditopang oleh kinerja ekspor yang tetap baik serta konsumsi Pemerintah yang meningkat seiring percepatan belanja Pemerintah. Sementara itu, konsumsi rumah tangga dan investasi perlu terus didorong sehingga dapat memperkuat permintaan domestik. Secara sektoral, sebagian besar Lapangan Usaha (LU) utama menunjukkan kinerja positif, termasuk LU Industri Pengolahan, LU Perdagangan Besar dan Eceran, serta LU Informasi dan Komunikasi. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tercatat di wilayah Jawa dan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua). Pada triwulan IV 2025, pertumbuhan ekonomi diprakirakan meningkat didukung stimulus fiskal melalui implementasi proyek prioritas dan Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah 2025 serta bauran kebijakan Bank Indonesia yang mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas. Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh lebih tinggi didorong kenaikan ekspektasi penghasilan, khususnya pada kelompok menengah ke bawah, sejalan tambahan bantuan sosial Pemerintah serta kenaikan mobilitas dan aktivitas masyarakat menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Investasi, khususnya nonbangunan, diprakirakan lebih tinggi tecermin dari indeks Prompt Manufacturing Index (PMI) yang tetap pada level ekspansif. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi tahun 2025 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7-5,5%, dan akan meningkat pada 2026. Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan melalui bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang bersinergi dengan kebijakan stimulus fiskal dan sektor riil Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dengan tetap menjaga stabilitas. 

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap terjaga baik sehingga mendukung ketahanan eksternal. Pada triwulan III 2025, transaksi berjalan diprakirakan mencatat surplus sejalan dengan kenaikan ekspor nonmigas, ditopang oleh ekspor minyak kelapa sawit (CPO) ke India, logam mulia dan perhiasan ke Swiss, serta batu bara ke Tiongkok. Sementara dari transaksi modal dan finansial, penanaman modal langsung diprakirakan tetap positif sejalan prospek ekonomi domestik yang tetap baik sedangkan investasi portofolio diprakirakan mengalami net outflows seiring meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Pada triwulan IV 2025, investasi portofolio hingga 17 November 2025 membaik yang mencatat net inflows sebesar 1,8 miliar dolar AS terutama ditopang aliran masuk investasi ke saham. Posisi cadangan devisa pada akhir Oktober 2025 meningkat menjadi sebesar 149,9 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Secara keseluruhan, NPI 2025 diprakirakan tetap berdaya tahan, dengan transaksi berjalan keseluruhan tahun 2025 diprakirakan berada pada kisaran surplus 0,1% sampai dengan defisit 0,7% dari PDB. NPI pada 2026 diprakirakan tetap baik didukung defisit transaksi berjalan yang rendah dan sehat serta aliran modal yang meningkat sejalan prospek ekonomi Indonesia yang lebih baik.​

Nilai tukar Rupiah terkendali di tengah besarnya tekanan akibat ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat. Nilai tukar Rupiah pada 18 November 2025 tercatat sebesar Rp16.735 per dolar AS, atau melemah 0,69% (ptp) dibandingkan dengan level pada akhir Oktober 2025. Pelemahan ini sejalan dengan pergerakan mata uang regional dan mitra dagang Indonesia. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah besarnya tekanan dari ketidakpastian global, Bank Indonesia menempuh langkah stabilisasi melalui intervensi di pasar spot dan pasar NDF baik di off-shore maupun on-shore (DNDF), serta pembelian SBN di pasar sekunder. Peningkatan konversi valas ke Rupiah oleh eksportir seiring penerapan penguatan kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) serta tambahan pasokan valas dari korporasi juga mendukung tetap terkendalinya nilai tukar Rupiah. Ke depan, Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah termasuk melalui intervensi terukur baik transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri maupun transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik,, serta pembelian SBN di pasar sekunder sehingga dapat mendukung pencapaian sasaran inflasi. Nilai tukar Rupiah diprakirakan akan stabil didukung oleh imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan tetap baiknya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Inflasi secara umum tetap terjaga dalam kisaran sasaran. Inflasi IHK pada Oktober 2025 tercatat sebesar 2,86% (yoy). Inflasi inti tetap terjaga sebesar 2,36% (yoy), dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang masih di bawah kapasitas serta didukung konsistensi suku bunga kebijakan moneter Bank Indonesia dalam menjangkar ekspektasi inflasi sesuai dengan sasarannya dan imported inflation yang tetap terkendali. Inflasi kelompok administered prices (AP) terjaga rendah sebesar 1,45% (yoy) seiring dengan penurunan harga bensin dan tarif berbagai jenis angkutan. Sementara itu, inflasi kelompok volatile food (VF) meningkat menjadi 6,59% (yoy) disumbang antara lain oleh komoditas cabai merah, telur ayam ras, dan daging ayam ras dipengaruhi oleh gangguan pasokan akibat perubahan cuaca terkait curah hujan yang lebih besar. Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi tahun 2025 dan 2026 tetap terjaga rendah dalam sasaran 2,5±1%. Inflasi inti diprakirakan tetap rendah seiring ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas ekonomi yang masih besar, imported inflation yang terkendali, dan dampak positif dari digitalisasi. Sementara itu, inflasi VF diprakirakan tetap terkendali didukung oleh sinergi pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat/Daerah (TPIP/TPID) dan penguatan implementasi Program Ketahanan Pangan Nasional.

Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian. Kebijakan moneter ditempuh melalui penurunan suku bunga BI-Rate, stabilisasi nilai tukar Rupiah, dan ekspansi likuiditas moneter. BI-Rate telah turun sebesar 150 bps, yaitu 25 bps pada September 2024 dan 125 bps selama tahun 2025 menjadi 4,75% hingga Oktober 2025, yang merupakan level terendah sejak tahun 2022. Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah terus diperkuat dengan intervensi di pasar off-shore melalui NDF dan intervensi di pasar domestik melalui pasar spot, DNDF, serta pembelian SBN di pasar sekunder. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia menetapkan suku bunga instrumen moneter valas yang kompetitif untuk menjaga daya tarik penempatan dana di Indonesia yang dapat mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah. Ekspansi likuiditas Rupiah juga ditempuh Bank Indonesia melalui penurunan posisi instrumen moneter SRBI dari Rp916,97 triliun pada awal tahun 2025 menjadi Rp699,30 triliun pada 17 November 2025. Bank Indonesia membeli SBN sebagai bentuk sinergi erat antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, yang hingga 18 November 2025 mencapai Rp289,91 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan Pemerintah sebesar Rp212,60 triliun. Pembelian SBN di pasar sekunder dilakukan sesuai mekanisme pasar, terukur, transparan, dan konsisten dengan program moneter dalam menjaga stabilitas perekonomian sehingga dapat terus menjaga kredibilitas kebijakan moneter.

Kebijakan moneter juga didukung oleh kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dan akselerasi digitalisasi sistem pembayaran guna mendorong pertumbuhan ekonomi. KLM diarahkan untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan. Hingga minggu pertama November 2025, total insentif KLM mencapai Rp404,6 triliun, masing-masing disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp179,4 triliun, BUSN sebesar Rp179,9 triliun, BPD sebesar Rp39,3 triliun, dan KCBA sebesar Rp6 triliun. Secara sektoral, insentif KLM disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni sektor Pertanian, Perdagangan dan Manufaktur, sektor Real Estate, Perumahan Rakyat, dan Konstruksi, sektor Transportasi, Pergudangan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan Hijau. Bank Indonesia telah memperkuat implementasi KLM yang berbasis kinerja dan berorientasi ke depan yang berlaku efektif mulai 1 Desember 2025. Dalam penguatan ini, insentif likuiditas diberikan kepada bank yang berkomitmen menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu (lending channel) dan menetapkan suku bunga kredit/pembiayaan yang sejalan dengan arah suku bunga kebijakan Bank Indonesia (interest rate channel). Implementasi penguatan KLM tersebut diprakirakan dapat memberikan tambahan insentif likuiditas sekitar Rp18,5 triliun dari insentif KLM saat ini.

