RINGKASAN EKSEKUTIF
Sektor Kelautan Indonesia memegang peranan yang penting dalam perekonomian, terlihat dari potensi kelautan Indonesia diperkirakan mencapai US$1,2 triliun per tahun dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 60 juta orang (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2015). Potensi dimaksud didukung oleh data BPS yang melaporkan sektor perikanan pada kuartal III 2015 tumbuh sebesar 8,37% atau melampaui target pemerintah 7% serta turut berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional yaitu sebesar 2,31% pada Triwulan III 2015. Namun besarnya potensi tersebut tidak sejalan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir yang cenderung rendah. Pada tahun 2014, jumlah masyarakat miskin di wilayah pesisir dapat dikategorikan besar yaitu 25% dari total penduduk miskin di Indonesia (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015). Salah satu kesulitan yang dialami masyarakat pesisir adalah belum dapat mengakses sebagian besar layanan keuangan formal, yang antara lain disebabkan oleh perhatian bank untuk masyarakat pesisir dirasa masih kurang karena bank menganggap sifat usaha masyarakat pesisir dikategorikan berisiko tinggi.
Untuk mengisi gap antara potensi perikanan Indonesia dengan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir, Bank Indonesia telah melaksanakan Kajian Potensi Keuangan Unbanked People pada tahun 2015 dan menindaklanjuti kajian tersebut melalui pelaksanaan pilot project peningkatan akses jasa keuangan pada kelompok masyarakat pesisir sektor perikanan tangkap. Pelaksanaan pilot project dilakukan di dua lokasi yaitu Kabupaten Demak, Jawa Tengah dan Kabupaten Gorontalo Utara, Gorontalo, dengan tahapan a.l. berupa identifikasi dan penetapan kelompok pilot project dan stakeholders yang akan terlibat, FGD terkait pelaksanaan pilot project, sosialisasi pemanfaatan produk serta jasa layanan keuangan, dan monitoring serta evaluasi melalui impact assessment.
Pilot project peningkatan akses jasa keuangan pada kelompok masyarakat pesisir sektor perikanan antara lain bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan akses jasa layanan keuangan, membangun komitmen masyarakat pesisir dan lembaga keuangan, mengidentifikasi key success factor, serta memberikan rekomendasi dalam perumusan dan implementasi kebijakan terkait pemanfaatan jasa layanan keuangan oleh masyarakat pesisir.
Berdasarkan pelaksanaan pilot project tersebut, diperoleh informasi bahwa mayoritas masyarakat pesisir belum memanfaatkan jasa layanan keuangan perbankan seperti tabungan atau kredit dari lembaga keuangan formal seperti perbankan. Penyebab rendahnya pemanfaatan jasa layanan perbankan dipengaruhi beberapa hambatan baik dari masyarakat pesisir maupun perbankan.
Hambatan yang dialami masyarakat pesisir a.l. dikarenakan keterbatasan pengetahuan terkait jasa layanan perbankan serta adanya persepsi bahwa prosedur dan persyaratan untuk menjadi nasabah bank sulit untuk dipenuhi, adanya budaya menabung dalam bentuk pembelian aset seperti perhiasan emas untuk menunjukkan status sosial, perilaku konsumtif, kemampuan pengelolaan keuangan yang rendah, ketidakpastian penghasilan sehingga dinilai sebagai kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi, serta persepsi negatif kepada masyarakat pesisir dimana umumnya debitur yang mendapat kredit tidak memanfaatkan dananya untuk kebutuhan usaha. Sedangkan beberapa faktor atau hambatan dari sisi perbankan yang menyebabkan rendahnya akses keuangan adalah jadwal operasional perbankan tidak sesuai dengan jadwal usaha masyarakat pesisir, lokasi bank yang jauh dari wilayah tempat tinggal, serta belum adanya skema pembiayaan yang sesuai untuk masyarakat pesisir, seperti mempertimbangkan grace period saat musim tidak melaut.
Berdasarkan kendala pemanfaatan jasa layanan keuangan tersebut maka dilakukan beberapa tahapan pilot project yaitu sosialisasi produk dan layanan perbankan, fasilitasi pemanfaatan layanan keuangan seperti tabungan, kredit mikro, fasilitas transfer/pembayaran, dan penggunaan mesin EDC bekerjasama dengan bank mitra pada kelompok masyarakat tersebut, serta peningkatan kapasitas usaha a.l. melalui pelatihan manajemen keuangan sederhana, teknik pemasaran produk hasil olahan perikanan tangkap, serta pemanfaatan hutan bakau (mangrove) atau sumber daya alam lainnya sebagai alternatif usaha bagi masyarakat pesisir.
