Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 November 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar
dan sistem keuangan, di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia juga terus
mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan ekonomi
lebih lanjut, melalui berbagai langkah berikut:
- Melanjutkan
kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang
sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar;
- Melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akomodatif;
- Memperkuat
kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman
analisis pada kelompok bank-bank terbesar yang memiliki pangsa kredit
sekitar 70% dari industri (Lampiran);
- Mempertahankan kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) QRIS untuk merchant
kategori Usaha Mikro (UMI) sebesar 0% sampai dengan 30 Juni 2022 untuk
menjaga kesinambungan akseptasi dan penggunaan QRIS dengan tetap menjaga
sustainabilitas industri;
- Memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta melanjutkan sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement
(LCS) bekerja sama dengan instansi terkait. Pada November dan Desember
2021 akan diselenggarakan promosi investasi dan perdagangan di Jepang,
Tiongkok, Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Brunei, dan Singapura.
Bank
Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka menjaga stabilitas
sistem keuangan dan meningkatkan kredit/pembiayaan
kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Pemulihan ekonomi dunia sesuai prakiraan, meskipun dibayangi gangguan rantai pasok dan keterbatasan energi.
Pada triwulan III 2021 pertumbuhan ekonomi di berbagai negara seperti
Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan Jepang melambat akibat kenaikan
kasus varian delta Covid-19, serta gangguan rantai pasok dan energi. Di
sisi lain, pertumbuhan ekonomi di Eropa tetap tinggi didorong oleh
pembukaan ekonomi yang semakin luas. Memasuki triwulan IV 2021,
pemulihan ekonomi global diprakirakan terus berlangsung. Hal ini
dikonfirmasi oleh berbagai indikator dini pada Oktober 2021, seperti Purchasing Managers' Index
(PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel, termasuk mulai
berkurangnya keterbatasan energi di Tiongkok. Dengan perkembangan
tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi global 2021
sekitar 5,7% dan tetap baik pada 2022. Kenaikan volume perdagangan dan
harga komoditas dunia masih berlanjut, sehingga menopang prospek ekspor
negara berkembang. Ketidakpastian pasar keuangan global belum sepenuhnya
mereda didorong kekhawatiran pengetatan kebijakan moneter global yang
lebih cepat sejalan kenaikan inflasi yang terus berlangsung.
Perkembangan tersebut mengakibatkan terbatasnya aliran modal dan tekanan
nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Perbaikan ekonomi domestik diprakirakan terus berlangsung secara bertahap.
Kinerja ekonomi triwulan III 2021 tercatat tumbuh positif sebesar 3,51%
(yoy), meskipun lebih rendah dari capaian triwulan sebelumnya sebesar
7,07% (yoy) seiring pembatasan mobilitas untuk mengatasi varian delta
Covid-19. Perkembangan tersebut ditopang oleh tetap tingginya ekspor, di
tengah tertahannya konsumsi rumah tangga dan investasi. Pertumbuhan
ekonomi juga didukung oleh kinerja positif Lapangan Usaha (LU) Industri
Pengolahan, Perdagangan, dan Pertambangan, serta kinerja ekonomi wilayah
Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), Kalimantan, dan Sumatera. Kinerja
ekonomi diprakirakan meningkat pada triwulan IV 2021, didukung oleh
perbaikan kinerja ekspor, kenaikan belanja fiskal Pemerintah, maupun
peningkatan konsumsi dan investasi. Hal ini tercermin dari kenaikan
indikator hingga awal November 2021 seperti mobilitas masyarakat,
penjualan eceran, ekspektasi konsumen, PMI Manufaktur, serta realisasi
ekspor dan impor. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan meningkat lebih
tinggi pada tahun 2022, didorong pula oleh mobilitas yang terus
meningkat sejalan dengan akselerasi vaksinasi, pembukaan sektor-sektor
ekonomi yang lebih luas, dan stimulus kebijakan yang berlanjut.