Bank Indonesia memandang penguatan efektivitas transmisi pelonggaran kebijakan moneter terhadap penurunan suku bunga perbankan perlu terus ditempuh. Pelonggaran kebijakan moneter yang telah ditempuh Bank Indonesia dan penempatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) Pemerintah di perbankan perlu diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan lebih cepat. Seiring dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps selama tahun 2025 dan ekspansi likuiditas moneter Bank Indonesia, suku bunga INDONIA turun sebesar 203 bps dari 6,03% pada awal 2025 menjadi 4,00% pada 18 November 2025. Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun masing-masing sebesar 254 bps, 256 bps, dan 257 bps sejak awal 2025 menjadi 4,62%; 4,65%; dan 4,69% pada 14 November 2025. Imbal hasil SBN untuk tenor 2 tahun menurun sebesar 226 bps dari 6,96% pada awal 2025 menjadi 4,70% pada 18 November 2025, sementara untuk tenor 10 tahun menurun sebesar 113 bps dari tingkat tertinggi 7,26% pada pertengahan Januari 2025 menjadi 6,13%. Namun demikian, penurunan suku bunga perbankan masih berjalan lambat sehingga perlu dipercepat. Dibandingkan dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun sebesar 56 bps dari 4,81% pada awal 2025 menjadi 4,25% pada Oktober 2025, terutama dipengaruhi oleh pemberian special rate kepada deposan besar yang mencapai 27% dari total DPK bank. Penurunan suku bunga kredit perbankan bahkan berjalan lebih lambat, yaitu sebesar 20 bps dari 9,20% pada awal 2025 menjadi sebesar 9,00% pada Oktober 2025.

Jumlah uang beredar meningkat sejalan dengan kebijakan moneter longgar dan dampak penempatan dana SAL Pemerintah di perbankan. Pertumbuhan uang Primer (M0) Adjusted, yaitu uang primer yang telah menetralisasi dampak penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) bank di Bank Indonesia karena pemberian kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) tercatat tinggi 14,38% (yoy) pada Oktober 2025, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan M0 (tanpa memperhitungkan dampak KLM) sebesar 7,75% (yoy). Dari faktor yang memengaruhi, tingginya M0 Adjusted ini dipengaruhi oleh ekspansi keuangan Pemerintah, termasuk karena pengalihan penempatan dana SAL Pemerintah ke perbankan, yang tecermin pada ekspansi Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat (Net Claims on Government-NCG). Pelonggaran kebijakan moneter berdampak pada pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) September 2025 yang meningkat dari 5,46% (yoy) pada Januari 2025 menjadi 8,02% (yoy). Dari sisi komponen, kenaikan pertumbuhan M2 dipengaruhi oleh pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) dari 7,25% (yoy) pada Januari 2025 menjadi 10,72% (yoy) pada September 2025, sejalan dengan pertumbuhan uang kartal di luar bank umum dan BPR dari 10,30% (yoy) pada Januari 2025 menjadi 14,50% (yoy) pada September 2025. Sementara dari sisi faktor yang memengaruhi, kenaikan M2 dipengaruhi oleh peningkatan Aktiva Luar Negeri Bersih (Net Foreign Asset-NFA) dan ekspansi keuangan Pemerintah. Ke depan, jumlah uang yang beredar diprakirakan meningkat sejalan dengan ekspansi kebijakan fiskal Pemerintah dan peningkatan kegiatan ekonomi.

Pertumbuhan kredit perbankan perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Kredit perbankan pada Oktober 2025 tercatat sebesar 7,36% (yoy), melambat dari 7,70% (yoy) pada bulan sebelumnya. Permintaan kredit yang belum kuat dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih menahan ekspansi (wait and see), optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, dan suku bunga kredit yang masih relatif tinggi. Fasilitas pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) pada Oktober 2025 masih cukup besar, yaitu mencapai Rp2.450,7 triliun atau 22,97% dari plafon kredit yang tersedia. Sementara dari sisi penawaran, kapasitas pembiayaan bank memadai ditopang oleh rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang meningkat menjadi sebesar 29,47% dan DPK yang tumbuh sebesar 11,48% (yoy) pada Oktober 2025 didorong ekspansi keuangan Pemerintah termasuk penempatan dana Pemerintah pada beberapa bank besar, serta kebijakan pelonggaran likuiditas dan insentif kebijakan makroprudensial Bank Indonesia. Minat penyaluran kredit perbankan pada umumnya juga cukup baik yang tecermin pada persyaratan pemberian kredit (lending requirement) yang semakin longgar. Namun demikian, lending requirement segmen kredit konsumsi dan UMKM masih meningkat seiring dengan sikap kehati-hatian bank sejalan dengan tingginya risiko kredit pada kedua segmen tersebut. Kondisi ini memengaruhi pertumbuhan kredit UMKM Oktober 2025 yang turun menjadi sebesar -0,11% (yoy). Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit 2025 berada pada batas bawah kisaran 8-11% dan akan meningkat pada 2026. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan KSSK untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan serta memperbaiki struktur suku bunga.

