Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Desember 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar
dan sistem keuangan, di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia juga terus
mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan ekonomi
lebih lanjut, melalui berbagai langkah berikut:
- Menegaskan
arah bauran kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2022 sebagaimana
disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2021 tanggal 24
November 2021. Kebijakan moneter tahun 2022 akan lebih diarahkan untuk
menjaga stabilitas, sementara kebijakan makroprudensial, sistem
pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan
hijau, tetap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi;
- Melanjutkan
kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang
sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar;
- Melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akomodatif;
- Memperkuat kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman perkembangan spread suku bunga kredit terhadap suku bunga deposito per kelompok bank (Lampiran);
- Melanjutkan
masa berlaku tarif SKNBI sebesar Rp1 dari Bank Indonesia ke bank dan
maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah, dari semula berakhir 31
Desember 2021 menjadi sampai dengan 30 Juni 2022 untuk mendukung
pemulihan ekonomi nasional;
- Menargetkan 15 juta pengguna baru
QRIS pada 2022 untuk mendorong peningkatan transaksi QRIS melalui
koordinasi dengan Penyelenggara Jasa Pembayaran dan Kementerian/Lembaga
terkait;
- Memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta melanjutkan sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement
(LCS) bekerja sama dengan instansi terkait. Pada Desember 2021 dan
Januari 2022 akan diselenggarakan promosi investasi di Tiongkok dan
Finlandia.
Bank Indonesia terus
memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan
dan meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha
pada sektor-sektor prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,
ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Ekonomi global tumbuh sesuai prakiraan pada 2021 dan berlanjut pada 2022, meski masih dibayangi gangguan rantai pasok dan kenaikan kasus Covid-19. Pertumbuhan
ekonomi global diprakirakan akan berlangsung lebih seimbang, tidak
hanya bertumpu pada pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok,
namun juga disertai dengan perbaikan ekonomi Eropa, Jepang, dan India.
Perkembangan tersebut didorong oleh akselerasi tingkat vaksinasi,
stimulus kebijakan, dan pemulihan kegiatan usaha secara bertahap.
Berbagai indikator ekonomi pada November 2021, antara lain Purchasing Managers' Index
(PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel, menunjukkan pemulihan
yang terus berlangsung, di tengah indikator waktu transportasi (PMI Suppliers' Delivery Times Index)
barang global yang masih tertahan. Dengan perkembangan tersebut, Bank
Indonesia memprakirakan ekonomi dunia tumbuh sesuai proyeksi sekitar
5,7% pada 2021 dan 4,4% pada 2022. Kenaikan volume perdagangan dan harga
komoditas dunia masih berlanjut, sehingga menopang prospek ekspor
negara berkembang. Ketidakpastian pasar keuangan global masih berlanjut
di tengah penyebaran Covid-19 varian Omicron dan pengumuman siklus
pengetatan kebijakan moneter the Fed yang lebih cepat. Hal tersebut
mengakibatkan terbatasnya aliran modal dan tekanan nilai tukar negara
berkembang, termasuk Indonesia.
Proses pemulihan ekonomi domestik diprakirakan terus berlanjut dan akan meningkat lebih tinggi pada 2022.
Pertumbuhan ekonomi diprakirakan membaik pada triwulan IV 2021 sejalan
dengan meningkatnya mobilitas pasca langkah-langkah penanganan yang
ditempuh Pemerintah dalam pengendalian Covid-19 varian Delta. Kinerja
konsumsi swasta, investasi, serta konsumsi Pemerintah diprakirakan terus
meningkat, di tengah tetap terjaganya kinerja ekspor. Pertumbuhan
ekonomi juga didukung oleh kinerja Lapangan Usaha utama, antara lain
Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Pertambangan yang diprakirakan
tetap baik. Sejumlah indikator hingga Desember 2021 menunjukkan proses
pemulihan yang berlanjut, seperti peningkatan mobilitas masyarakat di
berbagai daerah, kenaikan penjualan eceran, penguatan keyakinan
konsumen, serta ekspansi PMI Manufaktur. Secara keseluruhan, pertumbuhan
ekonomi 2021 berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia yaitu
3,2-4,0%. Pada 2022, perbaikan ekonomi terutama didukung konsumsi swasta
yang meningkat, dan kinerja ekspor serta belanja fiskal Pemerintah yang
tetap terjaga. Hal tersebut sejalan dengan mobilitas yang terus
meningkat, pembukaan ekonomi yang semakin luas, serta stimulus kebijakan
yang berlanjut. Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia
memprakirakan ekonomi domestik 2022 tumbuh lebih tinggi menjadi
4,7-5,5%.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap baik.