Ketahanan sektor eksternal Indonesia tetap terjaga didukung oleh perbaikan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Transaksi berjalan triwulan III 2021 diprakirakan mencatat surplus,
ditopang oleh kinerja ekspor yang tinggi sejalan dengan kenaikan
permintaan global dan harga komoditas dunia. Surplus transaksi modal dan
finansial diprakirakan berlanjut didorong oleh aliran masuk modal asing
baik dalam bentuk investasi langsung maupun investasi portofolio. Pada
triwulan IV 2021, kinerja neraca perdagangan tetap baik dengan surplus
mencapai 5,7 miliar dolar AS pada Oktober 2021, tertinggi sepanjang
sejarah pencatatan. Perkembangan ini didukung oleh kinerja ekspor
komoditas utama, seperti batu bara, CPO, serta besi dan baja. Sementara
itu, investasi portofolio pada triwulan IV 2021 (hingga 16 November
2021) mencatat net inflows sebesar 0,14 miliar dolar AS. Posisi
cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2021 tercatat sebesar
145,5 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 8,5 bulan impor atau 8,3
bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada
di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan,
defisit transaksi berjalan diprakirakan akan tetap rendah pada tahun
2021 dan 2022, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal Indonesia.
Dengan
langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia, pergerakan nilai tukar
Rupiah terkendali, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang
belum sepenuhnya mereda. Nilai tukar Rupiah pada 17 November 2021 melemah 0,53% secara point to point
dan 0,56% secara rerata dibandingkan dengan level Oktober 2021.
Pelemahan nilai tukar Rupiah disebabkan oleh aliran masuk modal asing
yang terbatas di tengah persepsi positif terhadap prospek perekonomian
domestik dan terjaganya pasokan valas domestik. Dengan perkembangan
tersebut, Rupiah sampai dengan 17 November 2021 mencatat depresiasi
sebesar 1,35% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020, lebih rendah
dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya,
seperti India, Malaysia, dan Filipina. Bank Indonesia terus memperkuat
kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya
dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan
ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian.
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Oktober 2021 tercatat inflasi 0,12%
(mtm) sehingga inflasi IHK sampai Oktober 2021 mencapai 0,93% (ytd).
Secara tahunan, inflasi IHK tercatat 1,66% (yoy), meningkat dari inflasi
September 2021 sebesar 1,60% (yoy). Inflasi inti tetap rendah di tengah
permintaan domestik yang mulai meningkat, didukung oleh pasokan yang
terkendali, nilai tukar yang stabil, dan ekspektasi inflasi yang
terjaga. Inflasi kelompok volatile food melambat disebabkan pasokan barang yang memadai. Inflasi kelompok administered prices
meningkat dipengaruhi kenaikan tarif angkutan udara sejalan mobilitas
yang mulai membaik dan masih berlanjutnya dampak kenaikan cukai
tembakau. Inflasi pada tahun 2021 dan 2022 diprakirakan berada dalam
kisaran sasaran 3,0±1%. Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas
harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui Tim
Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) guna menjaga
inflasi IHK dalam kisaran targetnya.
Kondisi
likuiditas sangat longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif
dan dampak sinergi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam mendukung
pemulihan ekonomi nasional. Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing)
di perbankan sebesar Rp137,24 triliun pada tahun 2021 (hingga 16
November 2021). Sepanjang 2021, Bank Indonesia telah melakukan pembelian
SBN di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2021 sebesar Rp143,32 triliun
sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank
Indonesia tanggal 16 April 2020 sebagaimana telah diperpanjang tanggal
11 Desember 2020 hingga 31 Desember 2021. Pembelian tersebut terdiri
dari Rp67,87 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun
melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO). Dengan ekspansi
moneter tersebut, kondisi likuiditas perbankan pada Oktober 2021 sangat
longgar, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga
(AL/DPK) yang tinggi, yakni 34,05% dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
tumbuh sebesar 9,44% (yoy). Likuiditas perekonomian meningkat, tercermin
pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh
meningkat masing-masing sebesar 14,6% (yoy) dan 10,4% (yoy). Pertumbuhan
uang beredar tersebut terutama didukung oleh peningkatan ekspansi
fiskal dan kredit perbankan.
Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang masih longgar mendorong suku bunga kredit perbankan terus dalam tren menurun. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan
suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, masing-masing
sebesar 52 bps dan 151 bps sejak Oktober 2020 menjadi 2,80% dan 3,17%
pada Oktober 2021. Di pasar kredit, penurunan SBDK perbankan terus
berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru. Aktivitas ekonomi
dan mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi
risiko perbankan, sehingga berdampak positif bagi penurunan suku bunga
kredit baru. Bank Indonesia terus mendorong perbankan untuk melanjutkan
penurunan suku bunga kredit sebagai bagian dari upaya bersama untuk
meningkatkan kredit kepada dunia usaha.
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga dan fungsi intermediasi perbankan melanjutkan perbaikan secara bertahap. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) perbankan September 2021 tetap tinggi sebesar 25,18%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan /
NPL) tetap terjaga, yakni 3,22% (bruto) dan 1,04% (neto). Intermediasi
perbankan melanjutkan pertumbuhan positif yaitu sebesar 3,24% (yoy) pada
Oktober 2021, yang didorong baik oleh permintaan dan penawaran.
Permintaan kredit membaik sejalan dengan meningkatnya aktivitas dunia
usaha dan konsumsi sejalan dengan melonggarnya aktivitas masyarakat.
Dari sisi penawaran, standar penyaluran kredit oleh perbankan melonggar
seiring dengan menurunnya persepsi risiko. Seluruh kelompok penggunaan
kredit telah tumbuh positif, terutama Kredit Konsumsi dan Kredit Modal
Kerja. Di sektor konsumsi, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terus mencatat
pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 8,87% (yoy). Sementara itu,
pertumbuhan kredit UMKM meningkat menjadi sebesar 3,04% (yoy). Hal ini
menunjukkan berlanjutnya perbaikan di sektor riil dan dunia usaha,
khususnya UMKM. Bank Indonesia akan terus melanjutkan kebijakan
makroprudensial yang akomodatif serta sinergi kebijakan dengan
Pemerintah dan otoritas lainnya di sektor keuangan untuk mendorong
peningkatan kredit perbankan.
Bank Indonesia terus melakukan akselerasi
program-program digitalisasi sesuai BSPI 2025 untuk integrasi ekonomi
keuangan digital dan inklusi ekonomi keuangan, serta mendukung pemulihan
ekonomi nasional. Transaksi ekonomi dan keuangan digital
tumbuh pesat seiring meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat
untuk berbelanja daring, perluasan dan kemudahan sistem pembayaran
digital, serta akselerasi digital banking. Pada Oktober 2021, nilai transaksi uang elektronik (UE) tumbuh 55,54% (yoy) mencapai Rp29,23 triliun dan nilai transaksi digital banking
meningkat 63,31% (yoy) menjadi Rp3.910,25 triliun. Nilai transaksi
pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit tercatat
Rp664,26 triliun, tumbuh 6,37% (yoy). Hal ini diperkuat dengan
perluasan ekosistem QRIS yang telah melampaui target tahun 2021 dan
mencapai 12,5 juta merchant di pertengahan November 2021.
Pencapaian tersebut merupakan hasil kolaborasi dan sinergi Pemerintah
Pusat dan Daerah, Kementerian/Lembaga, asosiasi/organisasi dan industri,
serta seluruh elemen masyarakat. Di sisi tunai, Uang Kartal Yang
Diedarkan (UYD) pada Oktober 2021 meningkat 5,9% (yoy) mencapai Rp854,3
triliun. Bank Indonesia terus memastikan ketersediaan uang di seluruh
wilayah Indonesia, serta melakukan digitalisasi pengelolaan uang Rupiah
dan edukasi Cinta Bangga Paham (CBP) Rupiah.