Ketahanan perbankan tetap kuat. Permodalan terjaga pada level tinggi, likuiditas perbankan tetap memadai, dan risiko kredit rendah. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada September 2025 meningkat menjadi sebesar 26,15% sehingga semakin mampu menyerap risiko. Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan terjaga rendah sebesar 2,24% (bruto) dan 0,87% (neto) pada September 2025. NPL (bruto) UMKM cenderung meningkat dari 4,46% pada September 2025 menjadi 4,51% pada Oktober 2025. Hasil stress test Bank Indonesia menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat, ditopang oleh kemampuan bayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi global dan domestik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.

Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital pada Oktober 2025 tetap tumbuh positif didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Volume transaksi pembayaran digital mencapai 4,45 miliar transaksi atau tumbuh 31,20% (yoy) pada Oktober 2025 didukung oleh perluasan akseptasi pembayaran digital. Volume transaksi aplikasi mobile dan internet masing-masing tumbuh sebesar 2,91% (yoy) dan 12,03% (yoy), termasuk transaksi QRIS yang tumbuh 139,45% (yoy). Kinerja positif tersebut didukung oleh peningkatan jumlah pengguna dan merchant. Dari sisi infrastruktur, volume transaksi ritel yang diproses melalui BI-FAST mencapai 446,77 juta transaksi atau tumbuh 31,96% (yoy) dengan nilai transaksi mencapai Rp1.115,09 triliun pada Oktober 2025. Volume transaksi nilai besar yang diproses melalui Sistem BI-RTGS tercatat sebanyak 0,99 juta transaksi, dengan nilai sebesar Rp22.524,61 triliun pada Oktober 2025. Sementara dari sisi pengelolaan uang Rupiah, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh 13,37% (yoy) menjadi Rp1.213,76 triliun pada Oktober 2025. 

Stabilitas sistem pembayaran tetap terjaga, ditopang oleh infrastruktur yang stabil dan struktur industri yang sehat. Infrastruktur yang stabil tecermin pada penyelenggaraan SPBI dan sistem pembayaran industri yang lancar dan andal serta kecukupan pasokan uang dalam jumlah dan kualitas yang memadai pada Oktober 2025. Struktur industri yang sehat tergambar pada interkoneksi antarpelaku dalam sistem pembayaran yang terus menguat dan diikuti oleh ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) yang meluas. Perluasan adopsi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) mendukung penguatan interkoneksi, tecermin dari transaksi pembayaran berbasis SNAP yang terus meningkat. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memastikan keamanan dan keandalan infrastruktur SPBI, baik ritel maupun wholesale, serta infrastruktur sistem pembayaran industri. Selain itu, struktur industri sistem pembayaran akan terus diperkuat, khususnya pada aspek manajemen risiko dan keandalan infrastruktur teknologi pelaku industri. Bank Indonesia terus menjaga ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk daerah Terdepan, Terluar, dan Terpencil (3T).


Jakarta, 19 November 2025
Departemen Komunikasi
Junanto Herdiawan
Direktur Eksekutif

​ 

[1] Pembayaran digital terdiri atas transaksi melalui aplikasi mobile dan internet. 

Lampiran
Kontak

Contact Center Bank Indonesia Bicara: (62 21) 131
e-mail : bicara@bi.go.id
Jam operasional Senin s.d. Jumat Pkl. 08.00 s.d 16.00 WIB

Halaman ini terakhir diperbarui 11/19/2025 4:44 PM
Apakah halaman ini bermanfaat?
Terima Kasih! Apakah Anda ingin memberikan rincian lebih detail?
Tag :

Baca Juga