Kinerja transaksi berjalan pada triwulan IV 2021 diprakirakan membaik
didorong oleh surplus neraca barang yang berlanjut. Neraca perdagangan
November 2021 mencatat surplus sebesar 3,5 miliar dolar AS, didukung
oleh kinerja ekspor komoditas utama, seperti batu bara, besi dan baja,
dan kimia organik. Sementara itu, terdapat penyesuaian aliran modal
asing di pasar keuangan domestik, tercermin dari investasi portofolio
yang mencatat net outflows sebesar 2,3 miliar dolar AS
pada periode Oktober hingga 14 Desember 2021. Posisi cadangan devisa
Indonesia akhir November 2021 meningkat, yakni 145,9 miliar dolar AS,
setara pembiayaan 8,3 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan pembayaran
utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan
internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, transaksi berjalan
diprakirakan dalam kisaran surplus 0,3% sampai dengan defisit 0,5% dari
PDB pada 2021, dan akan tetap rendah dalam kisaran defisit 1,1% - 1,9%
dari PDB pada 2022, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal
Indonesia.
Nilai tukar Rupiah terjaga didukung oleh ketahanan sektor eksternal Indonesia dan langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia, di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global yang meningkat. Nilai tukar Rupiah pada 15 Desember 2021 melemah terbatas 0,07% secara point to point
dan 0,70% secara rerata dibandingkan dengan level November 2021.
Perkembangan nilai tukar Rupiah tersebut disebabkan oleh aliran modal
keluar dari negara berkembang di tengah terjaganya pasokan valas
domestik dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik.
Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 15 Desember 2021 mencatat
depresiasi sekitar 1,97% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020,
lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara
berkembang lainnya, seperti India (3,93%, ytd), Filipina (4,51%, ytd),
dan Malaysia (4,94%, ytd). Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan
stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan
bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan
ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian.
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada November 2021 tercatat inflasi 0,37%
(mtm) sehingga inflasi IHK sampai November 2021 mencapai 1,30% (ytd).
Secara tahunan, inflasi IHK tercatat 1,75% (yoy), meningkat dari inflasi
Oktober 2021 sebesar 1,66% (yoy). Inflasi inti tetap rendah sebesar
1,44% (yoy) di tengah permintaan domestik yang mulai meningkat, didukung
oleh pasokan yang terkendali, nilai tukar yang stabil, dan ekspektasi
inflasi yang terjaga. Inflasi kelompok volatile food melambat didukung pasokan barang yang memadai. Inflasi kelompok administered prices
meningkat dipengaruhi kenaikan tarif angkutan udara sejalan mobilitas
yang membaik. Inflasi diprakirakan berada di bawah batas bawah kisaran
sasarannya 3,0±1% pada 2021 dan terjaga dalam kisaran sasaran 3,0±1%
pada 2022. Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas harga dan
memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui Tim
Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) guna menjaga
inflasi IHK dalam kisaran targetnya.
Kondisi
likuiditas sangat longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif
dan dampak sinergi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam mendukung
pemulihan ekonomi nasional. Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing)
di perbankan sebesar Rp141,19 triliun pada tahun 2021 (hingga 14
Desember 2021). Sepanjang 2021, Bank Indonesia telah melakukan pembelian
SBN untuk pendanaan APBN 2021 sebesar Rp201,32 triliun yang terdiri
dari: (i) pembelian di pasar perdana sebesar Rp143,32 triliun sesuai
dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia
tanggal 16 April 2020 sebagaimana telah diperpanjang tanggal 11 Desember
2020 hingga 31 Desember 2021, dan (ii) private placement di
bulan November 2021 sebesar Rp58 triliun untuk pembiayaan penanganan
kesehatan dan kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak pandemi
Covid-19 sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur
Bank Indonesia tanggal 23 Agustus 2021. Dengan ekspansi moneter
tersebut, kondisi likuiditas perbankan pada November 2021 sangat
longgar, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga
(AL/DPK) yang tinggi mencapai 34,24% serta Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
tumbuh sebesar 10,37% (yoy). Likuiditas perekonomian meningkat,
tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang
tumbuh meningkat masing-masing sebesar 14,7% (yoy) dan 11,0% (yoy).