Dalam rangka menilai persepsi masyarakat pesisir terhadap jasa layanan keuangan, maka dilakukan impact assessment sebagai tahapan monitoring dan evaluasi saat pilot project selesai dilaksanakan. Impact assessment menunjukkan bahwa tahapan pilot project mampu merubah mindset responden masyarakat pesisir menjadi lebih positif dalam hal peningkatan persepsi masyarakat pesisir terhadap produk dan layanan perbankan.
Adapun produk tabungan dan kredit yang dinilai sesuai untuk masyarakat pesisir adalah sbb.:
Jenis Produk :
Parameter
Produk yang Ideal
Tabungan
Produk
Tabungan umum (TabunganKu) atau rekening ponsel yang dapat diakses oleh semua jenis telepon seluler
Biaya
Biaya administrasi murah
Agen/Lokasi
Terdapat agen bank di wilayah tempat tinggal yang sekaligus berperan untuk mensosialisasikan jasa perbankan seperti transfer, pembayaran, penggunaan rekening ponsel, serta penggunaan mesin EDC yang selalu di bawa oleh agen bank atau berada di kantor unit bank
Fasilitas
Kartu ATM untuk transasksi melalui mesin EDC/ATM
Skema Kredit
Skema
Kredit mikro/ KUR
Agunan
Non-collateral
Apabila mempersyaratkan agunan, dapat menggunakan BPKP kendaraan bermotor atau sertifikat tanah, untuk itu program SEHAT (Sertipikasi Hak atas Tanah untuk nelayan) perlu terus digiatkan
Dapat menggunakan aset koperasi sebagai agunan, dimana kredit diajukan atas nama koperasi namun dimanfaatkan oleh anggota koperasi
Plafon
Disesuaikan dengan kebutuhan modal kerja atau investasi
Grace periode
Menyediakan fasilitas grace periode saat musim tidak melaut (selama 3 s.d. 4 bulan per tahun)
Bentuk pelatihan yang dibutuhkan masyarakat pesisir untuk peningkatan kapasitas usaha yaitu pelatihan pengolahan usaha yang bersumber dari hasil tangkapan atau sumber daya alam disekitar wilayah pesisir sebagai sumber usaha alternatif, pemasaran produk (sebagai distributor perdagangan ikan dari nelayan ke pasar), serta pengelolaan keuangan dan pengelolaan rencana masa depan.
Terkait penguatan kelembagaan, untuk wilayah Kabupaten Gorontalo Utara telah terdapat kelembagaan kelompok yang tergabung dalam koperasi. Untuk memperluas akses kredit/pembiayaan anggota koperasi kepada lembaga keuangan, maka koperasi perlu bekerjasama dengan perbankan. Penyaluran kredit dapat melalui koperasi (dengan pola linkage) ataupun langsung kepada anggota koperasi. Sementara untuk wilayah Kabupaten Demak, baru terdapat kelembagaan dalam bentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB), sehingga perlu adanya penguatan kelembagaan kelompok menjadi koperasi yang sudah memiliki AD/ART. Legalitas ini diperlukan agar kelompok/koperasi dapat mengakses kredit/pembiayaan dari perbankan.
Program pengembangan masyarakat pesisir juga harus tetap dilakukan secara berkelanjutan dan bersinergi antara lembaga pemerintah, lembaga keuangan, LSM dan pihak swasta utamanya dalam hal merubah mindset/pola pikir masyarakat a.l. melalui sosialisasi bekerjasama dengan lembaga perbankan. Selain itu, program pendampingan perlu dilaksanakan dalam upaya menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir seperti pelatihan pengelolaan keuangan, pengelolaan hasil tangkap, peningkatan kapasitas diri dan penguatan kelembagaan bagi kelompok nelayan yang masih belum memiliki status hukum. Berdasarkan pilot project, diharapkan selanjutnya dapat dilaksanakan analisis value chain terkait nelayan agar dapat ditingkatkan value added sehingga kesejahteraan dapat dinikmati oleh semua pihak dalam rantai pasokan yang terkait.