Pertumbuhan uang beredar tersebut terutama didukung oleh peningkatan
kredit perbankan dan ekspansi fiskal.
Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang sangat longgar mendorong suku bunga kredit perbankan terus dalam tren menurun. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight
dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, masing-masing
sebesar 25 bps dan 145 bps sejak November 2020 menjadi 2,79% dan 3,05%
pada November 2021. Di pasar kredit, penurunan SBDK
perbankan terus berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru pada
seluruh kelompok Bank, kecuali BPD. Aktivitas ekonomi dan mobilitas
masyarakat yang meningkat mendorong perbaikan persepsi risiko perbankan,
sehingga berdampak positif bagi penurunan suku bunga kredit baru. Namun
demikian, penurunan suku bunga kredit yang jauh lebih rendah daripada
penurunan suku bunga deposito perbankan menyebabkan spread antara suku bunga kredit dan deposito tersebut terus melebar dan Net Interest Margin
(NIM) perbankan terus mengalami peningkatan. Oleh sebab itu, Bank
Indonesia memandang bahwa ruang bagi perbankan untuk menurunkan suku
bunga kredit masih cukup lebar.
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga dan fungsi intermediasi perbankan melanjutkan perbaikan secara bertahap. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) perbankan Oktober 2021 tetap tinggi sebesar 25,30%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan /
NPL) tetap terjaga, yakni 3,22% (bruto) dan 1,02% (neto). Intermediasi
perbankan terus membaik dengan pertumbuhan kredit sebesar 4,73% (yoy)
pada November 2021. Pertumbuhan kredit lebih merata pada semua jenis
penggunaan, baik kredit modal kerja, kredit investasi maupun kredit
konsumsi, yang masing-masing tumbuh 5,38% (yoy), 4,30% (yoy), dan 4,11%
(yoy). Dari sisi sektoral, pertumbuhan kredit juga lebih broad based
di hampir seluruh sektor perekonomian dan UMKM, mengindikasikan
meningkatnya permintaan kredit sejalan dengan pemulihan aktivitas dunia
usaha. Dari sisi penawaran, Bank Indonesia terus menempuh kebijakan
makroprudensial longgar, sementara perbankan menurunkan standar
penyaluran kredit seiring dengan menurunnya persepsi risiko kredit. Bank
Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan
otoritas lainnya di sektor keuangan untuk mendorong lebih lanjut
peningkatan kredit dan pembiayaan perbankan kepada dunia usaha, terutama
dari sisi permintaan sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi.
Bank
Indonesia akan terus memperluas digitalisasi sistem pembayaran untuk
mempercepat integrasi ekosistem ekonomi dan keuangan digital termasuk
untuk mendorong ekonomi-keuangan inklusif dan pertumbuhan ekonomi.
Transaksi ekonomi dan keuangan digital berkembang pesat seiring
meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat dalam berbelanja
daring, perluasan dan kemudahan sistem pembayaran digital, serta
akselerasi digital banking. Pada November 2021, nilai transaksi uang elektronik (UE) tumbuh 61,82% (yoy) mencapai Rp31,3 triliun dan nilai transaksi digital banking
meningkat 47,08% (yoy) menjadi Rp3.877,3 triliun. Nilai transaksi
pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit juga
mengalami pertumbuhan 8,39% (yoy) menjadi Rp674,9 triliun. Bank
Indonesia terus menjaga kelancaran dan keandalan sistem pembayaran serta
mendukung program Pemerintah melalui koordinasi dan monitoring uji coba
digitalisasi bantuan sosial (bansos) 4.0, transaksi keuangan Pemda, dan
elektronifikasi moda transportasi. Selain itu, pada tanggal 21 Desember
2021 Bank Indonesia akan meluncurkan BI-FAST sebagai infrastruktur
pembayaran ritel yang real time dan beroperasi tanpa henti
(24/7). Di sisi tunai, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada November
2021 meningkat 7,81% (yoy) mencapai Rp867,8 triliun. Bank Indonesia
melakukan digitalisasi pengelolaan uang Rupiah pada layanan kas untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan aman dan nyaman di era
kenormalan baru dan memastikan ketersediaan uang yang beredar di seluruh
wilayah Indonesia.